Monday, December 11, 2006
Ikhlas
Jika ada pertanyaan, “Dimanakah tumbuh sebuah benih?” Tentu akan dijawab, “Yang ditanam di dalam bumi”. Maka seperti itulah ikhlas yang ditanam di dalam hati yang tersembunyi, sebab diri manusia itu seperti bumi. Jika bumi tidak ditanami benih, tentu tidak akan tumbuh sebuah tanaman yang menghasilkan buah amal perbuatan.
"Tanamkan wujudmu (dirimu) di dalam bumi yang tersembunyi (rendah diri), sebab setiap yang tumbuh tanpa ditanam itu hasilnya tidak sempurna”.
Jika ada pertanyaan, “Dimanakah tumbuh sebuah benih?” Tentu akan dijawab, “Yang ditanam di dalam bumi”. Maka seperti itulah ikhlas yang ditanam di dalam hati yang tersembunyi, sebab diri manusia itu seperti bumi. Jika bumi tidak ditanami benih, tentu tidak akan tumbuh sebuah tanaman yang menghasilkan buah amal perbuatan.
Pada dasarnya setiap amal ibadah itu punya keistimewaan bagi orang yang mengerjakannya. Buah hasil amal perbuatan diperoleh sesuai dengan niat, seperti mayoritas manusia yang beramal untuk meraih kemasyhuran dan derajat di dunia. Begitu pula sebaliknya, yaitu orang yang tidak mengharapkan popularitas dan derajat, tapi merindukan kebahagiaan syurgawi. Dua keinginan itu ada pada diri manusia sebagai gelora nafsu yang senantiasa muncul silih berganti dalam nuansa amal perbuatan maupun ibadah. Hal semacam itu akan menjadi malapetaka ruhaniah bagi seorang salikin, sebab beribadah seiring rasa ingin meraih popularitas, terlebih kedudukan (maqom) baik di dunia maupun akhirat itu termasuk dalam katagori gelora nafsu yang sangat berbahaya dan merusak akidah, juga bisa dihukumkan riya’ yang menjadi virus syirik.
“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan keta’atan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus”. QS. Al-Bayyinah ayat 5.
Bersimpuh tuk merendahkan diri dihadapan Allah dalam gairah amal ibadah adalah suatu tanda ikhlas yang terbit dari dalam hati seorang hamba, hingga Allah memulyakan dirinya dalam suatu maqom. Sebagaimana sabda Nabi r yang menyatakan:
“Siapa yang merendahkan diri, maka Allah akan mengangkat (maqom)nya. Dan siapa yang sombong, Allah akan merendahkan (maqom)nya” Al-Hadits.
Seorang salikin yang sedang menuju kepada Allah harus memakai selimut faqir, yang dimaksud faqir disini ialah sunyi hati dari rasa ingin memiliki dan menguasai sesuatu selain Allah, supaya di dalam perjalanannya tidak terkoyak oleh aghyar (perubahan). Juga harus mengikis rasa harap pada suatu maqom (kedudukan), karena tidak layak bagi yang telah duduk di maqom mahabbah masih berpaling kepada lain maqom yang berdimensi fatamorgana.
Memang sulit tuk menepis asa yang bersemi jadi cinta kasih terhadap suatu maqom, kecuali bila hidayah dan kurnia Allah menyinarinya. Tapi tetap harus waspada, jangan sampai cinta pada maqom dijadikan sebagai kekuatan nafsu untuk membangun tembok penghalang menuju kepada-Nya. Sebab tanda orang yang mendapat hidayah dan kurnia Allah itu tak pernah surut untuk menghancurkan tembok-tembok penghalang walau harus pindah alam. Hancurkanlah penghalang itu dengan cara rendah diri (tawadu’) dan mempersembahkan hidupnya hanya pada Allah.
Ibrahim Ibnu Adhamt Berkata:
“Tidak benar! Jika ada orang yang menuju kepada Allah, tapi masih ada rasa keinginan untuk dikenal”.
Dan Ayyub Assakh Tiyaanyt Berkata:
“Demi Allah tiada seorang hamba yang sungguh-sungguh ikhlas pada Allah, melainkan ia merasa senang dan gembira jika ia tidak mengetahui kedudukan (maqom) dirinya”.
Juga dalam riwayat lain yang bersumber dari Mu’adz bin Jabal, Rasulullah bersabda:
“Sesungguhnya sedikitnya riyaa’ itu, sudah termasuk syirik. Dan siapa yang memusuhi seorang waliyullah, berarti telah melawan berperang kepada Allah. Dan kasih sayang Allah pada hamba yang takwa, yang tersembunyi (tidak dikenal), yang bila tidak ada, tidak dicari, dan bila hadir tidak dipanggil dan tidak dikenal. Hati mereka sebagai pelita hidayah, mereka terhindar dari segala kegelapan kesukaran”.
Abuhurairaht berkata: Ketika kami di majelis Rasulullah saw. tiba-tiba beliau berkata: “Besok pagi akan ada seorang ahli syurga yang shalat bersama kamu”. Kata Abuhurairaht: Aku berharap semoga akulah orang yang ditunjuk oleh Rasulullah saw.. Maka pagi-pagi aku shalat dibelakang Rasulullah saw. dan tetap tinggal di majelis setelah orang-orang pulang. Tiba-tiba ada seorang hamba hitam berkain compang-camping datang berjabat tangan dengan Rasulullah saw. sambil berkata: Ya Nabiyullah, doakan semoga aku mati syahid. Maka Rasulullah saw. berdoa, sedang kami mencium bau kesturi dari badannya. Kemudian aku bertanya: Apakah orang itu ya Rasulullah? Jawab Nabi:
“Ya benar. Ia hamba sahaya dari bani fulan”. Abuhurairah bertanya: Mengapa tidak kau beli, dan kau merdekakan ya Nabiyullah? Jawab Nabi saw.: “Bagaimana aku akan dapat berbuat demikian, bila Allah akan menjadikannya seorang raja di syurga. Hai Abuhurairah, sesungguhnya di syurga itu ada raja dan orang-orang terkemuka. Dia adalah salah seorang raja dan terkemuka. Hai Abuhurairah, sesungguhnya Allah kasih kepada makhluknya yang suci hati, yang samar, yang bersih, yang terurai rambut, yang kosong perut kecuali dari hasil yang halal, yang bila akan masuk ke dalam istana raja tidak diizinkan, bila meminang wanita bangsawan tidak diterima, bila tidak ada tidak dicari, bila hadir tidak dihirau, bila sakit tidak dijenguk, bahkan bila mati tidak dihadiri jenazahnya”. Ketika sahabat bertanya: Tunjukkan kepada kami seorang dari mereka? Jawab Nabi saw.: “Yaitu Uwais Alqarany, seorang berkulit coklat, lebar kedua bahunya, sedang tingginya, selalu menundukkan kepalanya sambil membaca qur’an, tidak terkenal dibumi, tetapi terkenal di langit, andaikan ia bersungguh-sungguh minta sesuatu kepada aLLAH pasti diberinya. Di bawah bahu kirinya ada bekas belang sedikit. Hai Umar dan Ali jika kamu bertemu dengannya, maka mintalah kepadanya supaya membacakan istighfar untukmu”.
"Tanamkan wujudmu (dirimu) di dalam bumi yang tersembunyi (rendah diri), sebab setiap yang tumbuh tanpa ditanam itu hasilnya tidak sempurna”.
Jika ada pertanyaan, “Dimanakah tumbuh sebuah benih?” Tentu akan dijawab, “Yang ditanam di dalam bumi”. Maka seperti itulah ikhlas yang ditanam di dalam hati yang tersembunyi, sebab diri manusia itu seperti bumi. Jika bumi tidak ditanami benih, tentu tidak akan tumbuh sebuah tanaman yang menghasilkan buah amal perbuatan.
Pada dasarnya setiap amal ibadah itu punya keistimewaan bagi orang yang mengerjakannya. Buah hasil amal perbuatan diperoleh sesuai dengan niat, seperti mayoritas manusia yang beramal untuk meraih kemasyhuran dan derajat di dunia. Begitu pula sebaliknya, yaitu orang yang tidak mengharapkan popularitas dan derajat, tapi merindukan kebahagiaan syurgawi. Dua keinginan itu ada pada diri manusia sebagai gelora nafsu yang senantiasa muncul silih berganti dalam nuansa amal perbuatan maupun ibadah. Hal semacam itu akan menjadi malapetaka ruhaniah bagi seorang salikin, sebab beribadah seiring rasa ingin meraih popularitas, terlebih kedudukan (maqom) baik di dunia maupun akhirat itu termasuk dalam katagori gelora nafsu yang sangat berbahaya dan merusak akidah, juga bisa dihukumkan riya’ yang menjadi virus syirik.
“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan keta’atan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus”. QS. Al-Bayyinah ayat 5.
Bersimpuh tuk merendahkan diri dihadapan Allah dalam gairah amal ibadah adalah suatu tanda ikhlas yang terbit dari dalam hati seorang hamba, hingga Allah memulyakan dirinya dalam suatu maqom. Sebagaimana sabda Nabi r yang menyatakan:
“Siapa yang merendahkan diri, maka Allah akan mengangkat (maqom)nya. Dan siapa yang sombong, Allah akan merendahkan (maqom)nya” Al-Hadits.
Seorang salikin yang sedang menuju kepada Allah harus memakai selimut faqir, yang dimaksud faqir disini ialah sunyi hati dari rasa ingin memiliki dan menguasai sesuatu selain Allah, supaya di dalam perjalanannya tidak terkoyak oleh aghyar (perubahan). Juga harus mengikis rasa harap pada suatu maqom (kedudukan), karena tidak layak bagi yang telah duduk di maqom mahabbah masih berpaling kepada lain maqom yang berdimensi fatamorgana.
Memang sulit tuk menepis asa yang bersemi jadi cinta kasih terhadap suatu maqom, kecuali bila hidayah dan kurnia Allah menyinarinya. Tapi tetap harus waspada, jangan sampai cinta pada maqom dijadikan sebagai kekuatan nafsu untuk membangun tembok penghalang menuju kepada-Nya. Sebab tanda orang yang mendapat hidayah dan kurnia Allah itu tak pernah surut untuk menghancurkan tembok-tembok penghalang walau harus pindah alam. Hancurkanlah penghalang itu dengan cara rendah diri (tawadu’) dan mempersembahkan hidupnya hanya pada Allah.
Ibrahim Ibnu Adhamt Berkata:
“Tidak benar! Jika ada orang yang menuju kepada Allah, tapi masih ada rasa keinginan untuk dikenal”.
Dan Ayyub Assakh Tiyaanyt Berkata:
“Demi Allah tiada seorang hamba yang sungguh-sungguh ikhlas pada Allah, melainkan ia merasa senang dan gembira jika ia tidak mengetahui kedudukan (maqom) dirinya”.
Juga dalam riwayat lain yang bersumber dari Mu’adz bin Jabal, Rasulullah bersabda:
“Sesungguhnya sedikitnya riyaa’ itu, sudah termasuk syirik. Dan siapa yang memusuhi seorang waliyullah, berarti telah melawan berperang kepada Allah. Dan kasih sayang Allah pada hamba yang takwa, yang tersembunyi (tidak dikenal), yang bila tidak ada, tidak dicari, dan bila hadir tidak dipanggil dan tidak dikenal. Hati mereka sebagai pelita hidayah, mereka terhindar dari segala kegelapan kesukaran”.
Abuhurairaht berkata: Ketika kami di majelis Rasulullah saw. tiba-tiba beliau berkata: “Besok pagi akan ada seorang ahli syurga yang shalat bersama kamu”. Kata Abuhurairaht: Aku berharap semoga akulah orang yang ditunjuk oleh Rasulullah saw.. Maka pagi-pagi aku shalat dibelakang Rasulullah saw. dan tetap tinggal di majelis setelah orang-orang pulang. Tiba-tiba ada seorang hamba hitam berkain compang-camping datang berjabat tangan dengan Rasulullah saw. sambil berkata: Ya Nabiyullah, doakan semoga aku mati syahid. Maka Rasulullah saw. berdoa, sedang kami mencium bau kesturi dari badannya. Kemudian aku bertanya: Apakah orang itu ya Rasulullah? Jawab Nabi:
“Ya benar. Ia hamba sahaya dari bani fulan”. Abuhurairah bertanya: Mengapa tidak kau beli, dan kau merdekakan ya Nabiyullah? Jawab Nabi saw.: “Bagaimana aku akan dapat berbuat demikian, bila Allah akan menjadikannya seorang raja di syurga. Hai Abuhurairah, sesungguhnya di syurga itu ada raja dan orang-orang terkemuka. Dia adalah salah seorang raja dan terkemuka. Hai Abuhurairah, sesungguhnya Allah kasih kepada makhluknya yang suci hati, yang samar, yang bersih, yang terurai rambut, yang kosong perut kecuali dari hasil yang halal, yang bila akan masuk ke dalam istana raja tidak diizinkan, bila meminang wanita bangsawan tidak diterima, bila tidak ada tidak dicari, bila hadir tidak dihirau, bila sakit tidak dijenguk, bahkan bila mati tidak dihadiri jenazahnya”. Ketika sahabat bertanya: Tunjukkan kepada kami seorang dari mereka? Jawab Nabi saw.: “Yaitu Uwais Alqarany, seorang berkulit coklat, lebar kedua bahunya, sedang tingginya, selalu menundukkan kepalanya sambil membaca qur’an, tidak terkenal dibumi, tetapi terkenal di langit, andaikan ia bersungguh-sungguh minta sesuatu kepada aLLAH pasti diberinya. Di bawah bahu kirinya ada bekas belang sedikit. Hai Umar dan Ali jika kamu bertemu dengannya, maka mintalah kepadanya supaya membacakan istighfar untukmu”.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment