Sunday, December 10, 2006
Jangan Pernah Ragu Dengan Janji ALLAH
Sebagai hamba yang lemah janganlah menodai keyakinannya kepada janji Allah bila belum mendapat kenyataan janji-Nya. Manusia mengira bahwa tanda-tanda yang terjadi sebagai bukti akan turun janji Allah. Tetapi yang sesungguhnya tidak harus demikian adanya, sebab perhitungan Allah tidak sama dengan perhitungan hamba-hamba-Nya. Sebagaimana yang terjadi dalam Suhul-Hudaibiyah.
LAA YUSYAKKIKANNAKA FILWA’DI ‘ADAMU WUQUU’IL MAU’UUDI WAIN TA’AYYINA ZAMANUHU LI-ALLAA YAKUUNA DZAALIKA QADHAAN FII BASHIRATIKA WAIKHMAADAAN LINUURI SARIIRATIKA.
“Jangan sampai meragukan kamu, terhadap janji Allah, karena tidak terlaksananya apa yang telah dijanjikan itu meskipun telah tertentu (tiba) masanya, supaya tidak menyalahi pandangan mata hatimu, atau memadamkan nur cahaya hatimu (sirmu)”.
Sebagai hamba yang lemah janganlah menodai keyakinannya kepada janji Allah bila belum mendapat kenyataan janji-Nya. Manusia mengira bahwa tanda-tanda yang terjadi sebagai bukti akan turun janji Allah. Tetapi yang sesungguhnya tidak harus demikian adanya, sebab perhitungan Allah tidak sama dengan perhitungan hamba-hamba-Nya. Sebagaimana yang terjadi dalam Suhul-Hudaibiyah.
Sebelum terjadi “Perdamaian Hudaibaiyah”, Rasulullah saw. sempat bermimpi bahwa beliau bersama para sahabatnya memasuki kota Mekah dan Masjidil Haram dalam keadaan sebahagian mereka bercukur rambut dan sebahagian lagi bergunting. Nabi mengatakan bahwa mimpi beliau itu akan terjadi nanti. “Sesungguhnya Allah akan membuktikan kepada Rasul-Nya tentang kebenaran mimpinya dengan sebenarnya (yaitu) bahwa sesungguhnya kamu pasti akan memasuki Masjidil Haram, insya Allah dalam keadaan aman, dengan mencukur rambut kepala dan mengguntingnya, sedang kamu tidak merasa takut. Maka Allah mengetahui apa yang tiada kamu ketahui dan Dia memberikan sebelum itu kemenangan yang dekat[1][1]”. Ini yang menyatakan bahwa mimpi Nabi itu pasti akan menjadi kenyataan di tahun yang akan datang. Pada saat kaum muslimin ditolak memasuki kota Mekah dan Umroh oleh kaum Quraisy maka terjadi penandatanganan surat perjanjian yang dikenal dengan “Suhul Hudaibiyah” (Perdamaian Hudaibiyah).
Andaikata pada tahun terjadinya Perdamaian Hudaibiyah itu kaum muslim memasuki kota Mekah, maka keselamatan orang-orang yang menyembunyikan imannya yang berada di kota Mekah waktu itu dikhawatirkan. Ini sebagai bukti kasih sayang Allah terhadap hamba-hamba–Nya dalam menunaikan janji-Nya walau ditunda sekalipun.
Setelah memperhatikan serangkaian peristiwa “Perdamaian Hudaibiyah“ walau sekilas dapatlah ditarik garis lurus bahwa perhitungan Allah memang tidak sama dengan perhitungan hamba-hamba-Nya.
Oleh karena itu, barang siapa dijanjikan Tuhannya pada waktu dan masa yang telah ditentukan, kemudian pada masa yang dijanjikan tidak turun apa yang diharapkannya maka janganlah berkelakuan seperti orang-orang munafik di zaman Rasulullah saw. Sebab hal semacam itu akan menodai keyakinan serta mengotori keimanannya kepada janji Allah.
Karena syak (ragu) terhadap kebenaran janji Allah adalah kufur dan musyrik hukumnya. Juga membutakan matahati tuk memandang kebenaran janji Allah. Maka sudah selayaknya bagi seorang hamba itu mengenal Qadar-Nya dan beradab pada Tuhannya seraya sukun (tetap hati) memandang baik kepada-Nya pada barang yang dijanjikan–Nya. Seperti pandangan mereka, para ‘Arifin Billah, yang tak pernah berubah I’tiqod-nya.
Maka jadikan dirimu dalam penyerahan kepada Allah secara total dengan diiringi rasa syukur kepada-Nya atas karunia yang ada padamu dalam menjalankan “Amar ma’ruf nahi munkar”. Juga apa-apa yang datang kepadamu adalah karunia dari-Nya sebagai bukti kasih sayang-Nya. Adapun sesuatu yang belum engkau dapatkan walau engkau menginginkannya, maka hal itu sebagai tanda penjagaan-Nya kepadamu. Sebab keinginanmu masih pada tahap warna nafsu yang akan mencelakakanmu.
Nafsu itu yang selalu meluncurkan anak panah syahwat ke matahati, bila matahati terkena anak panah syahwat, jadilah hati itu buta.Yang dimaksud buta ialah buta dari kehendak Allah terhadap hamba-hamba-Nya. Resikonya, cahaya yang memancar di lubuk hati, juga disebut nurul asror akan menjadi padam dan tak dapat menerangi akal tuk membedakan antara Atsar dengan Hukum.
Perlu saya pertegas disini, bahwa matahati itu ialah “Nur” yang diletakkan Allah dengan wasithoh kuat iman. Nur juga dapat diperoleh dari petunjuk akal yang suci, hingga meningkat menjadi Asror Rububiyah. Itulah yang disebut “Nurul Hidayah” yang menjadi tonggak perjalanan bagi orang-orang yang menuju kepada Allah dengan taburan Rohmaniyah-Nya. Maka sucilah hatinya dari syirik khofi yang mengotori hati dan menghambat perjalanan. Juga terlepas dari syak terhadap janji Allah hingga terbuka matahati dengan memperoleh petunjuk dan mahabah serta tak berkehendak kepada amal dan sebab.
LAA YUSYAKKIKANNAKA FILWA’DI ‘ADAMU WUQUU’IL MAU’UUDI WAIN TA’AYYINA ZAMANUHU LI-ALLAA YAKUUNA DZAALIKA QADHAAN FII BASHIRATIKA WAIKHMAADAAN LINUURI SARIIRATIKA.
“Jangan sampai meragukan kamu, terhadap janji Allah, karena tidak terlaksananya apa yang telah dijanjikan itu meskipun telah tertentu (tiba) masanya, supaya tidak menyalahi pandangan mata hatimu, atau memadamkan nur cahaya hatimu (sirmu)”.
Sebagai hamba yang lemah janganlah menodai keyakinannya kepada janji Allah bila belum mendapat kenyataan janji-Nya. Manusia mengira bahwa tanda-tanda yang terjadi sebagai bukti akan turun janji Allah. Tetapi yang sesungguhnya tidak harus demikian adanya, sebab perhitungan Allah tidak sama dengan perhitungan hamba-hamba-Nya. Sebagaimana yang terjadi dalam Suhul-Hudaibiyah.
Sebelum terjadi “Perdamaian Hudaibaiyah”, Rasulullah saw. sempat bermimpi bahwa beliau bersama para sahabatnya memasuki kota Mekah dan Masjidil Haram dalam keadaan sebahagian mereka bercukur rambut dan sebahagian lagi bergunting. Nabi mengatakan bahwa mimpi beliau itu akan terjadi nanti. “Sesungguhnya Allah akan membuktikan kepada Rasul-Nya tentang kebenaran mimpinya dengan sebenarnya (yaitu) bahwa sesungguhnya kamu pasti akan memasuki Masjidil Haram, insya Allah dalam keadaan aman, dengan mencukur rambut kepala dan mengguntingnya, sedang kamu tidak merasa takut. Maka Allah mengetahui apa yang tiada kamu ketahui dan Dia memberikan sebelum itu kemenangan yang dekat[1][1]”. Ini yang menyatakan bahwa mimpi Nabi itu pasti akan menjadi kenyataan di tahun yang akan datang. Pada saat kaum muslimin ditolak memasuki kota Mekah dan Umroh oleh kaum Quraisy maka terjadi penandatanganan surat perjanjian yang dikenal dengan “Suhul Hudaibiyah” (Perdamaian Hudaibiyah).
Andaikata pada tahun terjadinya Perdamaian Hudaibiyah itu kaum muslim memasuki kota Mekah, maka keselamatan orang-orang yang menyembunyikan imannya yang berada di kota Mekah waktu itu dikhawatirkan. Ini sebagai bukti kasih sayang Allah terhadap hamba-hamba–Nya dalam menunaikan janji-Nya walau ditunda sekalipun.
Setelah memperhatikan serangkaian peristiwa “Perdamaian Hudaibiyah“ walau sekilas dapatlah ditarik garis lurus bahwa perhitungan Allah memang tidak sama dengan perhitungan hamba-hamba-Nya.
Oleh karena itu, barang siapa dijanjikan Tuhannya pada waktu dan masa yang telah ditentukan, kemudian pada masa yang dijanjikan tidak turun apa yang diharapkannya maka janganlah berkelakuan seperti orang-orang munafik di zaman Rasulullah saw. Sebab hal semacam itu akan menodai keyakinan serta mengotori keimanannya kepada janji Allah.
Karena syak (ragu) terhadap kebenaran janji Allah adalah kufur dan musyrik hukumnya. Juga membutakan matahati tuk memandang kebenaran janji Allah. Maka sudah selayaknya bagi seorang hamba itu mengenal Qadar-Nya dan beradab pada Tuhannya seraya sukun (tetap hati) memandang baik kepada-Nya pada barang yang dijanjikan–Nya. Seperti pandangan mereka, para ‘Arifin Billah, yang tak pernah berubah I’tiqod-nya.
Maka jadikan dirimu dalam penyerahan kepada Allah secara total dengan diiringi rasa syukur kepada-Nya atas karunia yang ada padamu dalam menjalankan “Amar ma’ruf nahi munkar”. Juga apa-apa yang datang kepadamu adalah karunia dari-Nya sebagai bukti kasih sayang-Nya. Adapun sesuatu yang belum engkau dapatkan walau engkau menginginkannya, maka hal itu sebagai tanda penjagaan-Nya kepadamu. Sebab keinginanmu masih pada tahap warna nafsu yang akan mencelakakanmu.
Nafsu itu yang selalu meluncurkan anak panah syahwat ke matahati, bila matahati terkena anak panah syahwat, jadilah hati itu buta.Yang dimaksud buta ialah buta dari kehendak Allah terhadap hamba-hamba-Nya. Resikonya, cahaya yang memancar di lubuk hati, juga disebut nurul asror akan menjadi padam dan tak dapat menerangi akal tuk membedakan antara Atsar dengan Hukum.
Perlu saya pertegas disini, bahwa matahati itu ialah “Nur” yang diletakkan Allah dengan wasithoh kuat iman. Nur juga dapat diperoleh dari petunjuk akal yang suci, hingga meningkat menjadi Asror Rububiyah. Itulah yang disebut “Nurul Hidayah” yang menjadi tonggak perjalanan bagi orang-orang yang menuju kepada Allah dengan taburan Rohmaniyah-Nya. Maka sucilah hatinya dari syirik khofi yang mengotori hati dan menghambat perjalanan. Juga terlepas dari syak terhadap janji Allah hingga terbuka matahati dengan memperoleh petunjuk dan mahabah serta tak berkehendak kepada amal dan sebab.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment