Followers

Tuesday, January 30, 2007

Rasulullah dan pengemis yahudi buta

Di sudut pasar Madinah Al-Munawarah terdapat seorang pengemis Yahudi buta, yang tiap hari apabila ada orang yang mendekatinya , ia selalu berkata "Wahai saudaraku, jangan dekati Muhammad, dia itu orang gila, dia itu pembohong, dia itu tukang sihir, apabila kalian mendekatinya kalian akan dipengaruhinya". Tetapi setiap pagi Rasulullah SAW mendatanginya dengan membawa makanan, dan tanpa berkata sepatah kata Rasulullah SAW menyuapi makanan yang dibawanya kepada pengemis itu, walaupun pengemis itu selalu berpesan agar tidak mendekati orang yang bernama Muhammad. Rasulullah SAW melakukannya hingga menjelang Beliau SAW wafat. Setelah kewafatan Rasulullah tidak ada lagi orang yang membawakan makanan setiap pagi kepada pengemis Yahudi buta itu. Suatu hari Abubakar r.a berkunjung ke rumah anaknya Aisyah r.ha. Beliau bertanya kepada anaknya, "anakku adakah sunnah kekasihku yang belum aku kerjakan", Aisyah r.ha menjawab, "Wahai ayah, engkau adalah seorang ahli sunnah hampir tidak ada satu sunnahpun yang belum ayah lakukan kecuali satu sunnah saja". "Apakah itu?", tanya Abubakar r.a. Setiap pagi Rasulullah SAW selalu pergi ke ujung pasar dengan membawakan makanan untuk seorang pengemis Yahudi buta yang berada di sana", kata Aisyah r.ha. Keesokan harinya Abubakar r.a. pergi ke pasar dengan membawa makanan untuk diberikan kepada pengemis itu. Abubakar r.a mendatangi pengemis itu dan memberikan makanan itu kepadanya. Ketika Abubakar r.a. mulai menyuapinya, si pengemis marah sambil berteriak, "siapakah kamu ?". Abubakar r.a menjawab, "aku orang yang biasa". "Bukan !, engkau bukan orang yang biasa menyuapiku", jawab si pengemis buta itu. Apabila ia datang kepadaku tidak susah tangan ini memegang dan tidak susah mulut ini mengunyah. Orang yang biasa mendatangiku itu selalu menyuapiku, tapi terlebih dahulu dihaluskannya makanan tersebut sehingga aku tidak susah untuk mengunyahnya", pengemis itu melanjutkan perkataannya. Abubakar r.a. tidak dapat menahan air matanya, ia menangis sambil berkata kepada pengemis itu, aku memang bukan orang yang biasa datang padamu, aku adalah salah seorang dari sahabatnya, orang yang mulia itu telah tiada. Ia adalah Muhammad Rasulullah SAW. Setelah pengemis itu mendengar cerita Abubakar r.a., ia begitu terharu dan tak kuat meneteskan air mata, kemudian berkata, benarkah demikian?, selama ini aku selalu menghina dan memfitnahnya, ia tidak pernah memarahiku sedikitpun, ia mendatangiku dengan membawa makanan setiap pagi, ia begitu mulia.... Pengemis Yahudi buta tersebut akhirnya bersyahadat dihadapan Abubakar r.a.

Monday, January 29, 2007

JADIKAN IBADAH KITA SATU HAL YANG MENYENANGKAN

Mawlana Syaikh Nazim


Jika seorang manusia akan melakukan sesuatu misalnya ibadah atau perbuatan lain, maka hal itu harus dilakukan dengan suka rela dan menyenangkan. Jika tidak menyenangkan dalam mengerjakannya, seharusnya dia tidak melakukan, karena hasilnya tidak akan bagus. Jika tidak menyenangkan bagi kalian, maka tidak menyenangkan pula bagi Allah. Misalkan dalam beribadah, penting untuk disadari bahwa ini menyangkut kenikmatan ruh kita. Saat beribadah, nafsu kita tidak menyukainya namun ruh kita sebaliknya. Kita harus mencari apa yang membuat ruh kita menyukainya.

Segala tindakan mungkin mudah atau susah. Apa rahasianya ? Jika seseorang menganggap suatu kegiatan itu mudah, berarti pekerjaan itu memberi dia kenikmatan. Dan mereka yang menganggap suatu pekerjaan itu sulit, itu karena dia dipaksa untuk melakukannya. Pekerjaan yang mudah membuat orang senang, pekerjaan susah membuat orang tidak senang.

Wa min Allah at Tawfiq

TUHANKU AKU MENCINTAIMU

My Lord, I Love You!
Mawlana Syaikh Muhammad Nazim Adil al-Haqqani


Dengan nama Allah, Yang Maha Kuasa, Maha Pengasih, Maha Penyayang, Maha Pemurah. Semuanya terjadi atas perintahNya, semua menjadi ada melalui kehendakNya. Dia adalah Pencipta dan kita adalah mahluk.

Ini adalah hal yang paling penting untuk diketahui oleh setiap umat manusia. Kalian bisa menjadi apa saja...laki-laki atau perempuan, pria atau wanita, kaya atau miskin, penguasa atau rakyat biasa, profesor, dokter, sultan, wali atau Nabi, orang Amerika, orang Kanada, orang Inggris, orang Arab siapa saja...tapi kalian harus tahu bahwa kalian adalah mahluk, yang diciptakan oleh Pencipta kita, yang memiliki banyak nama, dan kita mengucapkan sebutanNya yang paling terkenal yang meliputi seluruh sebutan nama-nama yang lain, yaitu Allah Maha Kuasa.

Dia adalah Sang Pencipta dan kita adalah mahluk. Tidak ada sebutan lain untuk anak-anak Adam yang lebih mulia atau lebih dimuliakan atau dipuji selain "Hamba Allah yang Maha Kuasa" Setiap Nabi...masing-masing...hanya datang untuk mengajarkan orang-orang sesuatu mengenai tujuan dan pentingnya mereka. Kalian mungkin saja muslim dan ada banyak sekte di kalangan muslim. Begitu juga dalam Kristen....ada banyak sekte di kalangan Kristen...Yahudi, Judaisme, mereka juga punya banyak sekte, dan dalam ketiga agama langit ini, begitu banyak pemikiran dan ide-ide.

Orang-orang, menurut perasaan mereka atau selera spiritual mereka mengejar beberapa sekte-sekte yang berbeda ini. Dan orang-orang menjadi senang, memiliki group sendiri, dan Allah yang Maha Kuasa berkata tentang ini, "Kullu hizbin bima ladayhim farihuun." Allah yang Maha Kuasa berkata dalam ayat ini bahwa, "Hamba-hambaku akan berada di dalam kelompok-kelompok yang berbeda, dan setiap kelompok, senang dengan kelompoknya masing-masing." Setiap orang akan memiliki satu keyakinan; di antara banyaknya keyakinan yang berbeda-beda, dia boleh saja memiliki dan menerima. Dia boleh berkata, "saya seorang muslim," atau "saya seorang Kristen, Yahudi, Budha."

Ya, mereka meyakini dan mereka senang dengan keyakinan dan kelompok mereka, menikmati apa yang mereka miliki. Inilah realitas. Tidak bisa dirubah. Selalu benar. Artinya kebenaran hanya satu; di antara seratus ide atau seribu keyakinan, hanya satu yang benar/sejati. Artinya setiap orang yakin pada ses uatu, tapi bukan berarti bahwa setiap keyakinan akan menjadi keyakinan yang sejati...tidak. Kalian boleh meyakininya sesuka kalian. Tidak apa-apa; tidak ada yang mencegah kalian. Oleh karena itu, Allah yang Maha Kuasa berkata, "Karena kalian suka, percayalah. Bila kalian tidak yakin, jangan percaya."

Pada akhirnya, kita akan sampai pada akhir hidup kita, dan setiap orang akan membawa sesuatu di tangannya sambil berkata, "Saya menyimpan permata. Saya membawa benda yang sangat berharga." Ya, kalian boleh bilang, "Saya membawa keyakinan yang sejati." Selama kalian berada dalam hidup ini, kalian boleh mengklaim bahwa saya di atas kebenaran yang sejati dan saya menyimpan permata yang sesungguhnya, tapi akhirnya kenyataannya kalian meninggalkan hidup ini dan menuju surga. Kematian membawa kalian dari hidup yang rendah ini ke hidup yang paling tinggi. Jangan berpikir bahwa kematian adalah hal yang buruk, sebagaimana yang orang-orang takutkan. Tidak Kematian adalah jalan menuju surga.

Jika kalian tidak mati, kalian akan selalu berada di atas bumi - kehidupan yang rendah ini, tapi ketika kalian mati, kalian akan terbebas dari kehidupan yang berat ini dan berjalan ke atas. Dan pada saat itu mereka berkata, "Apa yang telah kalian bawa? Bukalah tanganmu." Ya, pada saat itu setiap orang akan tahu apakah dia telah membawa benda yang berharga atau dia ditipu oleh iblis, setan, dan mereka (iblis) mengambil yang sesungguhnya dari orang-orang itu. Dia betul-betul memahaminya pada saat itu.

Sudah menjadi trend baru bahwa setiap orang harus melakukan chek-up, khususnya orang-orang kaya, paling sedikit setahun sekali. Mereka datang untuk chek-up, di Amerika, London, Rusia, Cina atau Jepang. Mereka melakukan check-up...untuk apa? Bila kalian melakukan check-up seribu kali, tubuh ini tidak akan mengikuti kalian. Tidak perlu melakukan check-up tersebut, itu tidak berguna. Tapi kalian harus melakukan check-up untuk apa yang kalian akan bawa, apa yang kalian telah simpan...bila saya menyimpan permata yang sesungguhnya dalam kehidupan ini atau apakah permata itu dicuri dari saya dan digantikan dengan yang tiruan / plastik. Ini penting.

Kalian semua, jagalah keyakinanmu. Bila itu keyakinan yang sesungguhnya, yang membawa kalian dari kegelapan menuju surga yang bercahaya. Bagaimana perasaan kalian tahun ini dibandingkan dengan tahun lalu? Bagaimana perasaanmu tentang dirimu sendiri? Apakah kalian merasakan perbaikan dalam kehidupan spiritual kalian atau tidak? Tanyalah pada dirimu sendiri. Ya, ini adalah hal yang penting.

Hal penting yang lain adalah, orang-orang berlari, setiap orang berlari, untuk melalap apapun dari kehidupan ini, laki-laki dan perempuan. Mereka berlari untuk mengambil sesuatu yang banyak dari hidup ini, hampir semuanya mengejar materi kehidupan. Dan sebagai tanda, melalui kitab-kitab suci, mereka yang hanya hidup untuk dunia ini, untuk diri sendiri, modal terbesar mereka adalah uang, uang, uang. Untuk para wanita adalah emas… permata. Laki-laki lebih tertarik dalam menyimpan dolar, sementara para wanita

mengejar permata, setiap tahun penuh di kesepuluh jarinya, dua puluh atau tiga puluh cincin, ditaruh di sini ( Mawlana menunjukkan jari-jarinya). Mereka bahkan tidak mampu membawa permata emas mereka yang berat. Ya, itulah modal yang paling menarik yang dikejar oleh orang-orang di abad ke-20. Siapa saja yang mencapai modal mereka, yaitu materi...entah itu menyimpan uang berjuta-juta agar menjadi jutawan atau mengumpulkan lebih banyak permata, istana, kapal pesiar, pakaian, dan menghambur-hamburkan uang.

Wahai para hadirin, janganlah tidur! Lihatlah saya, jangan lihat orang-orang lain. Apa yang saya katakan, bukanlah untuk diri saya sendiri: simpanlah. Dan modal yang sesungguhnya, yang harus dikejar oleh umat manusia adalah cinta. Siapa yang memintanya dan mencari cinta, untuk mendapatkan lebih dan lebih banyak lagi, orang itu akan menerima hal yang paling penting dari kehidupannya di dunia ini.

Cinta...cinta adalah hadiah terbesar dari Allah Maha Kuasa untuk anak-anak Adam. Tanpa cinta, orang bagaikan kayu kering. Ini (menunjuk meja) kehilangan cintanya dan menjadi kering. Pohon membawa cinta dan mendapatkan cinta. Dan cinta memberi orang kecantikan dan cahaya. Janganlah menaruh ini (lipstik) di sini, pergi ke salon-salon kecantikan.Kalian tidak akan menjadi cantik dengan yang seperti itu, membuat ini atau melakukan operasi untuk facelift, pengencangan kulit wajah. Itu tidak akan membuat kalian cantik.Cinta membuat kalian cantik, dan berselera, dan dihormati dan dipuji. Siapapun yang menerima cinta lebih akan menjadi lebih cantik di sini dan di surga. Ya, ini adalah hadiah, hadiah terbesar dari Sang Pencipta. Dengan cintaNya, Dia menciptakan kalian. Jangan berpikir bahwa Allah yang Maha Kuasa menciptakan kalian tanpa cinta, tidak. Dan kita berterima kasih bahwa dia mencintai hamba-hambanya dan menghadiahkan mereka cinta.

Dan apa yang Dia minta dari kalian, wahai para hamba? Dia hanya meminta dari kalian cinta. Dia memberikan kalian cinta dan meminta dari kalian cinta. Di antara semua agama, di antara semua keyakinan, ini penting. Bahwa dia menghadiahkan kita dari cinta illahiahNya dan meminta kita cinta untuk kehadirat IllahiahNya.Sekarang kita memberi cinta kita untuk kesenangan hidup yang rendah ini. Inilah kutukan terbesar pada umat manusia saat ini. Inilah mengapa terjadi kekerasan dalam setiap masalah, karena orang tidak memberikan cinta kepada Tuhan mereka. Dan dia mencari: "Oh hambaKu, Aku menghadiahkan kalian dari Keagungan Cintaku. Apa yang kalian berikan kepadaKu?"

Dia tidak meminta apa-apa dari kalian, tidak. Semua doa-doa kalian, adalah tanda kecintaanmu kepada Sang Penguasa. Sebanyak yang mungkin kalian berikan, berikanlah dan ambillah yang lebih banyak. Jangan katakan, saya Kristen, saya Muslim, saya Yahudi, saya Budha, sementara kalian tidak memberikan cinta kalian untuk Tuhan kalian. Kalian telah ditipu oleh musuh kalian, musuh seluruh umat manusia, pusat kejahatan, yang mewakili pusat kejahatan, Syaitan.

Kalian harus menjadi diri kalian, kalian harus melakukan check-up, karena syaitan memperdayai kalian setiap hari, membuat kalian memberikan cinta kalian untuk hidup yang sementara ini, dan kalian memberikan semua perhatian kalian dan urusan kalian untuk fisik, yang dari hari ke hari kondisinya menurun dan sekarat, dan menuju ke tanah. Lihatlah setiap hari, lakukanlah check-up untuk diri kalian sendiri, apakah saya sudah ditipu atau tidak? Bila kalian melihat bahwa kalian sudah tertipu, kalian jangan tertipu lagi besok.

Setiap saat kalian berkata, "Oh Tuhanku, aku mencintai Engkau," sangatlah indah datangnya dari hamba Allah. "Oh Tuhanku, aku mencintai Engkau." Saat kalian akan sendiri, ucapkanlah,"Oh Tuhanku, aku mencintai Engkau, aku mencintai Engkau." Ucapkanlah tiga kali, "Oh Tuhanku, aku mencintai Engkau." Maka tidak akan ada orang yang mengalami depresi. Mandilah pada malam hari, berpakaian yang bagus dan tinggal di tempat yang kosong dan ucapkanlah, "Oh Tuhanku, aku mencintai Engku, aku mencintai Engkau." Kalian akan lihat depresi itu akan pergi dalam tiga malam. Tidak perlu minum obat, tidak perlu. Obat, untuk siapa? Untuk mereka yang depresi. Depresi adalah hukuman dari Allah yang Maha Kuasa karena hamba-hambaNya tidak memberikan cinta mereka kepada TuhanNya. Itulah hukumannya. Allah yang Maha Kuasa memberikan semuanya tapi mereka tidak memberikan Tuhan mereka cinta. Dia tidak meminta makanan atau minuman atau baju yang bagus dari kalian. Dia hanya meminta cinta dar i kalian.

Oleh karena itu, ketika Musa...kita boleh melanjutkan pembicaraan ini sampai pagi, sampai minggu depan, tapi kalian lelah. Untuk itu kita buat sesingkat mungkin. Tapi saya harus menceritakan hal ini juga. Musa (AS) ketika akan bertemu dengan Tuhannya di bukit Sinai. Allah yang Maha Kuasa berkata, "Oh Musa, jagalah hamba-hambaKu. Oh Musa, Berbuatlah yang terbaik untuk hamba-hambaKu. Buatlah mereka mencintai Aku." Itulah Musa, satu dari Nabi-Nabi terbesar, Sayyidina Muhammad yang pertama, Sayyidina Ibrahim yang kedua, Sayyidina Musa yang ketiga, Sayyidina Isa yang keempat. Dan Allah yang Maha Kuasa berkata, "Oh Musa, mintalah dari hamba-hambaKu untuk mencintai Aku. Biarkan mereka mencintai Aku."

Apakah kalian memahami? Saya berbicara dalam bahasa Inggris tapi kalian bersikap seperti domba, hanya membuka mata lebar-lebar. Jangan, kalian harus mengerti. Ini adalah hal yang sangat penting dan kata-kata penuh pencerahan yang harus kalian katakan pada diri kalian sendiri dan semua masyarakat, untuk memurnikan seluruh dunia. Allah yang Maha Kuasa meminta Musa, satu dari Nabi terbesar, "Mintalah, ajarkanlah, anjurkanlah, buatlah mereka mencintai Aku."

Allah meminta cinta dari hambaNya. Dan sayang, sayang dan kotor untuk seorang hamba yang meninggalkan hidup ini sementara matanya masih melihat ikatan-ikatan untuk kehidupan ini, tidak tertuju pada singgasana Allah yang Kuasa. Sayang dan kotor untuk mereka yang tidak memberi, tidak membawa, dalam saat-saat terakhirnya bahwa mereka sudah selesai dengan kehidupan mereka, cinta kepada Tuhan mereka. Siapapun yang membawa cinta tidak akan takut mati, karena cinta membuat mereka berada dalam kehidupan yang sejati, hidup selama-lamanya. Suatu ketika seorang wali, seorang syeh besar, seorang grandsyeh, meninggal dunia. Muridnya menguburkannya dan dia mencoba untuk menolehkan wajahnya ke arah Ka'bah. Lalu syehnya berkata,"Oh hambaKu, Dia menolehkan wajahku ke arahNya, hatiku menuju kehadiran Tuhanku." Dan murid tersebut gemetar dan berkata,"Kalian tidak mati." Dan dia menjawab,"Tidak, saya sudah mati, tapi hidup saya, kehidupan dari ruh saya yang sesungguhnya berlanju t."

Oleh karena itu, saya berada di Damascus dan pemerintahan waktu itu sedang membuat jalan raya, membuat jalan lebih lebar, dan mereka memindahkan makam seorang grandsyeh dari tempat itu, agar bisa membuat jalan raya yang lebih besar. Saya ada di situ. Syeh tersebut telah dikubur selama lima ratus tahun. Ketika mereka membuka kuburannya, dia berada dalam pakaian kematiannya, kaffan, dalam kain putih dan saya melihatnya. Janggutnya tidak berwarna putih seperti janggut saya, tapi terdiri dari rambut-rambut hitam. Dan ketika dibuka, wangi yang indah yang tidak bisa dilukiskan datang dari kuburannya. Wangi mawar yang muncul dan dia diambil dan diletakkan di peti yang lain. Tubuhnya dalam keadaan yang sama seperti pada saat dia dikuburkan. Mereka, ratusan dari mereka dan sejarah adalah saksi dari orang-orang suci tersebut yang mencapai hidup yang sesungguhnya dalam kehidupan ini tidak akan pernah menjadi debu dalam kuburan mereka karena cinta menyebabkan mereka teta p hidup.

Wahai para hamba dari Tuhanku, saya adalah seorang hamba dan kalian para hamba, dan saya membuat asosiasi (sohbet). Saya tidak memberi kuliah tapi saya menasehati, dan saya juga menasehati ego saya: "Berilah lebih cinta untuk Tuhanmu dan Dia juga akan memberimu. Kalian harus menjadi yang dicerahi."

Semoga Allah mengampuni kita dan memberkahi kalian. Saya raca cukup, apa yang kita bicarakan, dihadapan para hadirin yang terhormat. Saya menghormati kalian dan memuji kalian satu demi satu, bukan untuk gelar keduniaan kalian yang sementara, tapi gelar yang telah dirancang oleh Tuhan - Ibadallah, hamba-hamba Allah. Cukuplah bagi kalian Allah yang Maha Kuasa memberikan kalian berkahnya yang tidak berakhir dan memberi kalian kehormatan dengan menjadikan kalian wakil-wakil di atas bumi ini. Kalian telah dipilih untuk menjadi khalifah, menjadi wakil-wakil di atas bumi, satu kehormatan yang diminta oleh setiap mahluk, khususnya malaikat untuk diraih, tapi kehormatan itu tidak diberikan kepada mereka, dan Allah yang Maha Kuasa menciptakan manusia untuk menjadi wakil-wakilNya. Kehormatan itu adalah yang tertinggi.

Ketika kalian berkata,"Si itu begini, si ini begitu." Itu tidak ada artinya. Menjadi khalifah adalah pujian dan kehormatan tertinggi dari Allah yang Maha Kuasa untuk kalian. Cobalah untuk menjaga kehormatan tersebut dan cobalah untuk memberikan lebih banyak cinta untuk Tuhanmu, Allah yang Maha Kuasa. Kau adalah Sultan satu-satunya, Engkau mengumpulkan hamba-hambaMu. Berkahilah perkumpulan ini, komunitas ini, terimalah mereka untuk menjadi hamba-hambaMu yang tulus. Kami mencintai Engkau, kami mencintai Engkau, aku mencintai Engkau, wahai Tuhan kami.

Semoga Allah mengampuni kita dan memberkahi kalian dengan cahaya dan berkahNya yang abadi. Kesempatan lain, saya akan berbicara pada kalian tentang realitas yang lebih dalam, insya Allah, bukan dari bumi tapi dari surga yang bercahaya. Persiapkanlah diri kalian.

Wa min Allah at Tawfiq

TANGAN TUHAN DI BALIK SEGALA PERISTIWA

Tangan Tuhan di Balik Segala Peristiwa
Mawlana Syaikh Muhammad Nazim Adil al-Haqqani
Mercy Oceans Rising Sun


"Oh Tuhanku, aku mohon padamu untuk menganugerahiku pemahaman, dan agar membuatku mampu membuat yang lain memahaminya."
(Sebuah doa Nabi Muhammad SAW)

Setiap akan memberi nasihat, diam-diam aku membaca doa ini. Karena aku sadar ; hanya dia yang telah mengetahui dirinya sendiri yang mampu mengajari orang lain sesuatu yang berguna. Ada seorang tamu yang mengatakan padaku tentang seorang guru spiritual yang tulisan dan pembicaraannya amat rumit, dan hanya para intelektual terlatih yang mampu mengerti apa yang sedang dia katakan. Ini bukanlah tanda orang yang punya pemahaman karena ajaran-ajarannya tidak bisa dimengerti. Seorang manusia yang punya pemahaman akan selalu mencoba membuat dirinya dapat dipahami dengan memberikan pidato yang jelas dan langsung ke sasaran. Menyesuaikan dengan tingkat pemahaman pendengarnya, dan dia akan mencoba merambah pendengar seluas mungkin, kalau tidak maka kata-katanya akan seperti tertiup angin.

Bahkan Allah Yang Maha Kuasa, Tuhan dari seluruh mahluk, Tuhan segala ciptaan, Tuhan bagi seluruh eksistensi, merendahkan segala Keagungan-Nya sampai ke tingkatan seluruh ciptaan-Nya. Inilah yang dimaksud dengan "Tanazzulat Subhani" atau sedekat mungkin dari yang mampu di pahami. Dengan merendahkan segala Keagungan itu, kalian bisa menemui Tuhan pada setiap ciptaan-Nya, di dalam segala tingkatan. Jika Dia tidak bersama dengan seekor semut dan tidak paham kondisi dan kebutuhan semut, maka Dia tidak bisa didefinisikan sebagai Tuhan bagi semut itu. Dia, Tuhan bagi seluruh ciptaan. Semua ada dalam Pengetahuan-Nya, bahkan mahluk-mahluk terkecil sekalipun. Apalagi umat manusia, ciptaan yang paling istimewa, apakah berlebihan bila kita mengatakan bahwa Dia selalu bersama kita ? "Tidakkah Pencipta mengetahui apa yang Dia ciptakan ?" tanya Tuhan. Dia Maha Tahu dan menja di Tuhan bagi seluruh ciptaan-Nya, namun hal itu tidak mengurangi -Nya untuk selalu bersama setiap ciptaan-Nya.

Nabi-Nabi kita yang suci beserta para pewarisnya di setiap zaman telah diberkati dengan pengetahuan rahasia akan Kebenaran Ilahiah. Dan kewajiban utama mereka untuk mengungkapkan segala kenyataan itu agar dapat dipahami oleh umat manusia secara umum dan juga bagi setiap individu dalam cara apapun , sesuai tingkat pemahaman dan kemampuan mereka. Sebagai pembimbing bagi umat manusia atas percikan Sifat-Nya, mereka telah dianugerahi kemampuan untuk mengkomunikasikan dan menyentuh hati-hati manusia. Namun hanya para Nabi dan para pewaris aslinya yang menemukan keluwesan seperti itu dalam diri mereka. Bagi yang lain amat susah untuk berkomunikasi dengan mereka yang bukan dari kalangannya sendiri atau dari latar belakang dan perilaku yang sama. Pembimbing Ilahiah mampu memberikan apa yang masyarakat inginkan, mengatakan apa yang mereka ingin dengar, sehingga semua orang dari berbagai kalangan mampu merasakan kedamaian bersama dan mengikutinya.

Sebuah pesawat Concorde tidak bisa mendarat di atap sebuah gedung, namun sebuah helikopter mampu. Kebanyakan ulama seperti Concorde, begitu bangga dengan sayapnya yang besar, kecepatan dan bentuknya yang luar biasa. Namun hanya negarawan, pialang, pria, wanita yang istimewa dan makmur yang bisa naik Concorde. Seperti para ulama hanya bicara dan menulis agar di puji oleh para ulama lain. Concorde terbang dengan kecepatan yang luar biasa dan butuh area yang luas di bandara internasional untuk mendarat, namun sebuah helicopter dapat mendarat dimanapun, kadang di laut, atau terbang rendah untuk menyelamatkan manusia yang terperangkap api.

Maka Guru-Guru Ilahiah juga dapat diakses setiap orang di setiap kesempatan, dimana Concorde bisa menabrak sebuah tempat dimana heli mampu menyelamatkan para korban. Aku tidak meninggalkan mereka di atas gunung Himalaya, namun menyelamatkan mereka. Para pencari kebenaran harus mencari kualitas-kualitas seperti itu dalam seorang pembimbing yang mengaku ingin menyampaikan ceramah yang berkaitan dengan keilahian. Kalau tidak, mereka akan mengejar ajaran yang sia-sia dan menurut Nabi suci kita, sebuah tanda dari kesempurnaan manusia dalam Islam adalah penolakannya pada aktifitas yang tidak berguna ( yang tidak ada kaitannya dengan dirinya ) .

Salah seorang tamu kita menceritakan bahwa ulama ini mengangkat topik tentang "Fana dan Baqa", atau Lenyap dan Abadi dalam Ilahi.Aku rasa tidak seorangpun - kecuali mereka yang telah mencapai maqam tsb- layak untuk berbicara mengenai topik itu. Kalau tidak, penjelasannya akan sama dengan mereka yang belum pernah mencicipi madu dan berusaha menjelaskannya dari buku yang dibacanya, kepada mereka yang tidak tahu tentang madu. Atau seperti bertanya pada seorang anak kecil tentang kenikmatan bulan madu…sia-sia.

Topik-topik ini adalah Samudra. Ketika kalian meleleh, terserap dalam Ke-Esa-an Allah, maka kalian akan memahami arti dari "Fani-Fillah" (Lenyap dalam Allah). Ketika kalian bebas sebagai seseorang dalam eksistensi, ketika kalian mencoba menjadi setetes air hujan yang jatuh dari langit dan tenggelam, menyatu dalam Samudra Kesatuan Ilahi, maka tak seorangpun akan bertanya dimana tetesan itu hilang; karena tetesan itu telah menjadi sebuah Samudra. Sepanjang tetesan itu masih terjatuh, maka akan selalu berkata : " Aku adalah seseorang." namun ketika ia mencapai Samudra, diapun akan berkata : "Dimana aku ? aku sudah tidak ada, aku bersama-Nya; aku disini, namun tidak disini, hanya Dia yang disini dan sekarang aku bersama-Nya. Aku berada dalam Samudra-Nya. Aku merasakan ini, dan tidak ada yang mengatakan bahwa aku setetes hujan. Karena tetesan itu telah menjadi Samudra." Itulah sebuah contoh sangat sederhana akan penjelasan tenta ng melenyapkan diri dalam Tuhan.

"Baqa" atau keabadian, adalah keadaan selalu bersama Tuhan. Dalam maqam itu, kepribadian kalian tidak tampak; yang terpancar adalah eksistensi Ilahi. Kalian telah di dandani oleh KeEsaan Ilahiahnya. Itulah maqam at-Tawhid. Apa yang Baqa maksud adalah kalian tidak akan pernah kehilangan pandangan, perasaan, mengetahui, memahami tanpa membatasinya. Kita harus berusaha meraih maqam-maqam ini, tapi Jalan itu susah dan butuh berbagai latihan.

Salah satu dari aspek latihan itu adalah dengan melihat apapun yang terjadi berasal dari Allah semata. Inilah rukun iman keenam dalam Islam : Keyakinan bahwa segala sesuatu yang terjadi di dunia ini, baik atau buruk adalah berasal dari Tuhan. Ini mengacu pada "Tawhid al-Af'al" atau " Penyatuan Tindakan ". Jalan untuk memulai kesadaran akan titik ini adalah dengan mengingat sumber dari segala apapun adalah Allah. Ketika sesuatu terjadi, jangan terusik dengan diri sendiri atau siapapun yang bukan penyebab terjadinya sesuatu. Karena mereka hanyalah alat atas kejadian-kejadian itu.

Itu berarti, jika Ahmad datang dan memberimu uang dan kemudian Fulan datang dan menamparmu lalu mengambil uang itu. Janganlah mengira bahwa Ahmad adalah si pemberi dan si Fulan adalah seorang pencuri. Jika kamu berpikir seperti itu, kamu sudah jatuh dari tingkatan keimanan yang tinggi. Kalian harus menerima bahwa Tangan Tuhan ada dibalik kedua tangan mereka, baik yang mengambil dan yang menerima. Karena bagaimanapun, Dialah Sang Pencipta bagi segala tindakan manusia. Ketika seseorang berbaik hati pada kalian, kalian harus ingat bahwa Tuhan kalian yang mengirimkan kebaikan itu pada hatinya, dan kalian harus bersyukur pada-Nya. Nabi bersabda, " Siapa yang tidak berterima kasih pada manusia, sama dengan tidak bersyukur pada Allah."

Nabi tidak mengijinkan pandangan tauhid memecah kita dari menyempurnakan kesopanan kita terhadap manusia yang bersangkutan. Ketahuilah, Tuhanmu yang mengirim dia, dan jangan melupakan itu dalam keadaan apapun. Dan ketika kalian melihat Ahmad memberi emas penuh di tanganmu, kalian harus katakan : "Oh Syaikh Ahmad, terima kasih banyak! Pertama, terima kasih pada Tuhanmu, yang mengirim kebaikan di hatimu untukku, dan terima kasih atas ketulusanmu memberikan apa yang telah diamanatkan padamu."

Dan ketika perampok bernama Fulan datang, memukulmu dan mengambil seluruh uang itu, janganlah marah padanya ! Ya, menurut hukum Ilahi, Syariat, diijinkan bagi yang mampu untuk meraih kembali uang itu, dan memberi hukuman sesuai hukum masyarakat. Namun jika kalian berada dijalan Tauhid, maka kalian harus menghormati bahwa segala kejadian itu berasal dari Allah juga. Dia sendiri yang mengirim orang untuk merampok kalian, karena Pencipta dari setiap kejadian hanyalah satu : Allah Yang Maha Kuasa.

Karena tidak mungkin bagi semua orang menginginkan keimanan tingkat tinggi, dimana Tangan Tuhan terlihat di setiap peristiwa, maka Allah dalam salah satu ayat Qur'an, dalam kasus pembunuhan diijinkan untuk "Nyawa dibayar dengan nyawa" dan berlanjut bagi mereka yang mampu untuk " memberikan pipi yang satunya" inilah tingkatan-tingkatan terhormat dari Syariat-hukum dan Thariqat-jalan / cara. Berdasarkan ayat-ayat ini, bagaimanapun hukum islam mengenai pembunuhan adalah seimbang. Melegakkan bagi perasaan manusia normal dengan membalas dendam ketika menghadapi kejahatan yang mengusik ini. Islam mengijinkan untuk mengeksekusi para pembunuh, sehingga dengan cara ini , meredakan perasaan keluarga korban dan mencegah adanya permusuhan. Hukum juga mengijinkan pembayaran uang sebagai pengganti pelaksanaan hukuman bagi kerabat korban. Terakhir, ayat tersebut menyadarkan bahwa siapapun yang mencari tingkat tertinggi dari keimanan d an pandangan keEsaan untuk memaafkan. " Dan siapapun yang memaafkan dan memahaminya, imbalannya adalah sebuah " posisi" disisi Tuhan-nya."

Apa yang Allah maksudkan bagi para pencari kebenaran sejati adalah: " Sekarang maafkan dia, karena Aku-lah yang mengirimnya untuk melakukan perbuatan itu." Sehingga kalianpun sadar, bahwa sebenarnya tidak ada yang bersalah dan tidak perlu adanya balas dendam. Namun ini bukan tingkatan biasa. Kita harus mengusahakan untuk bisa memaafkan perbuatan seperti itu, namun ego kita seperti gunung berapi. Manusia amat sopan dalam urusan sehari-hari selama semua orang berperilaku sesuai apa yang diharapkan dan semuanya berjalan sesuai yang direncanakan. Namun ketika Tuhan menghalangi dengan kejadian kecil yang mengakibatkan kecelakaan, hanya karena alasan kecil itu, kita bisa mendengar kata-kata cabul keluar dari mulut mereka seperti semburan lahar.

Ego seperti itulah yang membuat orang menjadi sakit. Itu berbahaya karena berada dibawah perintah ego-ego. Dimana kalian menemukan toleransi seperti yang di katakan dalam ayat-ayat qur’an ? Begitu banyak kebencian dan frustasi mengurung manusia, saya melihatnya dalam penampilan mereka, bahkan sering seseorang yang sedang marah mencari kambing hitam. Dan yang menarik, kambing hitam yang asli dan yang diberlakukan diseluruh dunia adalah selalu "orang-orang asing".

Jadi saya meyakinkan masyarakat di barat sini : " Kami disini sebagai tamu kalian. Ini tanah air kalian." Begitukah ? Kalian tidak bisa tinggal disini,kecuali di makam. Tanah air kalian adalah didalam kuburan, bukan diatas tanah. Bersyukurlah, tidak seorangpun mengomeli kita di kuburan, tidak ada yang mencegah kita untuk tidak dikubur. Penggali kubur membersihkan debu di tangannya lantas dia pergi, dan bumi menerima kita tanpa diskriminasi. Hanya manusia di atas bumi yang sibuk dengan membuat perbedaan. Oleh karena itu penerimaan tingkat tinggi yang berasal dari Tuhan jarang ditemukan. Namun Allah mengajari kita : " Kalian harus mengerti siapa Aku. Aku-lah Sang Pencipta semua manusia dan apapun yang mereka perbuat. Pahami ini dan kalian akan meraih kedamaian serta meninggalkan segala omelan."

Ketika aku dengan Grandsyaikh melakukan Tawaf di Mekkah, di rumah Allah Allah, Ka’bah. Grandsheikh berkata padaku : " Lihatlah ke atas sana !" Ketika aku melihatnya, diatas kepala-kepala manusia yang sedang berjejal-jejal ada sekelompok orang juga sedang melakukan Tawaf. Namun mereka dalam maqam yang berbeda. Tenang, damai dan santun. Padahal mereka juga manusia, bukan malaikat. Mereka adalah golongan yang telah mencapai maqam dimana mereka melihat apapun yang terjadi, berasal dari Allah, mereka telah meninggalkan kesusahan dalam mengejar dunia.

Tetapi bersamaan dengan itu, di bawah mereka, manusia-manusia berjejal-jejal karena kurang akan keyakinan. Saling mendorong, menyikut dan menginjak-injak. Ada kelompok-kelompok yang saling mengunci tangannya dan menyikut kerumunan, bergerak lurus dengan kecepatan tinggi, melempar mereka yang naas nasibnya jatuh atau terpelanting ke udara. Ada sikut-sikut orang di rusukku, tumit ora ng di jempol kakiku. Namun diatas kami, mereka yang telah pasrah akan kehendak Allah, tidak lagi membutuhkan bumi dibawah kaki mereka.

Sekarang, mungkin kalian menganggap hal semacam itu adalah mustahil. Menganggap aku sedang mendongeng, namun ketika diberitahu ada pesawat sedang terbang, kalian langsung mempercayainya. Jika manusia mampu membuat besi bisa terbang, apakah Tuhan tidak mampu menjadikan manusia terbang ? Mereka berada dalam kedamaian Tuhan dan segala ciptaan-Nya mampu mengangkatnya. Kita telah ditunjukkan ‘jalanan yang lebih tinggi’ dalam pandangan KeEsaan-Nya, dan kita diminta bersabar dalam segala kejadian yang tidak kita senangi dengan mengingat Sumber Penyebabnya. Inilah latihan terbaik bagi ego-ego kita. Jalani latihan ini, atau kalian akan terus bersusah payah sampai menuju liang lahat nanti.

"Wahai manusia, jika kalian berusaha keras menuju Tuhan-mu,maka kalian akan berjumpa dengan-Nya." Tuhan Yang mengajarkan kita bahwa usaha keras kita akan dunia, pengejaran kita dari timur sampai barat, dari sini ke sana, siang malam, tanpa kita sadari, tidak lain adalah perlombaan kita menuju Samudra Ke-Esaan Tuhan Yang tiada akhirnya. Namun kita belum menyadarinya sekarang. Ruh kita mencari Tuhan-nya, sehingga kemanapun kita bergerak, tidak ada arah lain kecuali menuju ke hadapan-Nya.

Wa min Allah at Tawfiq bi hurmat al Fatiha

SULTHANUL AWLIYA WA IMAMUL MUKHLISIN AS-SAYYID SYEKH MUHAMMAD NAZIM ADIL AL QUBRUSI AN-NAQSHBANDI

Mawlana Sulthanul Awliya Syaikh Nazim Adil

Mawlana Sulthanul Awliya Syaikh Nazim Adil
Sekilas tentang Kehidupan dan Ajaran Mawlana Sulthanul Awliya Syaikh Nazim Adil
al Qubrusi al Haqqani an Naqshbandi
Oleh Dr. G.F. Haddad
Damascus, 12 Rabi’ul Awwal 1425 H – 1 Mei 2004


A’uudzu billahi minasy syaithanirrajiim, Bismillahirrahmanirrahiim
Allahumma salli ‘ala sayyidina Muhammadin wa ‘alaa aalihi wasahbihi wasallam

Segala puji dan syukur bagi-Mu, wahai Tuhan kami, yang telah membimbing kami pada samudera Rahmah dari Kebenaran-Mu dan Cahaya-Mu. Allahumma! Kirimkan barakah dan salam kedamaian bagi junjungan kami Muhammad, Penutup para Nabi dan Utusan-Mu, yang membawa Perjanjian Terakhir – Quran al-Karim, juga bagi keluarga beliau dan seluruh sahabat-sahabat beliau, dan pewaris-pewaris beliau, baik yang hidup di masa lalu, maupun masa kini, terutama pewaris dan wakil utama beliau di zaman ini.

Hamba yang lemah ini, Gibril ibn Fouad diminta untuk “menulis biografi dan artikel tentang kekasih kita Mawlana Syaikh Nazim dalam beberapa kata-kata Anda sendiri tentang kehidupan dan ajaran-ajaran beliau dan pengalaman Anda bersama beliau.” Bulan ini adalah bulan Rabi’ul Awwal 1425H (Mei 2004) adalah saat paling tepat untuk melakukan hal ini. Semoga Allah mengilhami baik penulis maupun pembaca tentang Mawlana Syaikh Nazim agar memiliki gambaran yang adil dan tepat terhadap Seseorang yang Mulia ini. Tak ada daya maupun kekuatan melainkan dengan-Nya. Sebagaimana Ia melingkupi kebodohan kita dengan Ilmu-Nya, semoga pula Ia melingkupinya dengan Rahmah-Nya, Amin! (Al-Hamdulillah, izin telah diperoleh dari Mawlana untuk merilis tulisan ini hari ini.).

Nama lengkap Mawlana adalah Muhammad Nazim ‘Adil ibn al-Sayyid Ahmad ibn Hasan Yashil Bash al-Haqqani al-Qubrusi al-Salihi al-Hanafi, semoga Allah mensucikan ruhnya dan merahmati kakek moyangnya. Kunya (nama panggilan) beliau adalah Abu Muhammad – dari nama anak laki-laki tertua beliau – selain itu beliau adalah pula ayah dari Baha’uddin, Naziha, dan Ruqayya.

Beliau dilahirkan di tahun 1341 H (1922 M) di kota Larnaca, Cyprus (Qubrus) dari suatu keluarga Arab dengan akar-akar budaya Tatar. Beliau mengatakan pada saya bahwa ayah beliau adalah keturunan dari Syaikh ‘Abdul Qadir Al-Jailani. Diceritakan pula pada saya bahwa ibu beliau adalah keturunan dari Mawlana Jalaluddin ar-Ruumi. Ini menjadikan beliau sebagai keturunan dari Nabi suci Muhammad Sall-Allahu ‘alaihi wasallam, dari sisi ayahnya, dan keturunan dari Sayyidina Abu Bakr al-Siddiq, radhiy-Allahu ‘anhu, dari sisi ibundanya.

Setelah menyelesaikan pendidikannya di Cyprus, Mawlana melanjutkan ke perguruan tinggi di Istanbul dan lulus sebagai sarjana Teknik Kimia. Di sana, beliau juga belajar bahasa Arab dan Fiqh, di bawah bimbingan Syaikh Jamal al-Din al-Alsuni (wafat 1375H/ 1955M) dan menerima ijazah dari beliau. Mawlana juga belajar tasawwuf dan Tariqah Naqshbandi dari Syaikh Sulayman Arzarumi (wafat 1368H/1948M) yang akhirnya mengirim beliau ke Syams (Syria).

Mawlana melanjutkan studi Syari’ah-nya ke Halab (Aleppo), Hama, dan terutama di Homs. Beliau belajar di zawiyyah dan madrasah masjid sahabat besar Khalid ibn Al-Walid (radhiy-Allahu ‘anhu) di Hims/Homs di bawah bimbingan Ulama besar-nya dan memperoleh ijazah dalam Fiqh Hanafi dari Syaikh Muhammad ‘Ali ‘Uyun al-Sud dan Syaikh ‘Abd al-Jalil Murad, dan ijazah dalam ilmu Hadits dari Muhaddits Syaikh ‘Abd al-‘Aziz ibn Muhammad ‘Ali ‘Uyun al-Sud al-Hanafi.

Perlu dicatat bahwa yang terakhir adalah salah satu dari sepuluh guru hadits dari Rifa’i Hafiz di Aleppo, Syaikhul Islam ‘Abd allah Siraj al-Din (1924-2002 M), yang duduk berlutut selama dua jam di bawah kaki Mawlana Syaikh ‘Abdullah Faiz Daghestani ketika yang terakhir ini mengunjungi Aleppo di tahun 1959 dan yang memberikan bay’at dalam Tariqah Naqshbandi pada Mawlana Syaikh Nazim, ketika Mawlana Syaikh Nazim mengunjunginya terakhir kali di Aleppo di tahun 2001, sebagaimana diriwayatkan pada saya oleh Ustadz Muhammad ‘Ali ibn Mawlana al-Syaikh Husayn ‘Ali dari Syaikh Muhammad Faruq ‘Itqi al-Halabi yang juga hadir pada peristiwa terakhir itu.

Mawlana Syaikh Nazim juga belajar di bawah bimbingan Syaikh Sa’id al-Siba’i yang kemudian mengirim beliau ke Damascus setelah menerima suatu pertanda berkaitan dengan kedatangan Mawlana Syaikh ‘Abdullah Faiz Ad-Daghestani ke Syria. Setelah kedatangan awal beliau ke Syria dari Daghestan di akhir tahun 30-an, Mawlana Syaikh ‘Abdullah tinggal di Damascus, tapi sering pula mengunjungi Aleppo dan Homs. Di kota yang terakhir inilah, beliau mengenal Syaikh Sa’id al-Siba’i yang adalah pimpinan dari Madrasah Khalid bin Walid. Syaikh Sa’id menulis pada beliau (Mawlana Syaikh Abdullah), “Kami mempunyai seorang murid dari Turki yang luar biasa, yang tengah belajar pada kami.” Mawlana Syaikh ‘Abdullah menjawab padanya, “Murid itu milik kami; kirimkan dia ke kami!” Sang murid itu adalah guru kita, Mawlana Syaikh Nazim, yang kemudian datang ke Damascus dan memberikan bay’ah beliau pada Grandsyaikh kita di tahun antara 1941 dan 1943.

Pada tahun berikutnya, Mawlana al-Shaykh ‘Abdullah pindah ke rumah baru beliau yang dibeli oleh murid Syria pertamanya, dan khalifahnya yang masih hidup saat ini, Mawlana Syaikh Husayn ibn ‘Ali ibn Muhammad ‘Ifrini al-Kurkani ar-Rabbani al-Kurdi as-Syaikhani al-Husayni (lahir 1336H/1917M) – semoga Allah mensucikan ruhnya dan merahmati kakek moyangnya – di Qasyoun, suatu gunung yang menghadap Damascus, yang Allah Ta’ala berfirman tentangnya; “Demi Tin dan buah Zaitun! Demi Bukit Sina!” (QS. 95:1-2). Qatadah dan al-Hasan Al-Basri berkata, “At-Tiin adalah Gunung di mana Damascus terletak [Jabal Qasyun] dan Zaitun adalah Gunung di mana Jerusalem terletak.” Diriwayatkan oleh ‘Abd al-Razzaq, al-Tabari, al-Wahidi, al-Bayzawi, Ibn al-Jawzi, Ibn Katsiir, al-Suyuti, as-Syaukani, dll., semua dalam Tafsir-tafsir mereka.

Mawlana Shaykh Nazim juga membeli sebuah rumah dekat rumah Grandsyaikh dan bersama Mawlana Syaikh Husayn, membantu membangun Masjid al-Mahdi, Masjid Grandsyaikh, yang akhir-akhir ini diperbesar menjadi sebuah Jami’, di mana di belakangnya terletak maqam dan zawiyyah Grandsyakh, di tempat mana, hingga saat ini, makanan dan sup ayam yang lezat disiapkan dalam kendi-kendi yang besar dan dibagi-bagikan bagi kaum fuqara dan miskin dua kali dalam seminggu.

Mawlana Syaikh Nazim tinggal di Damascus sejak pertengahan tahun 1940-an hingga awal 1980-an, sambil sesekali melakukan perjalanan untuk belajar atau sebagai wakil dari Grandsyaikh, hingga Grandsyaikh wafat di tahun 1973. Setelah tahun itu, Mawlana tinggal di Damascus beberapa tahun sebelum kemudian pindah ke Cyprus.

Jadi, Mawlana, yang asli Cypriot, dan Grandsyaikh, yang asalnya Daghistani, keduanya telah menjadi penduduk Damascus “Syamiyyun” dan tinggal di distrik orang-orang salih (as-saalihiin) yang disebut Salihiyya! Tak ada keraguan lagi, bahwa pentingnya Damascus bagi Mawlana dan Grandsyaikh adalah karena Syam adalah negeri yang penuh barakah dan terlindungi melalui para Nabi dan Awliya’.

Imam Ahmad dan murid beliau, Abu Dawud meriwayatkan dengan isnad (rantai) yang sahih bahwa Nabi suci sall-Allahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Kalian harus pergi ke Syam. Tempat itu telah terpilih secara Ilahiah oleh Allah di antara seluruh tempat di bumi-Nya ini. Di dalamnya Ia melindungi hamba-hamba pilihan-Nya; dan Allah Ta’ala telah memberikan jaminan padaku berkenaan dengan Syam dan penduduknya!” Imam al-Nawawi berkata dalam kitab beliau Irsyad Tullab al-Haqa’iq ila Ma’rifati Sunan Khayr al-Khala’iq (s): “Hadits ini berkenaan dengan fadillah (keistimewaan) yang besar dari Syams dan merupakan suatu fakta yang dapat teramati!”

Direktur pimpinan Dar al-Ifta’ (secara literal bermakna “Rumah Fatwa”, maksudnya Majelis Fatwa seperti MUI di Indonesia, penerjemah) di Beirut, Lebanon, Syaikh Salahud Diin Fakhri mengatakan pada saya di rumah beliau di Beirut dan menulis dengan tangan beliau kepada diriku: “Pada suatu pagi di hari Ahad, 20 Rabi’ul Akhir 1386 H, bertepatan dengan hari Minggu 7 Agustus 1966 M, kami mendapat kehormatan untuk mengunjungi Syaikh ‘Abd Allah al-Daghistani – rahimahullah (semoga Allah merahmatinya) – di Jabal Qasyun di Damascus atas inisiatif serta disertai pula oleh Mawlana al-Syaikh Mukhtar al-‘Alayli – rahimahullah – Mufti Republik Lebanon saat itu; [yang adalah pula paman dari Syaikh Hisham Kabbani, penulis], Syaikh Husayn Khalid, imam dari Masjid Nawqara; Hajj Khalid Basyir – rahimahumallah (semoga Allah merahmati keduanya); Syaikh Husayn Sa’biyya [saat ini direktur dari Dar al-Hadits al-Asyrafiyya di Damascus]; Syaikh Mahmud Sa’d; Syaikh Zakariyya Sya’r; dan Hajj Mahmud Sya’r.

Syaikh Abdullah menerima kami dengan amat baik dan penyambutan yang ramah serta penuh kebahagiaan dan kegembiraan. Syaikh Nazim al-Qubrusi – semoga Allah merahmati dan menjaga beliau – juga berada di situ saat itu! Kami duduk dari pukul sembilan di pagi hari hingga tiba panggilan adzan Dzuhur, sementara Syaikh (Grandsyaikh Abdullah Faiz ad-Daghestani, penerj.) – rahimahullah – menjelaskan tentang Syams (Syria), keutamaannya, kelebihan-kelebihannya yang luar biasa, dan bahwa tempat itu (Syams, penerj.) adalah tempat Kebangkitan dan bahwa Allah S.W.T. akan mengumpulkan seluruh manusia di dalamnya untuk penghakiman dan hisab. Beliau menyebutkan pula hal-hal yang membuat hati dan pikiran kami tersentuh dan tergerak, dikuatkan pula oleh pengaruh suasana distrik Salihiyya yang suci, dan beliau berbicara pula tentang hubungan yang tak terpisahkan – dalam praktik maupun dalam teori – antara tasawwuf dengan Syari’ah… Semoga Allah membimbing dan menunjukkan pada kita petunjuk-Nya dalam perkumpulan dan suhbat dengan Awliya’-Nya yang siddiq. Aamiin, yaa Rabbal ‘Aalamiin!”

Masih ada banyak lagi nama-nama Ulama dan Awliya’ Syams yang prestisius yang mencintai dan bersahabat dengan Syuyukh kita dalam periode keemasan tersebut, seperti Syaikh Muhammad Bahjat al-Baytar (1311-1396), Syaikh Sulayman Ghawji al-Albani (wafat 1378H), ayah dari guru kami, Syaikh Wahbi, Syaikh Tawfiq al-Hibri, Syaikh Muhammad al-‘Arabi al-‘Azzuzi (1308-1382H) Mufti dari Lebanon, dan Syaikh utama dari guru kami Syaikh Husayn ‘Usayran, al-‘Arif Syaikh Syahid al-Halabi, al-‘Arif Syaikh Rajab at-Ta’i, Syaikh al-Qurra’ (ahli qiro’at Quran, penerj.) Syaikh Najib Khayyata al-Farazi al-Halabi, al-‘Arif Syaikh Muhammad an-Nabhan, Syaikh Ahmad ‘Izz ad-Din al-Bayanuni, al-‘Arif Syaikh Ahmad al-Harun (1315-1382H), Syaikh Muhammad Zayn al-‘Abidin al-Jadzba, dan lain-lain – semoga Allah merahmati mereka semuanya!

Dari tiga puluh tahun suhbah (asosiasi) yang barakah antara Mawlana dan Grandsyaikh tersebut, muncullah Mercy Oceans (secara literal berarti Samudera Kasih Sayang, merujuk pada buku-buku lama kumpulan suhbat Mawlana Syaikh Nazim al-Haqqani q.s., penerj.) yang tak tertandingi, yang hingga kini masih tersebar pada setiap salik/pencari dengan judul-judulnya: Endless Horizons (“Cakrawala Tanpa Batas”), Pink Pearls (“Mutiara Merah Muda”), Rising Suns (“Matahari Terbit”). Tak ada keraguan lagi, kumpulan-kumpulan suhbat awal tersebut adalah tonggak-tonggak utama dari seruan da’wah Islam seorang diri Mawlana Syaikh Nazim di Amerika Serikat dan Eropa, dengan karunia Allah SWT!

Semoga Allah S.W.T. melimpahkan lebih banyak barakah-Nya pada Mawlana Syaikh Nazim dan mengaruniakan pada beliau maqam-maqam tertinggi yang pernah Ia S.W.T. karuniakan bagi kekasih-kekasih-Nya, berdekatan dengan junjungan kita, Sayyidina Muhammad sall-Allahu ‘alaihi wa aalihi wasallam, yang bersabda: “Jika seseorang melakukan perjalanan untuk mencari ilmu, Allah akan membuatnya berjalan di salah satu dari jalan-jalan Surga, dan para Malaikat akan merendahkan sayap mereka karena bahagia dan gembira pada ia yang mencari ilmu, dan para penduduk langit dan bumi serta ikan-ikan di kedalaman lautan akan memohonkan ampunan bagi seorang pencari ilmu! Keutamaan dari seorang yang berilmu atas orang beriman kebanyakan adalah bagaikan terangnya bulan purnama di kegelapan malam atas segenap bintang-gemintang! Ulama adalah pewaris-pewaris para Nabi, dan para Nabi tidaklah memiliki dinar maupun dirham, mereka hanya meninggalkan ilmu dan pengetahuan; dan ia yang mengambilnya sungguh telah mengambil bagian yang banyak!”

Tempat pertama yang kudatangi untuk mencari pengetahuan Nabawi (pengetahuan kenabian) ini adalah London di bulan Ramadan 1411 H, setelah aku bersyahadat an laa ilaaha illa Allah (bahwa tiada tuhan selain Allah), Muhammadun Rasulullah (Muhammad adalah utusan Allah). Di sanalah, aku meraih tangan suci Mawlana untuk pertama kali dan melakukan bay’ah (sumpah setia) setelah diperkenalkan pada Tariqah ini oleh menantu beliau, dan khalifah beliau di Amerika Serikat, Syaikh Hisham Kabbani, semoga Allah membimbingnya dan membimbing seluruh sahabat-sahabat Mawlana!

Aku mengunjungi Mawlana beberapa kali di rumah beliau di Cyprus dan melihat pula beliau di Damascus. Di antara hadiah Suhba yang diberikan Mawlana adalah pada dua minggu terakhir di bulan Rajab di tahun 1422H – Oktober 2001 – di rumah dan zawiyah beliau di kota Cypriot Turki, Lefke. Catatan akan pengalaman ini telah ditulis dalam bahasa Arab dan bahasa Inggris, serta diterbitkan dengan judul Qubrus al-Tarab fi Suhbati Rajab atau Kebahagiaan Cyprus dalam Suhbat.

Pada saat itulah, dan juga saat-saat kemudian, selama dua kunjungan terakhirnya ke Amerika Serikat, ke Inggris, di Cyprus, dan Damascus, aku mendapatkan dari Mawlana, petunjuk agung yang sama bagi setiap pencari kebenaran: “Tujuan kita adalah untuk melindungi serta melukiskan Nabi Muhammad sall-Allahu ‘alayhi wa aalihi wasallam dan sifat-sifat beliau yang luhur dan agung, baginya sholawat dan salam serta bagi ahli-bait dan sahabat-sahabat beliau; yang untuk ini Allah mendukung kita!”

Dari sini, aku mengerti bahwa Murid yang sesungguhnya dalam Tariqah Naqshbandi-Haqqani adalah sahabat, penolong dan pendukung dari setiap pembela Sayyidina Muhammad sall-Allahu ‘alayhi wasallam, dan adalah tugasnya untuk bersahabat dan berasosiasi dengan para pembela seperti itu karena mereka berada pada jalan Mawlana, tak peduli apakah mereka adalah Naqshbandi atau bukan.

Ketika seorang Waliyyu-llah yang telah berumur delapan puluh tahun-an di Johor, Malaysia, al-Habib ‘Ali ibn Ja’far ibn ‘Abd Allah al-‘Aydarus menerima kami di rumahnya di bulan Mei 2003, mengenakan pakaian yang tak pernah berubah sejak tahun 1940-an, beliau terlihat seperti Mawlana dalam segenap aspeknya, dan bahkan terlihat menyerupainya ketika beliau meminta maaf atas bahasa Arab-nya yang tak fasih. Ketika kami memohon du’a beliau bagi negeri-negeri kita yang terluka dan bagi penduduk-penduduknya, beliau menjawab, “Ummah ini terlindungi dan berada pada tangan-tangan yang baik, dan pada Syaikh Nazim telah kau dapati kebercukupan!”

Dus, dengan setiap perjumpaan dari murid yang sederhana dan rendah hati dari Mawlana dengan Awliya’ dari Ummat ini; Mereka (para Awliya’ tersebut) semuanya menunjukkan rasa hormat tertinggi serta kerendahhatian yang amat dalam bagi Mawlana dan silsilah beliau, sekalipun mereka secara harfiah (penampakan luar) berada pada jalan (tariqah) yang berbeda, seperti al-Habib ‘Ali al-‘Aydarus di Malaysia, Sayyid Muhammad ibn ‘Alawi al-Maliki di Makkah, al-Habib ‘Umar ibn Hafiz di Tarim, Sayyid Yusuf ar-Rifa’i di Kuwait, Syaikh ‘Isa al-Himyari di Dubai, Sayyid ‘Afif ad-Din al-Jailani dan Syaikh Bakr as-Samarra’i di Baghdad, as-Syarif Mustafa ibn as-Sayyid Ibrahim al-Basir di Maroko tengah, Grandmufti Syria (alm.) Syaikh Ahmad Kuftaro ibn Mawlana al-Syaikh Amin dan sahabat-sahabatnya Syaikh Bashir al-Bani, Syaikh Rajab Dib, dan Syaikh Ramazan Dib; Syuyukh Kattani dari Damascus; Syaikh (alm.) ‘Abd Allah Siraj ud-Din dan keponakan beliau Dr. Nur ud-Din ‘Itr; Mawlana as-Syaikh ‘Abd ur-Rahman as-Shaghuri; Dr. Samer al-Nass; dan guru-guru serta saudara-saudara kita lainnya di Damascus – semoga Allah selalu melindungi Damascus dan melimpahkan rahmat-Nya bagi mereka dan diri kita! Aku telah bertemu dengan setiap nama yang kusebut di atas kecuali Syaikh Siraj ud-Din dan mereka semua mengungkapkan tarazzi atas Mawlana as-Syaikh Nazim, mengungkapkan keyakinan atas ketinggian wilayah-nya (derajat kewaliannya) dan memohon do’a beliau atau do’a pengikut-pengikut beliau; “…Dan cukuplah Allah sebagai saksi. Muhammad itu adalah utusan Allah…” (QS. 48:28-29)

Sudah menjadi suatu aturan yang disepakati di antara Rijal-Allah ( Para Kekasih Allah) bahwa keragaman jalan ini adalah tema dandana, (maksudnya kira-kira “diperuntukkan bagi”) mereka yang belum terhubungkan (mereka yang belum mencapai akhir perjalanan, mereka yang belum mendapatkan ‘amanat’-nya), sementara mereka yang telah mawsul (“sampai”) semua berada pada satu jalan dan dalam satu lingkaran dan mereka saling mengetahui dan mencintai satu sama lain. Mereka akan berada di mimbar-mimbar cahaya di Hari Kebangkitan. Karena itu, kita, para Murid dari jalan-jalan (Turuq, jamak dari Tariqah) itu mestilah pula saling mengetahui, mengenal dan mencintai satu sama lain demi keridhaan Allah dan Nabi-Nya serta para Kekasih-Nya agar diri kita mampu memasuki cahaya penuh barakah tersebut dan masuk dalam lingkaran tertinggi dari suhba (persahabatan) dan jama’ah, jauh dari furqa (perpecahan) dan keangkuhan.

Sebagaimana Allah Ta’ala berfriman: “Yaa Ayyuha l-ladziina aamanu t-taqu ul-laaha wa kuunuu ma’as sadiqiin” “Waha orang-orang beriman takutlah kalian akan Allah dan tetaplah berada [dalam persahabatan dan kesetiaan] dengan orang-orang yang Benar (Siddiqiin)!”; dan Nabi Suci kita sall-Allahu ‘alayhi wasallam bersabda: “Aku memerintahkan pada kalian untuk memgikuti sahabat-sahabatku dan mereka yang mengikutinya (tabi’in, penerj.), kemudian mereka yang mengikutinya (tabi’it tabi’in, penerj.); setelah itu, kebohongan akan merajalela…Tapi kalian mestilah tetap berada pada Jama’ah dan berhati-hatilah dari perpecahan!”

Jama’ah inilah yang dilukiskan dalam suatu hadits mutawatir (diriwayatkan banyak orang, penerj.): Ia yang dikehendaki Allah untuk beroleh kebajikan besar, akan Ia S.W.T karuniakan padanya pemahaman yang benar (haqq) dalam Agama. Aku (mengacu pada Nabi sall-Allahu ‘alayhi wasallam, penerj.) hanyalah membagikan dan adalah Allah yang mengkaruniakan! Kelompok itu akan tetap menjaga Perintah dan Aturan Allah, tak akan terlukai oleh kelompok yang menentang mereka, hingga datangnya Ketetapan Allah.”

Ya Allah, jadikanlah kami selalu bersyukur atas apa yang telah Kau karuniakan dan yang telah Rasul-Mu dan Habib-Mu bagikan!

Aku mendengar Mawlana Syaikh Nazim berkata beberapa kali atas nama guru beliau, Sultan al-Awliya’ Mawlana as-Syaikh ‘Abd Allah ibn Muhammad ‘Ali ibn Husayn al-Fa’iz ad-Daghestani tsumma asy-Syami as-Salihi (ca. 1294-1393 H) [1] :
Dari Syaikh Sharaf ud-Din Zayn al-‘Abidin ad-Daghestani ar-Rashadi (wafat 1354 H)
dari paman maternal (dari sisi ibu) beliau, Syaikh Abu Muhammad al-Madani ad Daghistani al-Rashadi [2], dari Syaikh Abu Muhammad Abu Ahmad Hajj ‘Abd ar-Rahman Effendi Ad-Daghistani ats-Tsughuri (wafat 1299 H) [3], dari Syaikh Jamal ud-Din Effendi al-Ghazi al-Ghumuqi al-Husayni (wafat 1292 H) [4], juga (keduanya baik ats-Tsughuri maupun al-Ghumuqi) dari Muhammad Effendi ibn Ishaq al-Yaraghi al-Kawrali (wafat 1260 H) [5], dari Khass Muhammad Effendi as-Shirwani ad-Daghestani (wafat 1254 H) [6], dari Syaikh Diya’uddin Isma’il Effendi Dzabih Allah al-Qafqazi as-Shirwani al-Kurdamiri ad-Daghestani (wafat ), dari Syaikh Isma’il al-Anarani (wafat 1242 H), dari Mawlana Diya’uddin Khalid Dzul-Janahayn ibn Ahmad ibn Husayn as-Shahrazuri al-Sulaymani al-Baghdadi al-Dimashqi an-Naqshbandi al-‘Utsmani ibn ‘Utsman ibn ‘Affan Dzun-Nurayn (1190-1242 H) dengan rantai isnadnya yang masyhur hingga Shah Naqshband Muhammad ibn Muhammad al-Uwaysi al-Bukhari yang berkata:
“Tariqah kami adalah SUHBAH (persahabatan) dan kebaikannya adalah dalam JAMA’AH (kelompok)”

Semoga Allah meridhoi diri mereka semuanya, merahmati mereka, dan mengaruniakan pahala-Nya bagi mereka, dan memberikan manfaat bagi kita lewat mereka melalui telinga kita, kalbu-kalbu kita, dan keseluruhan wujud diri kita, Amin!

Beberapa kritik dari “Calon Sufi” atas Tariqah Haqqani mengatakan atas tariqah kita dengan apa yang mereka sebut sebagai “kurang dalam sisi ilmu”. Seorang Sufi yang teliti akan menjadi orang terakhir yang mengatakan kritik yang menyesatkan seperti itu! Semestinya mereka menjadi orang-orang pertama yang mengetahui bahwa ilmu, sebagai ilmu saja, tidak hanya tanpa manfaat, tapi juga dapat menjadi perangkap mematikan yang mengarah kepada kebanggaan syaithaniyyah. Tak ada maaf baik bagi ia yang sombong dengan ilmunya, maupun ia yang bodoh; hanya Sufi yang penuh cinta, ketulusan, serta bertaubat-lah, walau memiliki kekurangan dalam ilmu dan adabnya, yang lebih dekat pada Allah Ta’ala dan pada Mak’rifatullah (pengenalan akan Allah) daripada seorang Sufi berilmu yang menyimpan dalam kalbunya kebanggaan sekalipun hanya setitik debu. Semoga Allah melindungi diri kalian dan diri kami!

Ibrahim al-Khawwass berkata bahwa ilmu (pengetahuan) bukanlah untuk mengetahui banyak hal, tapi untuk menaati Sunnah dan mengamalkan apa yang diketahui sekalipun itu hanya sedikit. Imam Malik berkata bahwa ilmu bukanlah untuk mengetahui banyak hal, tapi ia adalah cahaya Allah yang Ia timpakan pada hati. Imam as-Syafi’I berkata bahwa ilmu bukanlah untuk mengetahui bukti dan dalil, melainkan untuk mengetahui apa yang bermanfaat.

Dan ketika seseorang berkata tentang Ma’ruf al-Karkhi (murid dari Dawud at-Ta’i, yang murid dari Habib ‘Ajami, murid dari Hasan al-Bashri; guru dari Sari as-Saqati, guru dari Sayyid Taifa Junayd al-Baghdadi), “Dia bukanlah seseorang yang amat alim (berilmu),” Imam Ahmad pun berkata, “Mah! Semoga Allah mengampunimu! Adakah hal lain yang dimaksudkan oleh Ilmu selain dari apa yang telah dicapai oleh Ma’ruf?!”

Kritik lain berisi keberatan atas Rabitah atau “Ikatan”, suatu karakteristik khusus dari Tariqah Naqshbandi. Lebih jelasnya, mereka yang mengkritik rabitah ini berkeberatan atas unsur tasawwur atau “Penggambaran” dalam Rabita yang meminta Murid untuk menggambarkan citra sang Syaikh dalam hatinya di permulaan maupun selama dzikir. Tapi Allah Ta’ala telah berfirman, “ Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” [33:21] dan Ia S.W.T. berfirman pula, “Dan masuklah ke rumah-rumah itu dari pintu-pintunya; “[2:189] dan karena itulah kita datang kepada Nabi sall-Allahu ‘alaihi wasalla melalui as-Siddiq radiy-Allahu ‘anhu, dan datang kepada yang terakhir ini melalui Salman radiy-Allahu ‘anhu, dan masuk kepada yang terakhir ini melalui Qasim radiy-Allahu ‘anhu, dan kepada yang terakhir ini melalui Sayyid Ja’far ‘alaihissalam, dan seterusnya. Karena “Ulama adalah pewaris para Nabi", dapat dipahami bahwa sang Mursyid adalah teladan kita akan teladan dari Nabi tersebut (di ayat 33:21 di atas, penerj.) dan ia (sang Mursyid) mestilah seseorang di antara mereka yang atas mereka, Nabi sall-Allahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Jika kalian melihat mereka, kalian ingat akan Allah!” Hadits ini diriwayatkan dari Ibn ‘Abbas , Asma’ bint Zayd, dan Anas (semoga Allah ridha atas diri mereka semua), juga dari Tabi’in Sa’id ibn Jubayr, ‘Abd al-Rahman ibn Ghanam, dan Muslim ibn Subayh.

Beberapa orang memprotes terhadap konsep fana’ sang Murid dalam diri Syaikh, atau fana’ fis-Syaikh. Mereka berkata, “Syaikhmu hanyalah seorang manusia; jadikanlah fana’mu pada diri Rasulullah!” Tapi, adalah salah untuk menyamakan sang Syaikh pembimbing sama seperti yang lain. Syaikh Ahmad Sirhindi berkata – qaddas-Allahu sirrahu: “Ketahuilah bahwa melakukan perjalanan (suluk) pada Tariqah yang paling Mulia ini adalah dengan ikatan (rabitah) dan cinta pada Syaikh yang kita ikuti. Syaikh seperti itulah yang berjalan di Jalan ini dengan keteguhan (istiqamah), dan ia tercelupi (insabagha) dengan segenap macam kesempurnaan melalui kekuatan daya tarik Ilahiah (jadzbah). Pandangannya menyembuhkan penyakit-penyakit hati dan konsentrasinya atau pemusatan pikirannya (tawajjuh) mengangkat habis cacat-cacat ruhani.

Pemilik dari kesempurnaan-kesempurnaan ini adalah Imam dari zaman ini dan Khalifah pada waktu itu sehingga ikatan kita (padanya) adalah (melalui) cinta, dan hubungan (nisba) kita dengannya adalah pencerminan dan pencelupan diri, tak peduli apakah diri kita dekat atau jauh (secara fisik darinya). Hingga kemudian sang murid akan tercelupkan dalam Jalan ini melalui ikatan cintanya pada sang Syaikh, jam demi jam, dan tercerahkan oleh pantulan cahaya-cahayanya. Dalam pola seperti ini, pengetahuan akan proses bukanlah suatu prasyarat untuk memberi atau menerima manfaat. Buah semangka matang oleh panas Sang Surya jam demi jam dan menghangat dengan berlalunya hari… Sang Semangka semakin matang, namun pengetahuan macam apakah yang dimiliki sang semangka akan proses ini? Apakah sang Surya bahkan mengetahui bahwa dirinya tengah mematangkan dan menghangatkan sang Semangka? Sebagaimana disebutkan di atas, berkeberatan atas konsep fana’ fis-Syaikh adalah berarti pula berkeberatan akan cinta pada sang Syaikh. Kita semua memiliki keinginan dan tujuan untuk mencintai Syaikh kita dan mengetahui bahwa ia-lah objek yang paling patut menerima cinta dan hormat kita di dunia ini.

Sebagaimana sang penyair berpuisi:

Atas kesetiaan padamu yang suci dan tuluslah, aku mengatakan:
Cinta atasmu terpahat dalam kalbu dari kalbu-kalbuku,
Sebagai suatu ukiran yang dalam [NAQSH], suatu prasasti kuno.
Tak kumiliki lagi kehendak [IRADA] apa pun, selain cintamu,
Tak pula dapat kuucapkan apa pun padamu, selain "aku cinta padamu".

Tentang hal ini, Mawlana berkata pada suatu kesempatan baru-baru ini: “Kita telah diperintahkan untuk mencintai orang-orang suci. Mereka adalah para Nabi, dan setelah para Nabi, adalah para pewaris mereka, Awliya’. Kita telah diperintahkan untuk beriman pada para Nabi, dan iman memberikan pada diri kita Cinta. Cinta membuat manusia untuk mengikuti ia yang dicintai. ITTIBA’ bermakna untuk mencintai dan mengikuti, sementara ITA’AT bermakna [hanya] untuk mengikuti. Seseorang yang taat mungkin taat karena paksaan atau karena cinta, tapi tidaklah selalu karena cinta.”

“Nah, Allah Ta’ala menginginkan hamba-hamba-Nya untuk mencintai-Nya. Dan para hamba tidaklah mampu menggapai secara langsung cinta atas Tuhan mereka. Karena itulah, Allah Ta’ala mengutus, sebagai utusan dari Diri-Nya, para Nabi yang mewakili-Nya di antara para hamba-Nya. Dan setiap orang yang mencintai Awliya’ dan Anbiya’, melalui Awliya’ akan menggapai cinta para Nabi. Dan melalui cinta para Nabi, kalian akan menggapai cinta Allah Ta’ala.”

“Karena itu, tanpa cinta, seseorang tak mungkin dapat menjadi orang yang dicintai dalam Hadirat Ilahi. Jika kalian tak memberikan cinta kalian, bagaimana Allah Ta’ala akan mencintai kalian?” “Namun manusia kini sudah seperti kayu, yang kering, kayu kering, mereka menyangkal cinta. Mereka adalah orang-orang yang kering – tak ada kehidupan! Suatu pohon, dengan cinta, terbuka, bersemi dan berbunga di kala musim semi. Tapi kayu yang telah kering, bahkan seandainya tujuh puluh kali musim semi mendatanginya, tak akan pernah terbuka. Cinta membuat alam ini terbuka dan memberikan buah-buahannya, memberikan keindahannya bagi manusia. Tanpa cinta, ia tak akan pernah terbuka, tak akan pernah berbunga, tak akan pernah memberikan buahnya.”

“Jadi Cinta adalah pilar utama paling penting dari iman. Tanpa cinta, tak akan ada iman. Saya dapat berbicara tentang hal ini hingga tahun depan, tapi kalian harus mengerti, dari setetes, sebuah samudera!” (akhir suhbat Mawlana).

Dengan dan melalui Mawlana, Allah telah membuat segala macam hal yang sulit menjadi mudah. Kita amat bersyukur mengetahui beliau karena beliaulah jalan pintas bagi kita menuju nur/cahaya dalam Agama ini. Nur ini adalah tujuan dan sasaran dari setiap orang yang waras. Nur dan cahaya inilah yang dilukiskan dalam ayat yang Agung, “Allah menganugerahkan al hikmah (kefahaman yang dalam tentang Al Qur'an dan As Sunnah) kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barangsiapa yang dianugerahi hikmah, ia benar-benar telah dianugerahi karunia yang banyak. Dan hanya orang-orang yang berakal-lah yang dapat mengambil pelajaran (dari firman Allah).” [2:269] Semoga Allah SWT mengaruniakan bagi diri kita hikmah ini dan menjaga diri kita pada Jalan yang telah Ia perintahkan dan Ia sukai bagi diri kita! Semoga Allah mengaruniakan pada Mawlana umur panjang dalam kesehatan dan mengaruniakan pada diri kita tingkatan (maqam) Murid yang Sejati demi kehormatan dari Ia yang paling terhormat, Nabi Muhammad sall-Allahu ‘alayhi wasallam!

Catatan:
[1] Ada beberapa variasi pendapat tentang tahun lahir Mawlana as-Syaikh ‘Abd Allah, berkisar dari 1284 H (dalam kitab at-Tariqah an-Naqshbandiyya, karangan Muhammad Darniqa) hingga 1294 H menurut murid tertua Syaikh ‘Abdullah, Mawlana as-Syaikh Husayn (dalam kitab at-Tariqat an-Naqshbandiyya al-Khalidiyya ad-Daghistaniyya, karangan Ustadz Muhammad ‘Ali ibn as-Syaikh Husayn) hinga 1303 H dalam kitab al-Futuhat al-Haqqaniyya, karangan Syaikh ‘Adnan Kabbani hingga 1309 H dalam buku The Naqshbandi Sufi Way, karangan Syaikh Hisham Kabbani.
[2] Beliau menerima pula Tariqah Qadiri dari Syaikh Ibrahim al-Qadiri (demikian pula Syaikh Jamaluddin) yang dengan bimbingannya, beliau memulai suluknya hingga Syaikh Ibrahim menyuruhnya ke Syaikh ats-Tsughuri, lihat ‘Ali, Tariqah Naqshbandiyya (halaman 229).
[3] lihat Hadaya al-Zaman fi Tabaqat al-Khawajagan an-Naqshbandiyya (halaman 375) karangan Shu’ayb ibn Idris al-Bakini. Beliau mengambil pula dari al-Yaraghi, lihat Sullam al-Wusul karangan Ilyas al-Zadqari, sebagaimana dikuti di Hadaya (halaman 378).
[4] lihat Hadaya, al-Bakini (halaman 396). Beliau menerima Tariqa Qadiri dari Syaikh Ibrahim al-Qadiri dan memperkenalkan dzikir jahr dalam cabang Daghistani dari Naqshbandiyya melalui ijazah tersebut, lihat al-Bakini, Hadaya (halaman 396); ‘Ali, Tariqa Naqshbandiyya (halaman 229).
[5] dan bukannya 1254 H, sebagaimana secara salah disebutkan di beberapa sumber. Koreksi ini dari ‘Ali, Tariqa Naqshbandiyya (halaman 214). Muhammad al-Yaraghi juga mengambil secara langsung dari Syaikh Isma’il as-Shirwani, lihat al-Bakini, Hadaya (hal. 350-351).
[6] dari Shirwan di masa sekarang di Azerbaijan. Beliau wafat di Damascus dan dimakamkan di Jabal Qasyoun, di samping Mawlana Khalid dan Mawlana Isma’il al-Anarani yang merupakan penerus pertama Mawlana Khalid, yang wafat tujuhbelas hari setelah wafatnya Mawlana Khalid, keduanya karena wabah – semoga Allah merahmati mereka semua dan seluruh Syuhada’-Nya.

kehancuran sunnah pada saat sekarang

Maha Suci Allah Yang Maha Menguasai setiap sudut Angkasa Raya semesta yang Tunggal adalah milik Nya, Maha Suci Allah Yang Maha Tunggal menghamparkan Jagad Raya dengan kemegahan dan kesempurnaan, Maha Suci Allah Yang Maha Abadi dalam Kesempurnaan dan Keindahan Nya,Segala Puji Bagi Allah Yang Menyemarakkan Angkasa Raya dengan cahaya Keagungan Nya, Segala Puji Bagi Allah Yang Menampilkan keajaiban ciptaan Nya di segenap langit dan bumi, Allah.. Nama Yang Maha Abadi dan Tunggal dalam Kekuasaan, Allah.. Nama Yang Maha Abadi dan Tunggal dalam Menentukan, Gema kewibawaan Nya menundukkan seluruh Alam Semesta, ketika kekuatan Nya ditampilkan Nya maka runtuhlah benteng kekuatan hamba Nya, direnggut Nya kekuasaan Raja penguasa dengan kematian.., mereka terenggut dari singgasana mulia untuk berlutut ketakutan mempertanggungjawabkan setiap nafasnya,

Telah Kuciptakan engkau dari ketiadaan, kutumbuhkan sel dirimu pada tubuh ayahmu, lalu kubenamkan sel dirimu di rahim ibumu, lalu Aku Mengasuhmu siang dan malam di rahim ibumu dalam kesendirian, hingga terangkailah 40 hari sebagai air mani, 40 hari kemudian sebagai gumpalan darah, 40 hari kemudian menjadi gumpalan daging, 40 hari kemudian kupecah-pecah bentuk tubuhmu dengan panca indera, lalu kuhembuskan padamu ruh.. (rujuk shahih Bukhari hadits no.3036, 3154, 6221, 7016).

Lalu kubuat kau lahir ke muka bumiku, hidup, makan dan minum dari rizki yang kuciptakan, engkau bertebaran diatas bumiku, kusiapkan untukmu nafkahmu, ayah ibu yang menyayangimu, teman-teman yang menemanimu, pohon-pohon yang menaungimu, kubuat kau melihat dan mendengar, kuciptakan dua kaki agar kau bisa berjalan, kujadikan milyaran sel tubuhmu taat pada keinginanmu…

Akan datang waktu Aku akan memanggilmu, Kuperintah Kau untuk menghadap Ku dengan perintah yang tak mampu kau tolak, kau harus berpisah dengan penglihatanmu, pendengaranmu, hartamu, kerabatmu, kehidupanmu, karena itu semua memang bukan milikmu, itu semua adalah Milik Ku, dan dirimu pun sepenuhnya adalah Milik Ku..

“Apakah manusia tidak memandang bahwa sungguh kami menciptakannya dari air mani, maka kemudian ia hidup dan mendebat (menentang dan membangkang) pada kami” (QS Yaasiin 77). “Sungguh mereka melihatnya jauh (hari kiamat) dan kami melihatnya (hari kiamat) sangat dekat, hari dimana langit luluh mencair, dan jadilah gunung-gunung bagai debu berserakan, maka saat itu para bunda yang mengasuh bayinya tak lagi memperdulikan bayi yang diasuhnya, ketika diperlihatkan atas mereka, hari saat para pendosa bermaksud menukar azab dengan anak-anaknya, atau menukar azab itu dengan suami atau istrinya, atau dengan kelompok teman-temannya yang dahulu bersamanya, atau menukar azab dengan seluruh penduduk di bumi asal ia selamat sendiri, sungguh itu sia-sia.., namun itulah Api yang bergejolak, (Api yang demikian dahsyatnya) Mencerai beraikan tulang rusuk satu sama lain, Bergemuruh memanggil mereka yang berbuat jahat dan berpaling dari kebenaran, (QS Alma’arij 1-17).

Saudara-saudaraku yang kumuliakan, sungguh musuh-musuh islam terus mengobarkan api kegelapan yang menghanguskan sunnah Muhammad saw, alangkah mengejutkannya ketika justru dirimu terlibat dalam penghancuran sunnah Nabi kita saw, kita jadikan bibir ini terlibat menghancurkan sunnah Nabi kita saw, kita jadikan akal logika kita untuk merubuhkan sunnah Nabi kita saw, Saudara-saudaraku yang kumuliakan, sungguh Poligami adalah salah satu dari ajaran Nabi Kita Muhammad saw, dan telah berjaya diatas ummat ini berabad-abad lamanya, namun hari-hari ini muncullah musuh-musuh islam yang mengobarkan api itu, maka kitapun bermunculan pula untuk mendukung mereka menghancurkan ajaran Nabi kita saw, Tak ada ikhtilaf oleh seluruh Ulama, Muhaddistin, para Imam, sahabat, yang punya satu pendapatpun melarang poligami, hanya muncul di zaman kita ini yang mengingkari ajaran Nabi kita saw, Poligami diperbolehkan tanpa syarat apapun selain syarat akad nikah biasa..,

Sungguh.. kita ini diperintahkan menyembah Allah dan bukan menyembah logika, apakah kita harus menjadikan hukum Nya itu dibawah logika kita?, kita tak perlu menjadikan hikmah yang tersimpan dalam poligami atau sunnah lainnya sebagai syarat untuk membenarkannya, lalu bila hikmahnya belum kita temukan maka kita kufur dan menolaknya, kita menyembah Nya dan sungguh Dzat Nya swt tak terpecahkan oleh Logika, karena yang paling gaib adalah Dia swt, maka bila kita menolak hukum hanya karena tak masuk akal, maka kita sudah menentang Nya, menyembah akal kita dan tidak beriman kepada Nya dan tidak pula mengakui Muhammad saw sebagai utusan Nya, karena ada hal yang kita akui merupakan kesalahan dari ajaran sang Nabi saw,

Sungguh.. Poligami ini menjadi momok yang mengerikan bagi kaum istri, mengapa?, bukankah Allah Yang Maha menentukan segala-galanya, dan selama ini semua orang tahu bahwa poligami adalah boleh dalam islam, namun barangkali tidak 1 dari 1000 suami yang melakukan poligami walaupun itu diperbolehkan, lalu apa yang mereka risaukan?, seakan mereka sudah tidak punya tuhan untuk dijadikan sandaran perlindungan, Betul, banyak kaum istri yang belum mampu bersabar dalam hal ini, namun belum mampu bukanlah menginkari, sama halnya dengan orang yang tak punya uang untuk Umrah dan haji yang sunnah (sudah melakukan yang wajibnya), maka apakah kita mengatakan haji sunnah itu batil dan dilarang?, apa hak kita mengatakan batil pada sunnah Nabi saw?, jauh beda antara yang tidak mampu dengan yang mengingkari,

Betul.. poligami banyak diselewengkan oleh para suami, hingga dijadikan alat pengumbar syahwat, merebut kekayaan, menyombongkan diri, berkhianat pada istri, dan contoh lainnya, dan banyak pula diselewengkan oleh istri muda untuk merebut harta atau lainnya, namun itu semua adalah oknum, dan penyelewengan itu terjadi dalam segala hal dan bukan hanya dalam poligami, contohnya dalam pernikahan monogami pun demikian, banyak terdapat penyelewengan dalam pernikahan yang demi keduniawian atau demi kelicikan, atau demi syahwat dan lainnya, demikian pula pada shalat, bisa saja diselewengkan dengan untuk mencari perhatian misalnya, atau agar dianggap shalih, atau lainnya, demikian pula puasa, haji, zakat dan lainnya, penyelewengan mestilah ada, dan penyelewengan oknum tak dapat menafikan (menghapuskan) suatu ajaran syariah, kesalahan adalah pada oknum dan bukan pada hukum,

Tak mustahil sebentar lagi akan bermunculan pula pendapat mengingkari hal-hal yang fardhu, tak mustahil pula pendapat kelak mengingkari puasa, kenapa harus menahan lapar?, atau mengingkari haji, kenapa harus tawaf dan sa’i?, kenapa harus melempar batu di Mina dengan 7 batu selama 3 hari berturut-turut..?, kenapa harus berpanas-panas terik berdesak-desakan bahkan bisa mati terinjak injak hanya sekedar untuk melempar batu-batu kerikil?, bukankah ini merusak kulit?, bisa pula tertular wabah batuk, atau penyakit-penyakit yang dibawa dari seluruh dunia..?, akhirnya kita akan terjebak pada puncak kekufuran, yaitu.. : kenapa aku menyembah sesuatu yang tak terlihat.., tak terdengar, tak terasa, kenapa harus menyembunyikan diri Nya, kenapa tak tunjukkan..?

Maka jadilah logika kita menjadi tuhan kita, runtuhlah seluruh kemuliaan iman dan tauhid dari sanubari kita, sirnalah seluruh amal ibadah kita, dalam jurang kemurtadan yang menuju kehinaan yang abadi.. diawali dari hembusan penolakan pada Poligami, yang kita turut berperan serta untuk menghancurkan sunnah Nabi saw, ketika dipadang Mahsyar kelak.., ketika terdengar seruan.., Fulan bin fulan maju kehadapan Allah..!, maka satu wajah tertunduk maju.. maka Allah swt berkata : Engkau.., Engkau.., Engkau kah yang terlibat menghancurkan sunnah Nabi Ku?, Engkau… Engkau.. engkau kah yang turut mencari 1000 dalil agar sunnah Nabi Ku diubah..?

Saudaraku, adakah kau calonkan dirimu sebagai pengkhianat Nabimu?, Naudzubillah dari hal ini.., saudara-saudaraku bangkitlah.., saudari-saudariku bangunlah.. bela sunnah Nabimu, mereka sedang menghanguskan bendera sunnah Nabimu saw, mereka menginjak panji sunnahnya saw, siapa mereka?, mereka saudara-saudaramu, kerabatmu, tetanggamu, teman-temanmu.. Saudaraku bangkitlah.. jangan berpangku tangan atas penghinaan pada sunnah Nabimu saw, tunjukkan baktimu pada nabi kita saw.

Katakanlah : “AKU MENCINTAI SUNNAH NABIKU MUHAMMAD SAW, WALAUPUN SELURUH BARAT DAN TIMUR MENGANGGAPNYA BURUK, DIMATAKU TETAP SUNNAH NABIKU JAUH LEBIH AGUNG DIATAS SEMILYAR LOGIKA KUFFAR..! AKU BERIDOLAKAN NABIKU MUHAMMAD SAW, DAN BAGIKU SEMUA SUNNAH NYA INDAH, DAN TAK ADA YANG LEBIH INDAH DIMATAKU SELAIN SUNNAH NABIKU SAW..!",

Dan ketika namamu terpanggil bertemu dengan nabimu Muhammad saw, jelanglah wajahnya dengan gembira, katakanlah : “WAHAI KEKASIHKU, WAHAI NABIKU, WAHAI KEBANGGAANKU, AKU DIKELOMPOK PEMBELA SUNNAHMU SAAT BANYAK ORANG MENGINKARINYA..!”

Sabda Rasulullah saw : “Barangsiapa yang bepaling dari sunnahku maka ia bukan dari golonganku” (shahih Bukhari hadits no. 4776, shahih Muslim hadits no.1401), “Barangsiapa yang menghidupkan sunnahku maka sungguh ia mencintaiku, dan yang mencintaiku akan bersamaku di sorga” (HR Tirmidziy) “Barangsiapa yang berpegang pada sunnahku dimasa rusaknya ummatku, maka baginya pahala 100 orang yang mati syahid” (Azzuhdulkabir hadits no.207).

Dalam kegelapan di lobang kubur yang panas dan sempit terdengarlah rintihan memelas… Gusti… kasihanilah aku.. yang telah lancang menolak kemuliaan-kemuliaan yang diajarkan Nabi Mu saw.. Gusti… adakah kesalahan lebih besar kuperbuat daripada menentang sunnah Nabi Mu.. Gusti… aku telah berani mengangkat akalku diatas hukum Mu dan menganggap buruk apa-apa yang kau muliakan, Gusti… ada apakah pada diriku ini.. Gusti.. hanya engkaulah yang memiliki diriku sepenuhnya, maafkan hamba, kasihani hamba..

“Mereka beriman kepada Rasul dengan apa-apa yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya dan juga orang-orang mukmin, kesemuanya beriman kepada Allah dan malaikat-malaikat Nya, kitab-kitab Nya, dan Rasul-Rasul Nya, (mereka berkata), kami tidak membeda-bedakan (mendustakan) diantara Rasul-Rasul Nya, dan mereka berkata : Kami dengar maka kami taat, maka pengampunan Mu wahai Tuhan Kami dan hanya kepada Mu lah kami kembali, tiadalah Allah memaksa seseorang kecuali menurut kemampuannya, maka baginya pahala semua yang ia kerjakan dan baginya dosa yang dikerjakannya, Wahai Tuhan Kami Jangan Kau siksa kami bila kami lupa atau kami salah, Wahai Tuhan Kami jangan Kau bebani kami beban berat sebagai beban yang telah kau bebankan pada mereka yang sebelum kami, Wahai Tuhan Kami janganlah kau bebani kami apa-apa yang kami tak mampu menanggungnya, maafkanlah kami, ampunilah kami, kasihanilah kami, Engkaulah Tuan kami, maka tolonglah kami atas orang-orang kafir (QS Albaqarah 285-286).

10 muharram

786
Segala puji bagi Allah Tuhan Sekalian alam. Selawat dan salam ke atas junjungan besar Nabi Muhammad saw..

10Muharram, atau hari assyura.

Maksudnya : "Daripada Abdullah bin Sa`id bin Jubair daripada ayahnya daripada Ibnu `Abbas Radhiallahu `anhuma katanya : "Nabi Sallallahu `alaihi wasallam datang di Madinah lalu melihat kaum Yahudi berpuasa pada hari `Asyûrâ. Baginda Sallallahu `alaihi wasallam kemudian bertanya : "Apakah ini ?" Mereka menjawab : "Hari ini adalah hari baik. Inilah hari yang pada saat dahulu Allah telah menyelamatkan Bani Isra'il (umat Yahudi) daripada musuh mereka. Oleh sebab itu Nabi Musa `alaihissalam berpuasa pada hari ini. Nabi Sallallahu `alaihi wasallam bersabda : "Aku adalah lebih berhak untuk menghormati Nabi Musa `Alaihissalam daripada anda sekalian. Selanjutnya Baginda Sallallahu `alaihi wasallam berpuasa pada hari Âsyûrâ itu dan menyuruh para sahabatnya agar mereka juga berpuasa pada hari tersebut."
(Hadis riwayat Bukhari)

Kita digalakkan untuk berpuasa kerana kita merasakan, sebagai umat terbaik, adalah selayaknya kita meraikan hari assyura atau 10 Muharram ini. Kita boleh berbangga dengan bermacam hari sambutan ,valentine day, national day., tp jarang benar kita berbangga dgn hari kebesaran islam. Jadi andai benar kita mengakur sbagai seorang islam, adakan kita benar2 telah meraikan hari2 kebesaran islam.

Kesempatan ini, yg masih lagi dlm bulan Muharram, sama2 kita jejaki sirah rasul.
Dalam keadaan kepayahan utk menggerakkan islam, ditindas utk melakukan amal ibadah secara terang-terangan, lantaran itu, ALlah telah memberi perintah kepada rasul tercinta agar, berhijrah. Dan semestinya hijrah itu bukanlah perkara mudah, di bawah terik mentari yg membakar, di kawasan padang pasir yg cukup gersang, dengan keadaan haus yg teramat, dan tanpa kenderaan melainkan unta, beramai-ramai para sahabat utk ke kota madinah, menyebarkan Islam yg satu, mencari hakikat cinta Allah yg sebenar..Masya ALlah cukup yakin mereka dgn janji ALlah.

Bayangkan saja perjalanan kita ke kampung, mudah.Ada pengangkutan awam, berhawa dingin lagi, kita hanya perlu beli tiket, bayar tiket, naik bas, dan kroh..kroh..kroh.. dah sampai. Terlau mudah..

Betapa hijrah rasul terlalu penting kepada kita, jika tidak, masakan mampu kita masih lagi di bawah ramat ALlah, masih lagi diberi kesempatan aku bersaksi tiada tuhan yg disembah melainkan Allah, dan nabi Muhammad pesuruh ALlah. Subhanallah

Dan masih diberi kesempatan utk menyambut hari Assyura.
Hari dimana kemenangan diberi kepada Nabi Musa ke atas Firaun..
Labtaran itu, sememangnya lah ita, layak merayakan hari As SYURA...

mari teman, kita hayati sirah nabi..
Kita contohi akhlahnya...

Friday, January 26, 2007

Kisah sahabat Nabi (Saad bin Abi waqqash)

Lelaki Penghuni Surga Diantara dua pilihan, Iman dan Kasih Sayang


Malam telah larut, ketika seorang pemuda bernama Sa’ad bin Abi Waqqash terbangun dari tidurnya. Baru saja ia bermimpi yang sangat mencemaskan. Ia merasa terbenam dalam kegelapan, kerongkongannya terasa sesak, nafasnya terengah-engah, keringatnya bercucuran, keadaan sekelilingnya gelap-gulita. Dalam keadaan yang demikian dahsyat itu, tiba-tiba dia melihat seberkas cahaya dari langit yang terang-benderang. Maka dalam sekejap, berubahlah dunia yang gelap-gulita menjadi terang benderang dengan cahaya tadi. Cahaya itu menyinari seluruh rumah penjuru bumi. Bersaman dengan sinar yang cemerlang itu, Sa’ad bin Abi Waqqash melihat tiga orang lelaki, yang setelah diamati tidak lain adalah Ali bin Abi Thalib r.a., Abu Bakar bin Abi Quhafah dan Zaid bin Haritsh. Sejak ia bermimpi yang demikian itu, mata Sa'ad bin Abi Waqqash tidak mau terpejam lagi. Kini Sa’ad bin Abi Waqqash duduk merenung untuk memikirkan arti mimpi yang baginya sangat aneh. Sampai sinar matahari mulai meninggi, rahasia mimpi yang aneh tersebut masih belum terjawab. Hatinya kini bertanya-tanya, berita apakah gerangan yang hendak saya peroleh. Seperti biasa, di waktu pagi, Sa’ad dan ibunya selalu makan bersama-sama. Dalam menghadapi hidangan pagi ini, Sa’ad lebih banyak berdiam diri. Sa’ad adalah seorang pemuda yang sangat patuh dan taat kepada ibunya. Namun, mimpi semalam dirahasiakannya, tidak diceritakan kepada ibu yang sangat dicintai dan dihormatinya. Sedemikian dalam sayangnya Sa’ad pada ibunya, sehingga seolah-olah cinta Sa’ad hanya untuk ibunya yang telah memelihara dirinya sejak kecil hingga dewasa dengan penuh kelembutan dan berbagai pengorbanan. Pekerjan Sa’ad adalah membuat tombak dan lembing yang diruncingkan untuk dijual kepada pemuda-pemuda Makkah yang senang berburu, meskipun ibunya terkadang melarangnya melakukan usaha ini. Ibu Sa’ad yang bernama Hamnah binti Suyan bin Abu Umayyah adalah seorang wanita hartawan keturunan bangsawan Quraisy, yang memiliki wajah cantik dan anggun. Disamping itu, Hamnah juga seorang wanita yang terkenal cerdik dan memiliki pandangan yang jauh. Hamnah sangat setia kepada agama nenek moyangnya, yaitu penyembah berhala. Pada suatu hari tabir mimpi Sa'ad mulai terbuka, ketika Abu Bakar mendatangi Sa'ad di tempat pekerjaannya dengan membawa berita dari langit tentang diutusnya Muhammad Saw, sebagai Rasul Allah. Ketika Sa’ad bertanya, siapakah orang-orang yang telah beriman kepada Muhammad Saw, dijawab oleh Abu Bakar : dirinya sendiri, Ali bin Abi Thalib r.a., dan Zaid bin Haritsh. Muhammad Saw, mengajak manusia menyembah Allah Yang Esa, Pencipta langit dan bumi. Seruan ini telah mengetuk pintu hati Sa’ad untuk menemui Rasul Allah Saw, untuk mengucapkan dua kalimat syahadat. Kalbu Sa'ad telah disinari cahaya iman, meskipun usianya waktu itu baru menginjak tujuh belas tahun. Sa’ad termasuk dalam deretan lelaki pertama yang memeluk Islam selain Ali bin Abi Thalib r.a., Abu Bakar r.a. dan Zaid bin Haritsh. Cahaya agama Allah yang memancar ke dalam kalbu Sa’ad, sudah demikian kuat, meskipun ia mengalami ujian yang tidak ringan dalam memeluk agama Allah ini. Diantara ujian yang dirasa paling berat adalah, karena ibunya yang paling dikasihi dan disayanginya itu tidak rela ketika mengetahui Sa’ad memeluk Islam. Sejak memeluk Islam, Sa'ad telah melaksanakan shalat dengan sembunyi-sembunyi di kamarnya. Sampai pada suatu saat, ketika ia sedang bersujud kepada Allah, secara tidak sengaja, ibu yang belum mendapat hidayah dari Allah ini melihatnya. Dengan nada sedikit marah, Hamnah bertanya : "Sa'ad, apakah yang sedang kau lakukan ?" Rupanya Sa’ad sedang berdialog dengan Tuhannya; ia tampak tenang dan khusyu' sekali. Setelah selesai menunaikan Shalat, ia berbalik menghadap ibunya seraya berkata lembut. "Ibuku sayang, anakmu tadi bersujud kepada Allah Yang Esa, Pencipta langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya. Mendengar jawaban anaknya, sang ibu mulai naik darah dan berkata : "Rupanya engkau telah meninggalkan agama nenek moyang kita, Tuhan Lata, Manata dan Uzza. Ibu tidak rela wahai anakku. Tinggalkanlah agama itu dan kembalilah kepada agama nenek moyang kita yang telah sekian lama kita anut". "Wahai ibu, aku tidak dapat lagi menyekutukan Allah, Dia-lah Dzat Yang Tunggal, tiada yang setara dengan Dia, dan Muhammad adalah utusan Allah untuk seluruh umat manusia," jawab Sa'ad. Kemarahan ibunya semakin menjadi-jadi, karena Sa’ad tetap bersikeras dengan keyakinannya yang baru ini. Oleh karena itu, Hamnah berjanji tak akan makan dan minum sampai Sa’ad kembali taat memeluk agamanya semula. Sehari telah berlalu, ibu ini tetap tidak mau makan dan minum. Hati Sa’ad merintih melihat ibunya, tetapi keyakinanya terlalu mahal untuk dikorbankan. Sa'ad datang membujuk ibunya dengan mengajaknya makan dan minum bersama, tapi ibunya menolak dengan harapan agar Sa’ad kembali kepada agama nenek moyangnya. Kini Sa’ad makan sendirian tanpa ditemani ibunya. Hari keduapun telah berlalu, ibunya tampak letih, wajahnya pucat-pasi dan matanya cekung, ia kelihatan lemah sekali. Tidak ada sedikitpun makanan dan minuman yang dijamahnya. Sa’ad sebagai seorang anak yang mencintai ibunya bertambah sedih dan terharu sekali melihat keadaan Hamnah yang demikian. Malam berikutnya, Sa’ad kembali membujuk ibunya,agar mau makan dan minum. Namun ibunya adalah seorang wanita yang berpendirian keras, ia tetap menolak ajakan Sa’ad untuk makan, bahkan ia kembali merayu Sa’ad agar menuruti perintahnya semula. Tetapi Sa’ad tetap pada pendiriannya, ia tak hendak menjual agama dan keimanannya kepada Allah dengan sesuatupun, sekalipun dengan nyawa ibu yang dicintainya. Imannya telah membara, cintanya kepada Allah dan Rasul-Nya telah sedemikian dalam. Di depan matanya ia menyaksikan keadaan ibunya yang meluluhkan hatinya, namun dari lidahnya keluar kata-kata pasti yang membingungkan lbunya; Demi Allah, ketahuilah wahai ibunda sayang, seandainya ibunda memiliki seratus nyawa lalu ia keluar satu persatu, tidaklah nanda akan meninggalkan agama ini walau ditebus dengan apa pun juga. Maka sekarang, terserah kepada ibunda, apakah ibunda akan makan atau tidak". Kata kepastian yang diucapkan anaknya dengan tegas membuat ibu Sa’ad bin Abi Waqqash tertegun sesaat. Akhirnya ia mulai mengerti dan sadar, bahwa anaknya telah memegang teguh keyakinannya. Untuk menghormati ibunya, Sa’ad kembali mengajaknya untuk makan dengannya, karena ibu ini telah merasakan kelaparan yang amat sangat dan ia telah memaklumi pula bahwa anak yang dicintainya tidak akan mundur setapakpun dari agama yang dianutnya, maka ibu Sa’ad mundur dari pendiriannya dan memenuhi ajakan anaknya untuk makan bersama. Alangkah gembiranya hati Sa’ad bin Abi Waqqash. Ujian iman ternyata dapat diatasinya dengan ketabahan dan memohon pertolongan Allah. Keesokan paginya, Sa’ad pergi menuju ke rumah Nabi Saw. Sewaktu ia berada di tengah majlis Nabi Saw, turunlah firman Allah yang menyokong pendirian Sa’ad bin Abi Wadqash: “Dan Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada ibu-bapaknya, ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah lemah dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua ibu-bapakmu; hanya kepada-Ku-lah tempat kamu kembali. Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan Aku dengan sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu turuti keduanya, dan bergaullah dengan keduanya didunia dengan baik dan ikutilah jalan orang-orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah tempat kembalimu. Maka Kuberitahukan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan". (Q.S. Luqman: 14-15) Demikianlah, keimanan Sa’ad bin Abi Waqqash kepada Allah dan Rasul-Nya telah mendapat keridhaan Ilahi. Al-Qur’an telah mengabadikan peristiwa itu menjadi pedoman buat kaum Muslimin. Terkadang Sa’ad mencucurkan air matanya apabila ia sedang berada di dekat Nabi Saw. Ia adalah seorang sahabat Rasul Allah Saw, yang diterima amal ibadahnya dan diberi nikmat dengan doa Rasul Allah Saw, agar doanya kepada Allah dikabulkan. Apabila Sa'ad bermohon diberi kemenangan oleh Allah pastilah Allah akan mengabulkan doanya. Pada suatu hari, ketika Rasul Allah Saw, sedang duduk bersama para sahabat, tiba-tiba beliau menatap ke langit seolah mendengar bisikan malaikat. Kemudian Rasul kembali menatap kepada sahabatnya dengan berkata : "Sekarang akan ada di hadapan kalian seorang laki-laki dari penduduk surga". Mendengar ucapan Rasul Allah Saw, para sahabat menengok ke kanan dan ke kiri pada setiap arah, untuk melihat siapakah gerangan lelaki berbahagia yang menjadi penduduk surga. Tidak lama berselang datanglah laki-laki yang ditunggu itu, dialah Sa’ad bin Abi Waqqash. Disamping terkenal sebagai anak yang berbakti kepada orang tua, Sa’ad bin Abi Waqash juga terkenal karena keberaniannya dalam peperangan membela agama Allah. Ada dua hal penting yang dikenal orang tentang kesatriaannya. Pertama, Sa’ad adalah orang yang pertama melepaskan anak panah dalam membela agama Allah dan juga orang yang mula-mula terkena anak panah. Dan yang kedua, Sa’ad adalah satu-satunya orang yang dijamin oleh Rasul Saw dengan jaminan kedua orang tua Nabi Saw. Bersabda Nabi Saw, dalam perang Uhud :”Panahlah hai Sa’ad ! Ayah-Ibuku menjadi jaminan bagimu”. Sa’ad bin Abi Waqqash, hampir selalu menyertai Nabi Saw dalam setiap pertempuran. Sejarah mencatat, hari-hari terakhir Panglima Sa’ad bin Abi Waqqash ialah ketika ia memasuki usia delapan puluh tahun. Dalam keadaan sakit Sa’ad bin Abi Waqqash berpesan kepada para sahabatnya, agar ia dikafani dengan Jubah yang digunakannya dalam perang Badr, sebagai perang kemenangan pertama untuk kaum muslimin. Pahlawan perkasa ini telah menghembuskan nafas yang terakhir dengan meningalkan kenangan indah dan nama yang harum. Ia dimakamkan di pemakaman Baqi’, makamnya para Syuhada. (BQ)

Kisah sahabat Nabi (Sa'ad bin Abi waqqash)

Lelaki Penghuni Surga Diantara dua pilihan, Iman dan Kasih Sayang
Malam telah larut, ketika seorang pemuda bernama Sa’ad bin Abi Waqqash terbangun dari tidurnya. Baru saja ia bermimpi yang sangat mencemaskan. Ia merasa terbenam dalam kegelapan, kerongkongannya terasa sesak, nafasnya terengah-engah, keringatnya bercucuran, keadaan sekelilingnya gelap-gulita. Dalam keadaan yang demikian dahsyat itu, tiba-tiba dia melihat seberkas cahaya dari langit yang terang-benderang. Maka dalam sekejap, berubahlah dunia yang gelap-gulita menjadi terang benderang dengan cahaya tadi. Cahaya itu menyinari seluruh rumah penjuru bumi. Bersaman dengan sinar yang cemerlang itu, Sa’ad bin Abi Waqqash melihat tiga orang lelaki, yang setelah diamati tidak lain adalah Ali bin Abi Thalib r.a., Abu Bakar bin Abi Quhafah dan Zaid bin Haritsh. Sejak ia bermimpi yang demikian itu, mata Sa'ad bin Abi Waqqash tidak mau terpejam lagi. Kini Sa’ad bin Abi Waqqash duduk merenung untuk memikirkan arti mimpi yang baginya sangat aneh. Sampai sinar matahari mulai meninggi, rahasia mimpi yang aneh tersebut masih belum terjawab. Hatinya kini bertanya-tanya, berita apakah gerangan yang hendak saya peroleh. Seperti biasa, di waktu pagi, Sa’ad dan ibunya selalu makan bersama-sama. Dalam menghadapi hidangan pagi ini, Sa’ad lebih banyak berdiam diri. Sa’ad adalah seorang pemuda yang sangat patuh dan taat kepada ibunya. Namun, mimpi semalam dirahasiakannya, tidak diceritakan kepada ibu yang sangat dicintai dan dihormatinya. Sedemikian dalam sayangnya Sa’ad pada ibunya, sehingga seolah-olah cinta Sa’ad hanya untuk ibunya yang telah memelihara dirinya sejak kecil hingga dewasa dengan penuh kelembutan dan berbagai pengorbanan. Pekerjan Sa’ad adalah membuat tombak dan lembing yang diruncingkan untuk dijual kepada pemuda-pemuda Makkah yang senang berburu, meskipun ibunya terkadang melarangnya melakukan usaha ini. Ibu Sa’ad yang bernama Hamnah binti Suyan bin Abu Umayyah adalah seorang wanita hartawan keturunan bangsawan Quraisy, yang memiliki wajah cantik dan anggun. Disamping itu, Hamnah juga seorang wanita yang terkenal cerdik dan memiliki pandangan yang jauh. Hamnah sangat setia kepada agama nenek moyangnya, yaitu penyembah berhala. Pada suatu hari tabir mimpi Sa'ad mulai terbuka, ketika Abu Bakar mendatangi Sa'ad di tempat pekerjaannya dengan membawa berita dari langit tentang diutusnya Muhammad Saw, sebagai Rasul Allah. Ketika Sa’ad bertanya, siapakah orang-orang yang telah beriman kepada Muhammad Saw, dijawab oleh Abu Bakar : dirinya sendiri, Ali bin Abi Thalib r.a., dan Zaid bin Haritsh. Muhammad Saw, mengajak manusia menyembah Allah Yang Esa, Pencipta langit dan bumi. Seruan ini telah mengetuk pintu hati Sa’ad untuk menemui Rasul Allah Saw, untuk mengucapkan dua kalimat syahadat. Kalbu Sa'ad telah disinari cahaya iman, meskipun usianya waktu itu baru menginjak tujuh belas tahun. Sa’ad termasuk dalam deretan lelaki pertama yang memeluk Islam selain Ali bin Abi Thalib r.a., Abu Bakar r.a. dan Zaid bin Haritsh. Cahaya agama Allah yang memancar ke dalam kalbu Sa’ad, sudah demikian kuat, meskipun ia mengalami ujian yang tidak ringan dalam memeluk agama Allah ini. Diantara ujian yang dirasa paling berat adalah, karena ibunya yang paling dikasihi dan disayanginya itu tidak rela ketika mengetahui Sa’ad memeluk Islam. Sejak memeluk Islam, Sa'ad telah melaksanakan shalat dengan sembunyi-sembunyi di kamarnya. Sampai pada suatu saat, ketika ia sedang bersujud kepada Allah, secara tidak sengaja, ibu yang belum mendapat hidayah dari Allah ini melihatnya. Dengan nada sedikit marah, Hamnah bertanya : "Sa'ad, apakah yang sedang kau lakukan ?" Rupanya Sa’ad sedang berdialog dengan Tuhannya; ia tampak tenang dan khusyu' sekali. Setelah selesai menunaikan Shalat, ia berbalik menghadap ibunya seraya berkata lembut. "Ibuku sayang, anakmu tadi bersujud kepada Allah Yang Esa, Pencipta langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya. Mendengar jawaban anaknya, sang ibu mulai naik darah dan berkata : "Rupanya engkau telah meninggalkan agama nenek moyang kita, Tuhan Lata, Manata dan Uzza. Ibu tidak rela wahai anakku. Tinggalkanlah agama itu dan kembalilah kepada agama nenek moyang kita yang telah sekian lama kita anut". "Wahai ibu, aku tidak dapat lagi menyekutukan Allah, Dia-lah Dzat Yang Tunggal, tiada yang setara dengan Dia, dan Muhammad adalah utusan Allah untuk seluruh umat manusia," jawab Sa'ad. Kemarahan ibunya semakin menjadi-jadi, karena Sa’ad tetap bersikeras dengan keyakinannya yang baru ini. Oleh karena itu, Hamnah berjanji tak akan makan dan minum sampai Sa’ad kembali taat memeluk agamanya semula. Sehari telah berlalu, ibu ini tetap tidak mau makan dan minum. Hati Sa’ad merintih melihat ibunya, tetapi keyakinanya terlalu mahal untuk dikorbankan. Sa'ad datang membujuk ibunya dengan mengajaknya makan dan minum bersama, tapi ibunya menolak dengan harapan agar Sa’ad kembali kepada agama nenek moyangnya. Kini Sa’ad makan sendirian tanpa ditemani ibunya. Hari keduapun telah berlalu, ibunya tampak letih, wajahnya pucat-pasi dan matanya cekung, ia kelihatan lemah sekali. Tidak ada sedikitpun makanan dan minuman yang dijamahnya. Sa’ad sebagai seorang anak yang mencintai ibunya bertambah sedih dan terharu sekali melihat keadaan Hamnah yang demikian. Malam berikutnya, Sa’ad kembali membujuk ibunya,agar mau makan dan minum. Namun ibunya adalah seorang wanita yang berpendirian keras, ia tetap menolak ajakan Sa’ad untuk makan, bahkan ia kembali merayu Sa’ad agar menuruti perintahnya semula. Tetapi Sa’ad tetap pada pendiriannya, ia tak hendak menjual agama dan keimanannya kepada Allah dengan sesuatupun, sekalipun dengan nyawa ibu yang dicintainya. Imannya telah membara, cintanya kepada Allah dan Rasul-Nya telah sedemikian dalam. Di depan matanya ia menyaksikan keadaan ibunya yang meluluhkan hatinya, namun dari lidahnya keluar kata-kata pasti yang membingungkan lbunya; Demi Allah, ketahuilah wahai ibunda sayang, seandainya ibunda memiliki seratus nyawa lalu ia keluar satu persatu, tidaklah nanda akan meninggalkan agama ini walau ditebus dengan apa pun juga. Maka sekarang, terserah kepada ibunda, apakah ibunda akan makan atau tidak". Kata kepastian yang diucapkan anaknya dengan tegas membuat ibu Sa’ad bin Abi Waqqash tertegun sesaat. Akhirnya ia mulai mengerti dan sadar, bahwa anaknya telah memegang teguh keyakinannya. Untuk menghormati ibunya, Sa’ad kembali mengajaknya untuk makan dengannya, karena ibu ini telah merasakan kelaparan yang amat sangat dan ia telah memaklumi pula bahwa anak yang dicintainya tidak akan mundur setapakpun dari agama yang dianutnya, maka ibu Sa’ad mundur dari pendiriannya dan memenuhi ajakan anaknya untuk makan bersama. Alangkah gembiranya hati Sa’ad bin Abi Waqqash. Ujian iman ternyata dapat diatasinya dengan ketabahan dan memohon pertolongan Allah. Keesokan paginya, Sa’ad pergi menuju ke rumah Nabi Saw. Sewaktu ia berada di tengah majlis Nabi Saw, turunlah firman Allah yang menyokong pendirian Sa’ad bin Abi Wadqash: “Dan Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada ibu-bapaknya, ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah lemah dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua ibu-bapakmu; hanya kepada-Ku-lah tempat kamu kembali. Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan Aku dengan sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu turuti keduanya, dan bergaullah dengan keduanya didunia dengan baik dan ikutilah jalan orang-orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah tempat kembalimu. Maka Kuberitahukan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan". (Q.S. Luqman: 14-15) Demikianlah, keimanan Sa’ad bin Abi Waqqash kepada Allah dan Rasul-Nya telah mendapat keridhaan Ilahi. Al-Qur’an telah mengabadikan peristiwa itu menjadi pedoman buat kaum Muslimin. Terkadang Sa’ad mencucurkan air matanya apabila ia sedang berada di dekat Nabi Saw. Ia adalah seorang sahabat Rasul Allah Saw, yang diterima amal ibadahnya dan diberi nikmat dengan doa Rasul Allah Saw, agar doanya kepada Allah dikabulkan. Apabila Sa'ad bermohon diberi kemenangan oleh Allah pastilah Allah akan mengabulkan doanya. Pada suatu hari, ketika Rasul Allah Saw, sedang duduk bersama para sahabat, tiba-tiba beliau menatap ke langit seolah mendengar bisikan malaikat. Kemudian Rasul kembali menatap kepada sahabatnya dengan berkata : "Sekarang akan ada di hadapan kalian seorang laki-laki dari penduduk surga". Mendengar ucapan Rasul Allah Saw, para sahabat menengok ke kanan dan ke kiri pada setiap arah, untuk melihat siapakah gerangan lelaki berbahagia yang menjadi penduduk surga. Tidak lama berselang datanglah laki-laki yang ditunggu itu, dialah Sa’ad bin Abi Waqqash. Disamping terkenal sebagai anak yang berbakti kepada orang tua, Sa’ad bin Abi Waqash juga terkenal karena keberaniannya dalam peperangan membela agama Allah. Ada dua hal penting yang dikenal orang tentang kesatriaannya. Pertama, Sa’ad adalah orang yang pertama melepaskan anak panah dalam membela agama Allah dan juga orang yang mula-mula terkena anak panah. Dan yang kedua, Sa’ad adalah satu-satunya orang yang dijamin oleh Rasul Saw dengan jaminan kedua orang tua Nabi Saw. Bersabda Nabi Saw, dalam perang Uhud :”Panahlah hai Sa’ad ! Ayah-Ibuku menjadi jaminan bagimu”. Sa’ad bin Abi Waqqash, hampir selalu menyertai Nabi Saw dalam setiap pertempuran. Sejarah mencatat, hari-hari terakhir Panglima Sa’ad bin Abi Waqqash ialah ketika ia memasuki usia delapan puluh tahun. Dalam keadaan sakit Sa’ad bin Abi Waqqash berpesan kepada para sahabatnya, agar ia dikafani dengan Jubah yang digunakannya dalam perang Badr, sebagai perang kemenangan pertama untuk kaum muslimin. Pahlawan perkasa ini telah menghembuskan nafas yang terakhir dengan meningalkan kenangan indah dan nama yang harum. Ia dimakamkan di pemakaman Baqi’, makamnya para Syuhada. (BQ)

Sepenggal riwayat Syekh Bahauddin Naqshbandi (Imam At-thariqah)

Syekh Muhammad Bahauddin An Naqsabandiy Ra. Adalah seorang Wali Qutub dan imam yang masyhur, yang hidup pada tahun 717-791 H di desa Qoshrul ‘Arifan, Bukhara, Rusia. Beliau adalah pendiri Thoriqoh Naqsyabandiyah sebuah thoriqoh yang sangat terkenal dengan pengikut sampai jutaan jama’ah dan tersebar sampai ke Indonesia hingga saat ini.
Syekh Muhammmad Baba as Samasiy adalah guru pertama kali dari Syekh Muhammad Bahauddin Ra. yang telah mengetahui sebelumnya tentang akan lahirnya seseorang yang akan menjadi orang besar, yang mulia dan agung baik disisi Allah Swt. maupun dihadapan sesama manusia di desa Qoshrul Arifan yang tidak lain adalah Syekh Bahauddin.
Di dalam asuhan, didikan dan gemblengan dari Syekh Muhammad Baba inilah Syekh Muhammad Bahauddin mencapai keberhasilan di dalam mendekatkan diri kepada Allah Swt. sampai Syekh Muhammad Baba menganugerahinya sebuah “kopiah wasiat al Azizan” yang membuat cita-citanya untuk lebih dekat dan wusul kepada Allah Swt. semakin meningkat dan bertambah kuat. Hingga pada suatu saat, Syekh Muhammad Bahauddin Ra. melaksanakan sholat lail di Masjid. Dalam salah satu sujudnya hati beliau bergetar dengan getaran yang sangat menyejukkan sampai terasa hadir dihadapan Allah (tadhoru’). Saat itu beliau berdo’a, “Ya Allah berilah aku kekuatan untuk menerima bala’ dan cobaanya mahabbbah (cinta kepada Allah)”.
Setelah subuh, Syekh Muhammad Baba yang memang seorang waliyullah yang kasyaf (mengetahui yang ghoib dan yang akan terjadi) berkata kepada Syekh Bahauddin, “Sebaiknya kamu dalam berdo’a begini, “Ya Allah berilah aku apa saja yang Engkau ridloi”. Karena Allah tidak ridlo jika hamba-Nya terkena bala’ dan kalau memberi cobaan, maka juga memberi kekuatan dan memberikan kepahaman terhadap hikmahnya”. Sejak saat itu Syekh Bahauddin seringkali berdo’a sesuai dengan apa yang diperintahkan oleh Syekh Muhammad baba.
Untuk lebih berhasil dalam pendekatan diri kepada Sang Kholiq, Syekh Bahauddin seringkali berkholwat menyepikan hatinya dari keramaian dan kesibukan dunia. Ketika beliau berkholwat dengan beberapa sahabatnya, waktu itu ada keinginan yang cukup kuat dalam diri Syekh Bahauddin untuk bercakap-cakap. Saat itulah secara tiba-tiba ada suara yang tertuju pada beliau, “He, sekarang kamu sudah waktunya untuk berpaling dari sesuatu selain Aku (Allah)”. Setelah mendengar suara tersebut, hati Syekh Bahauddin langsung bergetar dengan kencangnya, tubuhnya menggigil, perasaannya tidak menentu hingga beliau berjalan kesana kemari seperti orang bingung. Setelah merasa cukup tenang, Syekh Bahauddin menyiram tubuhnya lalu wudlu dan mengerjakan sholat sunah dua rokaat. Dalam sholat inilah beliau merasakan kekhusukan yang luar biasa, seolah-olah beliau berkomunikasi langsung dengan Allah Swt.
Saat Syekh Bahauddin mengalami jadzab1 yang pertama kali beliau mendengar suara, “Mengapa kamu menjalankan thoriq yang seperti itu ? “Biar tercapai tujuanku’, jawab Syekh Muhammad Bahauddin. Terdengar lagi suara, “Jika demikian maka semua perintah-Ku harus dijalankan. Syekh Muhammad Bahauddin berkata “Ya Allah, aku akan melaksanakan semampuku dan ternyata sampai 15 hari lamanya beliau masih merasa keberatan. Terus terdengar lagi suara, “Ya sudah, sekarang apa yang ingin kamu tuju ? Syekh Bahauddin menjawab, “Aku ingin thoriqoh yang setiap orang bisa menjalankan dan bisa mudah wushul ilallah”.
Hingga pada suatu malam saat berziarah di makam Syekh Muhammad Wasi’, beliau melihat lampunya kurang terang padahal minyaknya masih banyak dan sumbunya juga masih panjang. Tak lama kemudian ada isyarat untuk pindah berziarah ke makam Syekh Ahmad al Ahfar Buli, tetapi disini lampunya juga seperti tadi. Terus Syekh Bahauddin diajak oleh dua orang ke makam Syekh Muzdakhin, disini lampunya juga sama seperti tadi, sampai tak terasa hati Syekh Bahauddin berkata, “Isyarat apakah ini ?”
Kemudian Syekh Bahauddin, duduk menghadap kiblat sambil bertawajuh dan tanpa sadar beliau melihat pagar tembok terkuak secara perlahan-lahan, mulailah terlihat sebuah kursi yang cukup tinggi sedang diduduki oleh seseorang yang sangat berwibawa dimana wajahnya terpancar nur yang berkilau. Disamping kanan dan kirinya terdapat beberapa jamaah termasuk guru beliau yang telah wafat, Syekh Muhammad Baba.
Salah satu dari mereka berkata, “Orang mulia ini adalah Syekh Muhammad Abdul Kholiq al Ghojdawaniy dan yang lain adalah kholifahnya. Lalu ada yang menunjuk, ini Syekh Ahmad Shodiq, Syekh Auliya’ Kabir, ini Syekh Mahmud al Anjir dan ini Syekh Muhammad Baba yang ketika kamu hidup telah menjadi gurumu. Kemudian Syekh Muhammad Abdul Kholiq al Ghojdawaniy memberikan penjelasan mengenai hal-hal yang dialami Syekh Muhammad Bahauddin, “Sesunguhnya lampu yang kamu lihat tadi merupakan perlambang bahwa keadaanmu itu sebetulnya terlihat kuat untuk menerima thoriqoh ini, akan tetapi masih membutuhkan dan harus menambah kesungguhan sehingga betul-betul siap. Untuk itu kamu harus betul-betul menjalankan 3 perkara :
1. Istiqomah mengukuhkan syariat.
2. Beramar Ma’ruf Nahi mungkar.
3. Menetapi azimah (kesungguhan) dengan arti menjalankan agama dengan mantap tanpa memilih yang ringan-ringan apalagi yang bid’ah dan berpedoman pada perilaku Rasulullah Saw. dan para sahabat Ra.
Kemudian untuk membuktikan kebenaran pertemuan kasyaf ini, besok pagi berangkatlah kamu untuk sowan ke Syekh Maulana Syamsudin al An-Yakutiy, di sana nanti haturkanlah kejadian pertemuan ini. Kemudian besoknya lagi, berangkatlah lagi ke Sayyid Amir Kilal di desa Nasaf dan bawalah kopiah wasiat al Azizan dan letakkanlah dihadapan beliau dan kamu tidak perlu berkata apa-apa, nanti beliau sudah tahu sendiri”.
Syekh Bahauddin setelah bertemu dengan Sayyid Amir Kilal segera meletakkan “kopiah wasiat al Azizan” pemberian dari gurunya. Saat melihat kopiah wasiat al Azizan, Sayyid Amir Kilal mengetahui bahwa orang yang ada didepannya adalah syekh Bahauddin yang telah diwasiatkan oleh Syekh Muhammad Baba sebelum wafat untuk meneruskan mendidiknya.
Syekh Bahauddiin di didik pertama kali oleh Sayyid Amir Kilal dengan kholwat selama sepuluh hari, selanjutnya dzikir nafi itsbat dengan sirri. Setelah semua dijalankan dengan kesungguhan dan berhasil, kemudian beliau disuruh memantapkannnya lagi dengan tambahan pelajaran beberapa ilmu seperti, ilmu syariat, hadist-hadist dan akhlaqnya Rasulullah Saw. dan para sahabat. Setelah semua perintah dari Syekh Abdul Kholiq di dalam alam kasyaf itu benar–benar dijalankan dengan kesungguhan oleh Syekh Bahauddin mulai jelas itu adalah hal yang nyata dan semua sukses bahkan beliau mengalami kemajuan yang sangat pesat.
Jadi toriqoh An Naqsyabandiy itu jalur ke atas dari Syekh Muhammad Abdul Kholiq al Ghojdawaniy ke atasnya lagi dari Syekh Yusuf al Hamadaniy seorang Wali Qutub masyhur sebelum Syekh Abdul Qodir al Jailaniy. Syekh Yusuf al Hamadaniy ini kalau berkata mati kepada seseorang maka mati seketika, berkata hidup ya langsung hidup kembali, lalu naiknya lagi melalui Syekh Abu Yazid al Busthomi naik sampai sahabat Abu Bakar Shiddiq Ra. Adapun dzikir sirri itu asalnya dari Syekh Muhammad Abdul Kholiq al ghojdawaniy yang mengaji tafsir di hadapan Syekh Sodruddin. Pada saat sampai ayat, “Berdo’alah kepada Tuhanmu dengan cara tadhorru’ dan menyamarkan diri”...
Lalu beliau berkata bagaimana haqiqatnya dzikir khofiy /dzikir sirri dan kaifiyahnya itu ? jawab sang guru : o, itu ilmu laduni dan insya Allah kamu akan diajari dzikir khofiy. Akhirnya yang memberi pelajaran langsung adalah nabi Khidhir as.
Pada suatu hari Syekh Muhammad Bahauddin Ra. bersama salah seorang sahabat karib yang bernama Muhammad Zahid pergi ke Padang pasir dengan membawa cangkul. Kemudian ada hal yang mengharuskannya untuk membuang cangkul tersebut. Lalu berbicara tentang ma’rifat sampai datang dalam pembicaraan tentang ubudiyah “Lha kalau sekarang pembicaraan kita sampai begini kan berarti sudah sampai derajat yang kalau mengatakan kepada teman, matilah, maka akan mati seketika”. Lalu tanpa sengaja Syekh Muhammad Bahauddin berkata kepada Muhammad Zahid, “matilah kamu!, Seketika itu Muhammad Zahid mati dari pagi sampai waktu dhuhur.
Melihat hal tersebut Syekh Muhammad Bahauddin Ra. menjadi kebingungan, apalagi melihat mayat temannya yang telah berubah terkena panasnya matahari. Tiba-tiba ada ilham “He, Muhammad, berkatalah ahyi (hiduplah kamu). Kemudian Syekh Muhammad Bahauddin Ra. berkata ahyi sebanyak 3 kali, saat itulah terlihat mayat Muhammad Zahid mulai bergerak sedikit demi sedikit hingga kembali seperti semula. Ini adalah pengalaman pertama kali Syekh Muhammad Bahauddin Ra. dan yang menunjukkan bahwa beliau adalah seorang Wali yang sangat mustajab do’anya.
Syekh Tajuddin salah satu santri Syekh Muhammad Bahauddin Ra berkata, “Ketika aku disuruh guruku, dari Qoshrul ‘Arifan menuju Bukhara yang jaraknya hanya satu pos aku jalankan dengan sangat cepat, karena aku berjalan sambil terbang di udara. Suatu ketika saat aku terbang ke Bukhara, dalam perjalanan terbang tersebut aku bertemu dengan guruku. Semenjak itu kekuatanku untuk terbang di cabut oleh Syekh Muhammad Bahauddin Ra, dan seketika itu aku tidak bisa terbang sampai saat ini”.
Berkata Afif ad Dikaroniy, “Pada suatu hari aku berziarah ke Syekh Muhammad Bahauddin Ra. Lalu ada orang yang menjelek-jelekkan beliau. Aku peringatkan, kamu jangan berkata jelek terhadap Syekh Muhammad Bahauddin Ra. dan jangan kurang tata kramanya kepada kekasih Allah. Dia tidak mau tunduk dengan peringatanku, lalu seketika itu ada serangga datang dan menyengat dia terus menerus. Dia meratap kesakitan lalu bertaubat, kemudian sembuh dengan seketika. Demikian kisah keramatnya Syekh Muhammad Bahauddin Ra. Rodiyallah ‘anhu wa a’aada a‘lainaa min barokaatihi wa anwaarihi wa asroorihii wa ‘uluumihii wa akhlaaqihi allahuma amiin.