Saturday, March 3, 2007
TAUHID (1)
TAKUT KEPADA ALLAH
Rasulullah SAW bersabda: "Apabila tubuh hamba menggigil karena takut kepada Allah SWT, dosa-dosanya berguguran seperti daun-daun yang berguguran dari pohon".
Abû al-Layts r.a. berkata, "Allah memiliki para malaikat di langit ketujuh. Mereka bersujud sejak Allah menciptakan mereka hingga hari kiamat. Mereka menggigil ketakutan karena takut kepada Allah SWT Apabila hari kiamat tiba, mereka mengangkat kepala dan berkata, Mahasuci Engkau, kami menyembah-Mu dengan penyembahan yang sebenar-benarnya".
Itulah firman Allah SWT: Mereka takut kepada Tuhan mereka yang di atas mereka dan melaksanakan apa yang diperintahkan (QS. an-Nahl [16]: 50). Yakni, mereka tidak berbuat maksiat kepada Allah sekejap mata pun.
Rasulullah SAW bersabda, "Apabila tubuh hamba menggigil karena takut kepada Allah SWT, dosa-dosanya berguguran seperti daun-daun yang berguguran dari pohon." Dikisahkan bahwa seorang laki-laki tertambat hatinya kepada seorang perempuan. Perempuan itu keluar untuk suatu keperluan. Laki-laki itu ikut pergi bersamanya. Ketika mereka berduaan di padang sahara, sementara orang lain sudah tertidur, laki-laki itu mengungkapkan isi hatinya kepada perempuan tersebut: Perempuan itu berkata,"Lihatlah, semua orang sudah tertidur."
Laki-laki itu senang mendengar kata-kata itu. Dia mengira bahwa perempuan itu telah memberikan jawaban kepadanya. Lalu, dia berdiri dan mengelilingi kafilah. Dia mendapati orang-orang sudah tertidur. Lalu, dia kembali kepada perempuan itu dan berkata, "Benar, mereka telah tidur." Namun, perempuan itu bertanya, "Apa pendapatmu tentang Allah, apakah Dia tidur pada saat ini?" Laki-laki itu menjawab, "Allah SWT tidak tidur. Dia tidak pernah terserang kantuk dan tidur". Perempuan itu berkata, "Zat yang tidak tidur dan tidak akan tidur selalu melihat kita walaupun orang lain tidak melihat kita. Karena itu, Allah lebih pantas untuk ditakuti."
Akhirnya, laki-laki itu pun meninggalkan perempuan tadi karena takut kepada Sang Pencipta. Dia bertobat dan kembali ke kampung halamannya. Ketika dia meninggal, orang-orang bemimpi melihatnya. Ditanyakan kepadanya, "Apa tindakan Allah kepadamu?" Dia menjawab, "Dia mengampuniku karena ketakutanku itu. Dengan demikian, terhapuslah dosa tersebut."
Dikisahkan bahwa di tengah Bani Israil ada seorang ahli ibadah yang memiliki keluarga. Lalu, dia tertimpa kelaparan sehingga badannya menggigil. Istrinya pergi untuk mencari makanan bagi keluarganya. Kemudian, dia sampai di rumah seorang saudagar itu makanan untuk keluarganya. Saudagar itu berkata, "Ya, tapi serahkanlah dirimu kepadaku."
Perempuan itu terdiam dan kembali ke rumahnya. Dia perhatikan keluarganya yang sedang menjerit kelaparan dan berkata, "Ibu, kami akan mati karena kelaparan. Berikanlah sesuatu yang dapat kami makan."
Perempuan itu pergi lagi ke rumah saudagar tadi dan mengabarkan keadaan keluarganya. Saudagar itu bertanya, "Maukah engkau memenuhi keperluanku?" Perempuan ltu menjawab, "Ya".
Ketika mereka sedang berduaan, persendian si perempuan itu mengigil sehingga anggota-anggota tubuhnya hampir terlepas dari badannya. Melihat keadaan itu, sang saudagar bertanya, "Ada apa denganmu?" Perempuan itu menjawab, "Aku takut kepada Allah." Saudagar itu berkata, "Engkau saja takut kepada Allah SWT dengan kemiskinanmu. Aku lebih pantas untuk takut kepada-Nya daripada dirimu."
Karena itu, dia menjauhi perempuan itu dan memenuhi kebutuhanya. Lalu, perempuan itu pulang menemui anak-anaknya dengan membawa kenikmatan yang banyak. Anak-anaknya pun sangat bergembira. Allah mewahyukan kepada Musa a.s., "Sampaikan kepada fulan bin fulan bahwa Aku telah mengampuni dosa-dosanya."
Lalu, Musa a.s. menemui saudagar itu dan berkata, "Tampaknya engkau telah mengerjakan kebajikan diantara dirimu dan Allah." Kemudian, saudagar itu menceritakan kisahnya. Musa a.s. berkata, "Allah SWT Telah mengampuni dosa-dosamu." Demikianlah disebutkan di dalam Majma' al-Lathâif.
Diriwayatkan bahwa Nabi SAW bersabda, "Allah SWT, berfirman, Pada hamba-Ku tidak berkumpul dua ketakutan dan dua rasa aman. Barangsiapa yang takut kepada-Ku di dunia, Aku akan memberikan keamanan kepadanya di akhirat. Sebaliknya, barangsiapa yang merasa aman kepada-Ku di dunia, Aku akan memberikan rasa takut kepadanya pada hari kiamat."
Tentang hal itu, Allah SWT Berfirman; "Karena itu, janganlah kamu takut kepada manusia, tetapi takutlah kepada-Ku". (QS al-Mâ'idah [5]: 44).
"Karena itu, janganlah kamu takut kepada mereka, melainkan takutlah kepada-Ku, jika kamu benar-benar orang yang beriman". (QS. Ali 'Imrân [3]: 175).
'Umar r.a. pernah jatuh pingsan karena takut ketika mendengar bacaan suatu ayat al-Qur'an. Pada suatu hari, dia mengambil sebatang jerami, lalu berkata, "Aduhai, alangkah baiknya jika aku menjadi jerami dan tidak menjadi sesuatu yang disebut. Aduhai, alangkah baiknya jika dulu ibuku tidak melahirkanku." Dia menangis terisak-isak sehingga air mata membasahi pipinya. Oleh karena itu, pada wajahnya ada garis bekas tetesan air mata.
Nabi SAW bersabda, "Tidak masuk neraka orang yang menangis karena takut kepada Allah hingga air susu kembali pada tetek."
Dalam Raqâ'id al-Akhbâr disebutkan: Hari kiamat didatangkan kepada hamba maka kejelekan-kejelekannya lebih banyak daripada kebaikan-kebaikannya. Lalu, dia diperintahkan ke neraka. Bulu matanya berkata, "Wahai Tuhanku, Rasul-Mu Muhammad SAW telah bersabda, Barangsiapa yang menangis karena takut kepada Allah, Dia mengharamkannya pada api neraka. Lalu, aku menangis karena takut kepada-Mu." Karena itu, Allah mengampuni dan mengeluarkannya dari neraka dengan berkah sehelai bulu matanya yang ketika di dunia pernah menangis karena takut kepada Allah SWT. Jibril a.s. berseru, "Fulan bin fulan selamat karena sehelai bulu mata".
Dalam Bidâyah al-Hidâyah disebutkan: Pada hari kiamat, didatangkan Neraka Jahanam yang nyalanya bergemuruh, dan setiap umat berlutut karena takut kepadanya. Sebagaimana hal itu difirmankan Allah SWT. Dan (pada hari itu) kamu lihat tiap-tiap umat berlutut. Tiap-tiap umat dipanggil untuk (melihat) buku catatan amalnya (QS. al-Jatsiyah [45]: 28).
Ketika mendatangi neraka, mereka mendengar suara didih dan nyalanya. Gemuruh nyalanya terdengar hingga jarak perjalanan lima ratus tahun. Setiap para nabi berkata, "Diriku, diriku," kecuali Rasullullah SAW. Beliau berkata, "Umatku, umatku." Dari Neraka Jahim itu keluar api sebesar gunung. Umat Muhammad SAW berusaha mendorongnya. Mereka berkata, "Wahai api, demi hak orang-orang yang menegakkan shalat, yang bersedekah, yang khusyu' dan yang puasa, kembalilah." Namun, api itu tidak mati kembali maka dipanggillah Jibril a.s. Kemudian Jibril datang dengan membawa segelas air, lalu diberikan kepada Rasulullah SAW. Jibril berkata, "Wahai Rasulullah, ambillah ini, lalu siramkan pada api itu." Kemudian, beliau menyiramkannya pada api sehingga ketika itu pula api itu padam.
Lalu Rasulullah SAW bertanya, "Ini air apa?" Jibril a.s. menjawab, "Ini adalah air mata orang-orang yang durhaka diantara umatmu. Mereka menangis karena takut kepada Allah SWT. Lalu, aku diperintahkan untuk memberikannya kepadamu agar disiramkan pada api itu, sehingga api itu menjadi padam dengan izin Allah SWT" Rasulullah SAW Berdoa, "Ya Allah, anugerahilah aku dengan dua mata itu tidak menjadi seperti yang digambarkan penyair:
Mengapa mataku tak menangis
karena dosa-dosaku,
Umurku lepas dan tanganku
tetapi aku tak tahu."
Dikisahkan dari Muhammad bin al-Mundzir r.a. bahwa ketika dia menangis, wajah dan janggutnya dibasahi air mata. Dia berkata, "Telah sampai kabar kepadaku bahwa api neraka tidak akan membakar tempat-tempat yang pernah dibasahi air mata."
Karena itu, hendaklah orang Mukmin takut akan azab Allah dan menjauhkan diri dari hawa nafsu. Allah SWT berfirman: "Adapun orang yang melampaui batas dan lebih mengutamakan kehidupan dunia, maka sesungguhnya nerakalah tempat tinggalnya. Dan adapun orang-orang yang takut pada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya, maka sesungguhnya surgalah tempat tinggalnya". (QS an-Nazi'at [79]: 37 dan 41).
Barangsiapa yang ingin selamat dari azab Allah dan memperoleh pahala dan rahmat-Nya, hendaklah dia bersabar atas kesengsaraan dunia dan ketaatan kepada Allah, serta menjauhi kemaksiatan.
Dalam Zahr al-Riyâdh terdapat hadits yang diriwayatkan dari Nabi SAW. Beliau bersabda, "Apabila para penghuni surga masuk ke dalam surga, para malaikat menemui mereka dengan segala kebaikan dan kenikmatan. Para malaikat itu menempatkan mimbar-mimbar untuk mereka. Diberikan kepada mereka berbagai macam makanan dan buah-buahan. Terhadap kenikmatan ini, mereka keheranan; Allah bertanya, "Wahai hamba-hamba-Ku, mengapa kalian tampak keheranan? Ini bukan tempat untuk merasa heran." Mereka menjawab, "Sesuatu yang dijanjikan kepada kami telah tiba waktunya." Allah SWT berfirman kepada para malaikat, "Angkatlah hijab dari wajah mereka." Namun, para malaikat bertanya, "Wahai Tuhan kami, bagaimana mereka akan melihat-Mu, bukankah dulu mereka adalah orang-orang yang durhaka?". Allah SWT menjawab, "Angkatlah hijab, karena mereka adalah orang-orang yang selalu berzikir, bersujud, dan menangis di dunia karena ingin sekali-bertemu dengan-Ku."
Lalu, hijab itu diangkat. Mereka memandang Allah, lalu menjatuhkan diri untuk bersujud kepada Allah 'Azza wa Jalla. Allah berfirman kepada mereka, "Angkatlah kepala kalian. Ini bukan tempat untuk beramal, melainkan tempat kemuliaan."
Allah menampakkan diri kepada mereka tanpa diketahui bagaimana penampakan diri-Nya, dan dengan rasa bahagia berkata kepada mereka, "Salam sejahtera bagi kamu sekalian, wahai hamba-hamba-Ku. Aku telah ridla kepada kalian. Apakah kalian ridla kepada-Ku?" Mereka serentak menjawab, "Wahai Tuhan kami, bagaimana kami tidak ridla, padahal Engkau telah memberikan kepada kami sesuatu yang tidak terlihat mata, tidak terdengar telinga, dan tidak terpikirkan kalbu manusia."
Inilah makna firman Allah SWT: "Allah ridla terhadap mereka dan mereka pun ridla terhadap-Nya". (QS Ali 'Imrân [3]: 119). (Kepada mereka dikatakan), "Salam," sebagai ucapan selamat dari Tuhan Yang Maha Penyayang (QS Yâsîn [36]: 58).
TAAT DAN CINTA KEPADA ALLAH DAN RASULNYA
Seorang hamba yang mengetahui bahwa kesempurnaan yang hakiki tiada lain kecuali milik Allah dan setiap yang tampak sempurna dari dirinya atau orang lain adalah dari dan karena Allah, maka hal itu akan menuntut keinginan menaati-Nya dan mencintai segala yang mendekatkan diri kepada-Nya.
Allah SWT berfirman, Katakanlah, "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihimu" (QS Ali 'Imran [3]: 31).
Ketahuilah, wahai yang dikasihi Allah, bahwa kecintaan hamba kepada Allah dan Rasul-Nya adalah ketaatan dan kepatuhan kepada perintah Allah dan Rasul-Nya. Adapun kecintaan Allah kepada hamba-Nya adalah limpahan ampunan-Nya kepadanya.
Ada yang mengatakan, apabila hamba mengetahui bahwa kesempurnaan yang hakiki tiada lain kecuali milik Allah dan setiap yang tampak sempurna dari dirinya atau orang lain adalah dari dan karena Allah, cintanya hanya milik dan kepada Allah. Hal itu menuntut keinginan mentaati-Nya dan mencintai segala yang mendekatkan diri kepada-Nya. Oleh karena itu, mahabbah ditafsirkan sebagai keinginan untuk taat dan kelaziman mengikuti Rasulullah SAW dalam peribadatannya. Hal itu merupakan dorongan menuju ketaatan kepada-Nya.
Al-Hasan r.a. berkata, "Beberapa kaum berjanji di hadapan Rasulullah SAW, 'Wahai Rasulullah, sungguh kami mencintai Tuhan kami.' Maka turunlah ayat di atas."
Basyar al-Hâfî berkata, "Aku bermimpi bertemu dengan Nabi SAW. Beliau bertanya, 'Wahai Basyar, tahukah engkau, dengan apa Allah meninggikanmu diantara kawan-kawanmu?' "Tidak, wahai Rasulullah," jawabku. Beliau bersabda, 'Dengan baktimu kepada orang-orang saleh, nasihatmu kepada saudara-saudaramu, kecintaanmu kepada sahabat-sahabatmu dan pengikut Sunnahku, dan kepatuhanmu kepada Sunnahku.' Selanjutnya Nabi SAW bersabda, 'Barangsiapa yang menghidupkan Sunnahku, dia telah mencintaiku. Dan, barangsiapa yang mencintaiku, pada hari kiamat dia bersamaku di surga.'"
Di dalam hadits masyhur disebutkan bahwa orang yang berpegang pada Sunnah Rasulullah SAW ketika orang lain berbuat kerusakan dan terjadi pertikaian diantara para penganut mazhab, dia memperoleh pahala dengan seratus pahala syuhada. Demikian disebutkan dalam Syir'ah al-Islam.
Nabi SAW bersabda, "Semua umatku masuk surga kecuali orang yang tidak menginginkannya." "Para sahabat bertanya, "Siapa yang tidak menginginkannya?" Beliau menjawab, "Orang yang mentaatiku masuk surga, sedangkan orang yang durhaka kepada-ku tidak menginginkan masuk surga. Setiap amalan yang tidak berdasarkan Sunnahku adalah kemaksiatan."
Seorang ulama sufi berkata, "Kalau Anda melihat seorang guru sufi terbang di udara, berjalan di atas laut atau memakan api, dan sebagainya, sementara dia meninggalkan perbuatan fardlu atau sunnah secara sengaja, ketahuilah bahwa dia berdusta dalam pengakuannya. Perbuatannya bukanlah karamah. Kami berlindung kepada Allah dari yang demikian."
Al-Junayd r.a. berkata, "Seseorang tidak akan sampai kepada Allah kecuali melalui Allah. Jalan untuk sampai kepada Allah adalah mengikuti al-Mushthafa SAW".
Ahmad al-Hawari r.a. berkata, "Setiap perbuatan tanpa mengikuti Sunnah adalah batil. Sebagaimana sabda Nabi SAW, "Barangsiapa yang mengabaikan Sunnahku, haram baginya syafaatku." Demikian disebutkan dalam Syir'ah al-Islam.
Ada seorang gila yang tidak meremehkan dirinya. Kemudian, hal itu diberitahukan kepada Ma'ruf al-Karkhi. Dia tersenyum, lalu berkata, "Wahai saudaraku, Allah memiliki para pencinta dari anak-anak, orang dewasa, orang berakal, dan orang gila. Yang ini adalah yang engkau lihat pada orang gila."
Al-Junayd berkata, "Guruku al-Sari r.a. jatuh sakit. Kami tidak tahu obat untuk menyembuhkan penyakitnya dan juga tidak tahu sebab sakitnya. Dokter yang berpengalaman memberikan resep kepada kami. Oleh karena itu, kami menampung air seninya ke dalam sebuah botol. Lalu, dokter itu melihat dan mengamatinya dengan saksama. Kemudian dia berkata, Aku melihat air seni ini seperti air seni seorang pencinta ('âsyiq). 'Aku seperti disambar petir dan jatuh pingsan. Botol itu pun jatuh dari tanganku. Kemudian, aku kembali kepada al-Sari dan mengabarkan hal itu kepadanya. Dia tersenyum dan berkata, 'Allah mematikan apa yang dia lihat.' Aku bertanya, 'Wahai guru, apakah mahabbah itu tampak jelas dalam air seni?' Dia menjawab, 'Benar.'
Al-Fudhayl r.a. berkata, "Apabila ditanyakan kepadamu, apakah engkau mencintai Allah, diamlah. Sebab, jika engkau menjawab 'tidak', engkau menjadi kafir. Sebaliknya, jika engkau menjawab 'ya', berarti sifatmu bukan sifat para pencinta Allah maka waspadalah dalam mencintai dan membenci (sesuatu)."
Sufyân berkata, "Barangsiapa mencintai orang yang mencintai Allah SWT, berarti dia mencintai Allah. Barangsiapa memuliakan orang yang memuliakan Allah SWT, berarti dia memuliakan Allah SWT." Sahl berkata, "Tanda kecintaan kepada Allah adalah kecintaan kepada al-Qur'an. Tanda kecintaan kepada Allah dan al-Qur'an adalah kecintaan kepada Nabi SAW. Tanda kecintaan kepada Nabi SAW. adalah kecintaan kepada Sunnahnya. Tanda kecintaan kepada Sunnahnya adalah kecintaan kepada akhirat. Tanda kecintaan kepada akhirat adalah membenci keduniaan. Tanda kebencian kepada keduniaan adalah tidak mengambilnya kecuali sebagai bekal dan perantara menuju akhirat."
Abu al-Hasan al-Zanjânî berkata, "Pokok ibadah itu adalah tiga anggota badan, yaitu telinga, hati, dan lidah. Telinga untuk mengambil pelajaran, hati untuk bertafakur, sedangkan lidah untuk berkata benar, bertasbih, dan berzikir. Sebagaimana Allah SWT berfirman, "Berzikirlah kepada Allah dengan zikir yang sebanyak-banyaknya. Dan bertasbihlah kepada-Nya di waktu pagi dan petang". (QS. al-Ahzab [33]: 41-42).
Abdullah dan Ahmad bin Harb berada di suatu tempat. Lalu, Ahmad bin Harb memotong sehelai daun rumput. Kemudian, Abdullah berkata kepadanya, "Engkau mengambil lima hal yang melalaikan kalbumu dari bertasbih kepada Maulamu. Engkau membiasakan dirimu sibuk dengan selain zikir kepada Allah SWT. Engkau jadikan hal itu sebagai jalan yang diikuti orang lain, dan engkau mencegahnya dari bertasbih kepada Tuhannya. Engkau bebankan kepada dirimu hujjah Allah 'Azza wa jalla pada hari kiamat." Demikian dikutip dari Rawnaq al-Majâlis.
Al-Sari r.a. berkata, "Aku bersama al-Jurjânî melihat tepung. Lalu, al-Jurjânî menelannya. Aku tanyakan hal itu kepadanya, 'Mengapa engkau tidak memakan makanan yang lain?' Dia menjawab, 'Aku hitung di antara mengunyah dan menelan itu ada tujuh puluh kali tasbih. Karena itu, aku tidak pernah lagi memakan roti sejak empat puluh tahun yang lalu.
Sahl bin Abdullah makan setiap lima belas hari sekali. Ketika memasuki bulan Ramadlan, dia tidak makan kecuali sekali saja. Sekali-sekali dia menahan lapar hingga tujuh puluh hari. Apabila makan, badannya menjadi lemah. Namun jika lapar, badannya menjadi kuat. Dia beriktikaf di Masjidil Haram selama tiga puluh tahun tanpa terlihat makan dan minum. Dia tidak melewatkan sesaat pun dari berzikir kepada Allah.
'Umar bin 'Ubayd tidak pernah keluar dari rumahnya kecuali karena tiga hal, yaitu shalat berjamaah, menjenguk orang sakit, dan melayat orang yang meninggal. Dia berkata, "Aku melihat orang-orang mencuri dan merampok. Umur adalah mutiara indah yang tidak ternilai maka hendaklah umur itu disimpan dalam lemari yang abadi di akhirat.
Ketahuilah bahwa pencari akhirat harus melakukan kezuhudan dalam kehidupan dunia agar cita-citanya hanya satu dan batinnya tidak terpisah dari lahirnya. Tidak mungkin menjaga keadaan itu kecuali dengan penguasaan lahir dan batin."
Ibrahim bin al-Hakim berkata, "Apabila hendak tidur, bapakku sering menceburkan diri ke laut, lalu bertasbih. Ikan-ikan hiu pun berkumpul dan ikut bertasbih bersamanya."
Wahab bin Munabbih berdoa kepada Allah agar dihilangkan rasa kantuk pada malam hari. Karena itu, dia tidak pernah tidur selama empat puluh tahun. Hasan al-Hallaj mengikat kakinya dari mata kaki hingga lutut dengan tiga belas ikatan. Dia menunaikan shalat dalam keadaan seperti itu sebanyak seribu rakaat dalam sehari semalam.
AI-Junayd pernah pergi ke pasar dan membuka tokonya. Dia masuk, menurunkan tirai, menunaikan shalat empat ratus rakaat, kemudian pulang. Selama empat puluh tahun Habsyi' bin Dawud menunaikan shalat dluha dengan wudlu untuk shalat 'isya maka hendaklah orang-orang Mukmin selalu dalam keadaan suci. Setiap kali berhadas, bersegeralah bersuci, shalat dua rakaat, dan berusaha menghadap kiblat dalam setiap duduknya. Hendaklah dia membayangkan bahwa dirinya sedang duduk di hadapan Nabi SAW, menurut kadar kehadiran dan pengawasan batinnya. Dengan demikian, dia terbiasa tenang dalam segala perbuatan. Dia rela menanggung penderitaan, tidak melakukan sesuatu yang menyakiti (orang lain), dan memohon ampunan dari setiap hal yang menyakitkan. Dia tidak membanggakan diri dan perbuatannya, karena bangga diri ('ujb) termasuk sifat-sifat setan. Pandanglah diri dengan mata kehinaan dan pandanglah orang-orang saleh dengan mata kemuliaan dan keagungan. Barangsiapa yang tidak mengenal kemuliaan orang-orang saleh, Allah mengharamkannya bergaul dengan mereka. Dan barangsiapa yang tidak mengenal mulianya ketaatan, dicabutlah manisnya ketaatan itu dari kalbunya.
Al-Fudhayl bin 'Iyadh ditanya, "Wahai Abu' Al-Fudhayl, kapan seseorang bisa dikatakan orang saleh?" Dia menjawab, "Apabila ada kesetiaan dalam niatnya, ada ketakutan dalam kalbunya, ada kebenaran pada lidahnya, dan ada amal saleh pada anggota tubuhnya."
Allah Swt. berfirman ketika Nabi Saw. melakukan mikraj, "Wahai Ahmad, jika engkau ingin menjadi orang yang paling wara, berlaku zuhudlah di dunia dan cintailah akhirat, "Nabi Saw. bertanya, "Wahai Tuhanku, bagaimana cara aku berlaku zuhud di dunia?" Allah menjawab, " Ambillah dari keduniaan itu sekadar memenuhi keperluan makan, minum, dan pakaian. Janganlah menyimpannya untuk hari esok dan biasakanlah berzikir kepada-Ku." Nabi SAW bertanya lagi, "Wahai Tuhanku, bagaimana cara aku membiasakan berzikir kepada-Mu?" Allah menjawab, "Dengan mengasingkan diri dari manusia. Gantilah tidurmu dengan shalat dan makanmu dengan lapar."
Nabi SAW bersabda, "Kezuhudan di dunia dapat menenangkan hati dan badan. Kecintaan kepadanya dapat memperbanyak tekad kuat dan kesedihan. Kecintaan kepada keduniaan merupakan induk setiap kesalahan, dan kezuhudan dari keduniaan merupakan induk setiap kebaikan dan ketaatan."
Seorang saleh melewati sekelompok orang. Tiba-tiba dia mendengar seorang dokter sedang menerangkan tentang penyakit dan obat-obatan. Dia bertanya, "Wahai penyembuh penyakit tubuh, dapatkah engkau mengobati penyakit hati?" Dokter itu menjawab, "Ya, sebutkan penyakitnya." Orang saleh itu berkata, "Dosa telah menghitamkannya sehingga menjadi keras dan kering. Apakah engkau dapat mengobatinya?" Dokter menjawab, "Obatnya adalah ketundukan, permohonan yang sungguh-sungguh, istigfar di tengah malam dan siang hari, bersegera menuju ketaatan kepada Zat Yang Mahamulia dan Maha Pemberi ampunan, dan permohonan maaf kepada Raja Yang Mahakuasa. Inilah obat penyakit hati dan penyembuhan dari Zat Yang Maha Mengetahui segala yang gaib." Lalu, orang saleh itu menjerit dan berlalu sambil menangis. Dia berkata, "Dokter yang baik, engkau telah mengobati penyakit hatiku." Dokter itu berkata, "Ini adalah penyembuhan penyakit hati orang yang bertaubat dan mengembalikan kalbunya kepada Zat Yang Mahabenar dan Maha Menerima taubat".
Dikisahkan bahwa seseorang membeli seorang budak. Lalu budak itu berkata, "Wahai tuanku, aku ingin mengajukan tiga syarat kepada Anda. Pertama, Anda tidak menghalangiku untuk menunaikan shalat wajib apabila tiba waktunya. Kedua, Anda boleh memerintahku sesuka Anda pada siang hari, namun tidak menyuruhku pada malam hari. Ketiga, Anda memberikan kepadaku sebuah kamar di rumah Anda yang tidak boleh dimasuki orang lain." Pembeli budak itu berkata, "Aku akan memenuhi syarat-syarat itu."
Selanjutnya dia berkata, "Lihatlah kamar-kamar itu." Budak itu pun berkeliling dan menemukan sebuah kamar yang sudah rusak, lalu berkata, "Aku mengambil kamar ini." Pembeli budak itu bertanya, "Wahai budak, mengapa engkau memilih kamar yang rusak?" Budak itu menjawab, "Wahai tuanku, tidakkah Anda tahu bahwa yang rusak itu di sisi Allah merupakan taman."
Budak itu melayani tuannya pada siang dan malamnya dia beribadah kepada Tuhannya. Hingga pada suatu malam, tuannya berkeliling di sekitar rumahnya, lalu sampai dikamar budak itu. Tiba-tiba dia melihat kamar itu bercahaya, sementara budak itu sedang bersujud dan di atas kepalanya ada pelita dari cahaya yang tergantung di antara langit dan bumi. Budak itu bermunajat dan merendahkan diri (kepada Allah): Dia berdoa, "Ya Allah, aku memenuhi hak tuanku dan melayaninya pada siang hari. Kalau tidak begitu, niscaya aku tidak akan melewatkan siang dan malamku selain untuk berkhidmat kepada-Mu maka ampunilah aku, wahai Tuhanku."
Tuannya menyaksikan hal itu hingga tiba waktu subuh. Pelita itu menghilang dan atap kamar itu pun menutup kembali. Lalu, dia kembali dan memberitahukan hal itu kepada istrinya. Ketika malam kedua tiba, dia mengajak istrinya dan mendatangi pintu kamar itu. Tiba-tiba mereka menemukan budak itu sedang bersujud dan ada pelita di atas kepalanya. Mereka pun berdiri di depan pintu kamar sambil memandangi budak itu dan menangis hingga tiba waktu subuh. Lalu, mereka memanggil budak itu dan berkata, "Engkau aku merdekakan karena Allah SWT sehingga engkau dapat mengisi siang dan malammu dengan beribadah kepada Zat yang engkau mohonkan maaf-Nya."
Kemudian, budak itu menadahkan tangannya ke langit dan berkata,
Wahai Pemilik segala rahasia
kini rahasia itu telah tampak
hidup ini tak lagi kuinginkan
setelah rahasia itu tersebar.
Lalu dia berdoa, "Ya Allah, aku memohon kematian kepada-Mu." Budak itu pun tersungkur dan lalu meninggal. Demikianlah keadaan orang-orang saleh, serta para pencinta dan pendamba.
Dalam Zahr al-Riyadh disebutkan bahwa Musa a.s. punya seorang karib yang sangat dekat. Pada suatu hari, karibnya berkata, "Wahai Musa, berdoalah kepada Allah agar aku dapat mengenal-Nya dengan makrifat yang sebenar-benarnya."
Musa a.s. berdoa, dan doanya dikabulkan. Kemudian, karibnya pergi ke puncak gunung bersama binatang-binatang buas. Musa pun kehilangan dia maka Musa berdoa, "Wahai Tuhanku, aku kehilangan saudara dan karibku." Tiba-tiba ada jawaban, "Wahai Musa, orang yang mengenal-Ku dengan makrifat yang sebenar-benarnya tidak bergaul dengan makhluk untuk selama-lamanya."
Dalam sebuah hadits disebutkan bahwa Yahya a.s. dan Isa a.s. sedang berjalan di pasar. Tiba-tiba seorang perempuan menabrak mereka. Yahya a.s. berkata, "Demi Allah, aku tidak merasakannya."
Lalu Isa a.s. bertanya, "Mahasuci Allah, badanmu ada bersamaku. tetapi kalbumu ada di mana!" Yahya a.s. menjawab, "Wahai anak bibiku, kalau kalbu merasa tenteram kepada selain Allah sekejap mata pun, niscaya engkau mengira aku tidak mengenal Allah."
Seorang ulama berkata, "Makrifat yang benar adalah menceraikan dunia dan akhirat, dan menyendiri untuk Maula. Dia mabuk karena tegukan mahabbah. Karena itu, dia tidak sadar kecuali ketika melihat Allah. Dia berada di atas cahaya dari Tuhannya."
Rasulullah SAW bersabda: "Apabila tubuh hamba menggigil karena takut kepada Allah SWT, dosa-dosanya berguguran seperti daun-daun yang berguguran dari pohon".
Abû al-Layts r.a. berkata, "Allah memiliki para malaikat di langit ketujuh. Mereka bersujud sejak Allah menciptakan mereka hingga hari kiamat. Mereka menggigil ketakutan karena takut kepada Allah SWT Apabila hari kiamat tiba, mereka mengangkat kepala dan berkata, Mahasuci Engkau, kami menyembah-Mu dengan penyembahan yang sebenar-benarnya".
Itulah firman Allah SWT: Mereka takut kepada Tuhan mereka yang di atas mereka dan melaksanakan apa yang diperintahkan (QS. an-Nahl [16]: 50). Yakni, mereka tidak berbuat maksiat kepada Allah sekejap mata pun.
Rasulullah SAW bersabda, "Apabila tubuh hamba menggigil karena takut kepada Allah SWT, dosa-dosanya berguguran seperti daun-daun yang berguguran dari pohon." Dikisahkan bahwa seorang laki-laki tertambat hatinya kepada seorang perempuan. Perempuan itu keluar untuk suatu keperluan. Laki-laki itu ikut pergi bersamanya. Ketika mereka berduaan di padang sahara, sementara orang lain sudah tertidur, laki-laki itu mengungkapkan isi hatinya kepada perempuan tersebut: Perempuan itu berkata,"Lihatlah, semua orang sudah tertidur."
Laki-laki itu senang mendengar kata-kata itu. Dia mengira bahwa perempuan itu telah memberikan jawaban kepadanya. Lalu, dia berdiri dan mengelilingi kafilah. Dia mendapati orang-orang sudah tertidur. Lalu, dia kembali kepada perempuan itu dan berkata, "Benar, mereka telah tidur." Namun, perempuan itu bertanya, "Apa pendapatmu tentang Allah, apakah Dia tidur pada saat ini?" Laki-laki itu menjawab, "Allah SWT tidak tidur. Dia tidak pernah terserang kantuk dan tidur". Perempuan itu berkata, "Zat yang tidak tidur dan tidak akan tidur selalu melihat kita walaupun orang lain tidak melihat kita. Karena itu, Allah lebih pantas untuk ditakuti."
Akhirnya, laki-laki itu pun meninggalkan perempuan tadi karena takut kepada Sang Pencipta. Dia bertobat dan kembali ke kampung halamannya. Ketika dia meninggal, orang-orang bemimpi melihatnya. Ditanyakan kepadanya, "Apa tindakan Allah kepadamu?" Dia menjawab, "Dia mengampuniku karena ketakutanku itu. Dengan demikian, terhapuslah dosa tersebut."
Dikisahkan bahwa di tengah Bani Israil ada seorang ahli ibadah yang memiliki keluarga. Lalu, dia tertimpa kelaparan sehingga badannya menggigil. Istrinya pergi untuk mencari makanan bagi keluarganya. Kemudian, dia sampai di rumah seorang saudagar itu makanan untuk keluarganya. Saudagar itu berkata, "Ya, tapi serahkanlah dirimu kepadaku."
Perempuan itu terdiam dan kembali ke rumahnya. Dia perhatikan keluarganya yang sedang menjerit kelaparan dan berkata, "Ibu, kami akan mati karena kelaparan. Berikanlah sesuatu yang dapat kami makan."
Perempuan itu pergi lagi ke rumah saudagar tadi dan mengabarkan keadaan keluarganya. Saudagar itu bertanya, "Maukah engkau memenuhi keperluanku?" Perempuan ltu menjawab, "Ya".
Ketika mereka sedang berduaan, persendian si perempuan itu mengigil sehingga anggota-anggota tubuhnya hampir terlepas dari badannya. Melihat keadaan itu, sang saudagar bertanya, "Ada apa denganmu?" Perempuan itu menjawab, "Aku takut kepada Allah." Saudagar itu berkata, "Engkau saja takut kepada Allah SWT dengan kemiskinanmu. Aku lebih pantas untuk takut kepada-Nya daripada dirimu."
Karena itu, dia menjauhi perempuan itu dan memenuhi kebutuhanya. Lalu, perempuan itu pulang menemui anak-anaknya dengan membawa kenikmatan yang banyak. Anak-anaknya pun sangat bergembira. Allah mewahyukan kepada Musa a.s., "Sampaikan kepada fulan bin fulan bahwa Aku telah mengampuni dosa-dosanya."
Lalu, Musa a.s. menemui saudagar itu dan berkata, "Tampaknya engkau telah mengerjakan kebajikan diantara dirimu dan Allah." Kemudian, saudagar itu menceritakan kisahnya. Musa a.s. berkata, "Allah SWT Telah mengampuni dosa-dosamu." Demikianlah disebutkan di dalam Majma' al-Lathâif.
Diriwayatkan bahwa Nabi SAW bersabda, "Allah SWT, berfirman, Pada hamba-Ku tidak berkumpul dua ketakutan dan dua rasa aman. Barangsiapa yang takut kepada-Ku di dunia, Aku akan memberikan keamanan kepadanya di akhirat. Sebaliknya, barangsiapa yang merasa aman kepada-Ku di dunia, Aku akan memberikan rasa takut kepadanya pada hari kiamat."
Tentang hal itu, Allah SWT Berfirman; "Karena itu, janganlah kamu takut kepada manusia, tetapi takutlah kepada-Ku". (QS al-Mâ'idah [5]: 44).
"Karena itu, janganlah kamu takut kepada mereka, melainkan takutlah kepada-Ku, jika kamu benar-benar orang yang beriman". (QS. Ali 'Imrân [3]: 175).
'Umar r.a. pernah jatuh pingsan karena takut ketika mendengar bacaan suatu ayat al-Qur'an. Pada suatu hari, dia mengambil sebatang jerami, lalu berkata, "Aduhai, alangkah baiknya jika aku menjadi jerami dan tidak menjadi sesuatu yang disebut. Aduhai, alangkah baiknya jika dulu ibuku tidak melahirkanku." Dia menangis terisak-isak sehingga air mata membasahi pipinya. Oleh karena itu, pada wajahnya ada garis bekas tetesan air mata.
Nabi SAW bersabda, "Tidak masuk neraka orang yang menangis karena takut kepada Allah hingga air susu kembali pada tetek."
Dalam Raqâ'id al-Akhbâr disebutkan: Hari kiamat didatangkan kepada hamba maka kejelekan-kejelekannya lebih banyak daripada kebaikan-kebaikannya. Lalu, dia diperintahkan ke neraka. Bulu matanya berkata, "Wahai Tuhanku, Rasul-Mu Muhammad SAW telah bersabda, Barangsiapa yang menangis karena takut kepada Allah, Dia mengharamkannya pada api neraka. Lalu, aku menangis karena takut kepada-Mu." Karena itu, Allah mengampuni dan mengeluarkannya dari neraka dengan berkah sehelai bulu matanya yang ketika di dunia pernah menangis karena takut kepada Allah SWT. Jibril a.s. berseru, "Fulan bin fulan selamat karena sehelai bulu mata".
Dalam Bidâyah al-Hidâyah disebutkan: Pada hari kiamat, didatangkan Neraka Jahanam yang nyalanya bergemuruh, dan setiap umat berlutut karena takut kepadanya. Sebagaimana hal itu difirmankan Allah SWT. Dan (pada hari itu) kamu lihat tiap-tiap umat berlutut. Tiap-tiap umat dipanggil untuk (melihat) buku catatan amalnya (QS. al-Jatsiyah [45]: 28).
Ketika mendatangi neraka, mereka mendengar suara didih dan nyalanya. Gemuruh nyalanya terdengar hingga jarak perjalanan lima ratus tahun. Setiap para nabi berkata, "Diriku, diriku," kecuali Rasullullah SAW. Beliau berkata, "Umatku, umatku." Dari Neraka Jahim itu keluar api sebesar gunung. Umat Muhammad SAW berusaha mendorongnya. Mereka berkata, "Wahai api, demi hak orang-orang yang menegakkan shalat, yang bersedekah, yang khusyu' dan yang puasa, kembalilah." Namun, api itu tidak mati kembali maka dipanggillah Jibril a.s. Kemudian Jibril datang dengan membawa segelas air, lalu diberikan kepada Rasulullah SAW. Jibril berkata, "Wahai Rasulullah, ambillah ini, lalu siramkan pada api itu." Kemudian, beliau menyiramkannya pada api sehingga ketika itu pula api itu padam.
Lalu Rasulullah SAW bertanya, "Ini air apa?" Jibril a.s. menjawab, "Ini adalah air mata orang-orang yang durhaka diantara umatmu. Mereka menangis karena takut kepada Allah SWT. Lalu, aku diperintahkan untuk memberikannya kepadamu agar disiramkan pada api itu, sehingga api itu menjadi padam dengan izin Allah SWT" Rasulullah SAW Berdoa, "Ya Allah, anugerahilah aku dengan dua mata itu tidak menjadi seperti yang digambarkan penyair:
Mengapa mataku tak menangis
karena dosa-dosaku,
Umurku lepas dan tanganku
tetapi aku tak tahu."
Dikisahkan dari Muhammad bin al-Mundzir r.a. bahwa ketika dia menangis, wajah dan janggutnya dibasahi air mata. Dia berkata, "Telah sampai kabar kepadaku bahwa api neraka tidak akan membakar tempat-tempat yang pernah dibasahi air mata."
Karena itu, hendaklah orang Mukmin takut akan azab Allah dan menjauhkan diri dari hawa nafsu. Allah SWT berfirman: "Adapun orang yang melampaui batas dan lebih mengutamakan kehidupan dunia, maka sesungguhnya nerakalah tempat tinggalnya. Dan adapun orang-orang yang takut pada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya, maka sesungguhnya surgalah tempat tinggalnya". (QS an-Nazi'at [79]: 37 dan 41).
Barangsiapa yang ingin selamat dari azab Allah dan memperoleh pahala dan rahmat-Nya, hendaklah dia bersabar atas kesengsaraan dunia dan ketaatan kepada Allah, serta menjauhi kemaksiatan.
Dalam Zahr al-Riyâdh terdapat hadits yang diriwayatkan dari Nabi SAW. Beliau bersabda, "Apabila para penghuni surga masuk ke dalam surga, para malaikat menemui mereka dengan segala kebaikan dan kenikmatan. Para malaikat itu menempatkan mimbar-mimbar untuk mereka. Diberikan kepada mereka berbagai macam makanan dan buah-buahan. Terhadap kenikmatan ini, mereka keheranan; Allah bertanya, "Wahai hamba-hamba-Ku, mengapa kalian tampak keheranan? Ini bukan tempat untuk merasa heran." Mereka menjawab, "Sesuatu yang dijanjikan kepada kami telah tiba waktunya." Allah SWT berfirman kepada para malaikat, "Angkatlah hijab dari wajah mereka." Namun, para malaikat bertanya, "Wahai Tuhan kami, bagaimana mereka akan melihat-Mu, bukankah dulu mereka adalah orang-orang yang durhaka?". Allah SWT menjawab, "Angkatlah hijab, karena mereka adalah orang-orang yang selalu berzikir, bersujud, dan menangis di dunia karena ingin sekali-bertemu dengan-Ku."
Lalu, hijab itu diangkat. Mereka memandang Allah, lalu menjatuhkan diri untuk bersujud kepada Allah 'Azza wa Jalla. Allah berfirman kepada mereka, "Angkatlah kepala kalian. Ini bukan tempat untuk beramal, melainkan tempat kemuliaan."
Allah menampakkan diri kepada mereka tanpa diketahui bagaimana penampakan diri-Nya, dan dengan rasa bahagia berkata kepada mereka, "Salam sejahtera bagi kamu sekalian, wahai hamba-hamba-Ku. Aku telah ridla kepada kalian. Apakah kalian ridla kepada-Ku?" Mereka serentak menjawab, "Wahai Tuhan kami, bagaimana kami tidak ridla, padahal Engkau telah memberikan kepada kami sesuatu yang tidak terlihat mata, tidak terdengar telinga, dan tidak terpikirkan kalbu manusia."
Inilah makna firman Allah SWT: "Allah ridla terhadap mereka dan mereka pun ridla terhadap-Nya". (QS Ali 'Imrân [3]: 119). (Kepada mereka dikatakan), "Salam," sebagai ucapan selamat dari Tuhan Yang Maha Penyayang (QS Yâsîn [36]: 58).
TAAT DAN CINTA KEPADA ALLAH DAN RASULNYA
Seorang hamba yang mengetahui bahwa kesempurnaan yang hakiki tiada lain kecuali milik Allah dan setiap yang tampak sempurna dari dirinya atau orang lain adalah dari dan karena Allah, maka hal itu akan menuntut keinginan menaati-Nya dan mencintai segala yang mendekatkan diri kepada-Nya.
Allah SWT berfirman, Katakanlah, "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihimu" (QS Ali 'Imran [3]: 31).
Ketahuilah, wahai yang dikasihi Allah, bahwa kecintaan hamba kepada Allah dan Rasul-Nya adalah ketaatan dan kepatuhan kepada perintah Allah dan Rasul-Nya. Adapun kecintaan Allah kepada hamba-Nya adalah limpahan ampunan-Nya kepadanya.
Ada yang mengatakan, apabila hamba mengetahui bahwa kesempurnaan yang hakiki tiada lain kecuali milik Allah dan setiap yang tampak sempurna dari dirinya atau orang lain adalah dari dan karena Allah, cintanya hanya milik dan kepada Allah. Hal itu menuntut keinginan mentaati-Nya dan mencintai segala yang mendekatkan diri kepada-Nya. Oleh karena itu, mahabbah ditafsirkan sebagai keinginan untuk taat dan kelaziman mengikuti Rasulullah SAW dalam peribadatannya. Hal itu merupakan dorongan menuju ketaatan kepada-Nya.
Al-Hasan r.a. berkata, "Beberapa kaum berjanji di hadapan Rasulullah SAW, 'Wahai Rasulullah, sungguh kami mencintai Tuhan kami.' Maka turunlah ayat di atas."
Basyar al-Hâfî berkata, "Aku bermimpi bertemu dengan Nabi SAW. Beliau bertanya, 'Wahai Basyar, tahukah engkau, dengan apa Allah meninggikanmu diantara kawan-kawanmu?' "Tidak, wahai Rasulullah," jawabku. Beliau bersabda, 'Dengan baktimu kepada orang-orang saleh, nasihatmu kepada saudara-saudaramu, kecintaanmu kepada sahabat-sahabatmu dan pengikut Sunnahku, dan kepatuhanmu kepada Sunnahku.' Selanjutnya Nabi SAW bersabda, 'Barangsiapa yang menghidupkan Sunnahku, dia telah mencintaiku. Dan, barangsiapa yang mencintaiku, pada hari kiamat dia bersamaku di surga.'"
Di dalam hadits masyhur disebutkan bahwa orang yang berpegang pada Sunnah Rasulullah SAW ketika orang lain berbuat kerusakan dan terjadi pertikaian diantara para penganut mazhab, dia memperoleh pahala dengan seratus pahala syuhada. Demikian disebutkan dalam Syir'ah al-Islam.
Nabi SAW bersabda, "Semua umatku masuk surga kecuali orang yang tidak menginginkannya." "Para sahabat bertanya, "Siapa yang tidak menginginkannya?" Beliau menjawab, "Orang yang mentaatiku masuk surga, sedangkan orang yang durhaka kepada-ku tidak menginginkan masuk surga. Setiap amalan yang tidak berdasarkan Sunnahku adalah kemaksiatan."
Seorang ulama sufi berkata, "Kalau Anda melihat seorang guru sufi terbang di udara, berjalan di atas laut atau memakan api, dan sebagainya, sementara dia meninggalkan perbuatan fardlu atau sunnah secara sengaja, ketahuilah bahwa dia berdusta dalam pengakuannya. Perbuatannya bukanlah karamah. Kami berlindung kepada Allah dari yang demikian."
Al-Junayd r.a. berkata, "Seseorang tidak akan sampai kepada Allah kecuali melalui Allah. Jalan untuk sampai kepada Allah adalah mengikuti al-Mushthafa SAW".
Ahmad al-Hawari r.a. berkata, "Setiap perbuatan tanpa mengikuti Sunnah adalah batil. Sebagaimana sabda Nabi SAW, "Barangsiapa yang mengabaikan Sunnahku, haram baginya syafaatku." Demikian disebutkan dalam Syir'ah al-Islam.
Ada seorang gila yang tidak meremehkan dirinya. Kemudian, hal itu diberitahukan kepada Ma'ruf al-Karkhi. Dia tersenyum, lalu berkata, "Wahai saudaraku, Allah memiliki para pencinta dari anak-anak, orang dewasa, orang berakal, dan orang gila. Yang ini adalah yang engkau lihat pada orang gila."
Al-Junayd berkata, "Guruku al-Sari r.a. jatuh sakit. Kami tidak tahu obat untuk menyembuhkan penyakitnya dan juga tidak tahu sebab sakitnya. Dokter yang berpengalaman memberikan resep kepada kami. Oleh karena itu, kami menampung air seninya ke dalam sebuah botol. Lalu, dokter itu melihat dan mengamatinya dengan saksama. Kemudian dia berkata, Aku melihat air seni ini seperti air seni seorang pencinta ('âsyiq). 'Aku seperti disambar petir dan jatuh pingsan. Botol itu pun jatuh dari tanganku. Kemudian, aku kembali kepada al-Sari dan mengabarkan hal itu kepadanya. Dia tersenyum dan berkata, 'Allah mematikan apa yang dia lihat.' Aku bertanya, 'Wahai guru, apakah mahabbah itu tampak jelas dalam air seni?' Dia menjawab, 'Benar.'
Al-Fudhayl r.a. berkata, "Apabila ditanyakan kepadamu, apakah engkau mencintai Allah, diamlah. Sebab, jika engkau menjawab 'tidak', engkau menjadi kafir. Sebaliknya, jika engkau menjawab 'ya', berarti sifatmu bukan sifat para pencinta Allah maka waspadalah dalam mencintai dan membenci (sesuatu)."
Sufyân berkata, "Barangsiapa mencintai orang yang mencintai Allah SWT, berarti dia mencintai Allah. Barangsiapa memuliakan orang yang memuliakan Allah SWT, berarti dia memuliakan Allah SWT." Sahl berkata, "Tanda kecintaan kepada Allah adalah kecintaan kepada al-Qur'an. Tanda kecintaan kepada Allah dan al-Qur'an adalah kecintaan kepada Nabi SAW. Tanda kecintaan kepada Nabi SAW. adalah kecintaan kepada Sunnahnya. Tanda kecintaan kepada Sunnahnya adalah kecintaan kepada akhirat. Tanda kecintaan kepada akhirat adalah membenci keduniaan. Tanda kebencian kepada keduniaan adalah tidak mengambilnya kecuali sebagai bekal dan perantara menuju akhirat."
Abu al-Hasan al-Zanjânî berkata, "Pokok ibadah itu adalah tiga anggota badan, yaitu telinga, hati, dan lidah. Telinga untuk mengambil pelajaran, hati untuk bertafakur, sedangkan lidah untuk berkata benar, bertasbih, dan berzikir. Sebagaimana Allah SWT berfirman, "Berzikirlah kepada Allah dengan zikir yang sebanyak-banyaknya. Dan bertasbihlah kepada-Nya di waktu pagi dan petang". (QS. al-Ahzab [33]: 41-42).
Abdullah dan Ahmad bin Harb berada di suatu tempat. Lalu, Ahmad bin Harb memotong sehelai daun rumput. Kemudian, Abdullah berkata kepadanya, "Engkau mengambil lima hal yang melalaikan kalbumu dari bertasbih kepada Maulamu. Engkau membiasakan dirimu sibuk dengan selain zikir kepada Allah SWT. Engkau jadikan hal itu sebagai jalan yang diikuti orang lain, dan engkau mencegahnya dari bertasbih kepada Tuhannya. Engkau bebankan kepada dirimu hujjah Allah 'Azza wa jalla pada hari kiamat." Demikian dikutip dari Rawnaq al-Majâlis.
Al-Sari r.a. berkata, "Aku bersama al-Jurjânî melihat tepung. Lalu, al-Jurjânî menelannya. Aku tanyakan hal itu kepadanya, 'Mengapa engkau tidak memakan makanan yang lain?' Dia menjawab, 'Aku hitung di antara mengunyah dan menelan itu ada tujuh puluh kali tasbih. Karena itu, aku tidak pernah lagi memakan roti sejak empat puluh tahun yang lalu.
Sahl bin Abdullah makan setiap lima belas hari sekali. Ketika memasuki bulan Ramadlan, dia tidak makan kecuali sekali saja. Sekali-sekali dia menahan lapar hingga tujuh puluh hari. Apabila makan, badannya menjadi lemah. Namun jika lapar, badannya menjadi kuat. Dia beriktikaf di Masjidil Haram selama tiga puluh tahun tanpa terlihat makan dan minum. Dia tidak melewatkan sesaat pun dari berzikir kepada Allah.
'Umar bin 'Ubayd tidak pernah keluar dari rumahnya kecuali karena tiga hal, yaitu shalat berjamaah, menjenguk orang sakit, dan melayat orang yang meninggal. Dia berkata, "Aku melihat orang-orang mencuri dan merampok. Umur adalah mutiara indah yang tidak ternilai maka hendaklah umur itu disimpan dalam lemari yang abadi di akhirat.
Ketahuilah bahwa pencari akhirat harus melakukan kezuhudan dalam kehidupan dunia agar cita-citanya hanya satu dan batinnya tidak terpisah dari lahirnya. Tidak mungkin menjaga keadaan itu kecuali dengan penguasaan lahir dan batin."
Ibrahim bin al-Hakim berkata, "Apabila hendak tidur, bapakku sering menceburkan diri ke laut, lalu bertasbih. Ikan-ikan hiu pun berkumpul dan ikut bertasbih bersamanya."
Wahab bin Munabbih berdoa kepada Allah agar dihilangkan rasa kantuk pada malam hari. Karena itu, dia tidak pernah tidur selama empat puluh tahun. Hasan al-Hallaj mengikat kakinya dari mata kaki hingga lutut dengan tiga belas ikatan. Dia menunaikan shalat dalam keadaan seperti itu sebanyak seribu rakaat dalam sehari semalam.
AI-Junayd pernah pergi ke pasar dan membuka tokonya. Dia masuk, menurunkan tirai, menunaikan shalat empat ratus rakaat, kemudian pulang. Selama empat puluh tahun Habsyi' bin Dawud menunaikan shalat dluha dengan wudlu untuk shalat 'isya maka hendaklah orang-orang Mukmin selalu dalam keadaan suci. Setiap kali berhadas, bersegeralah bersuci, shalat dua rakaat, dan berusaha menghadap kiblat dalam setiap duduknya. Hendaklah dia membayangkan bahwa dirinya sedang duduk di hadapan Nabi SAW, menurut kadar kehadiran dan pengawasan batinnya. Dengan demikian, dia terbiasa tenang dalam segala perbuatan. Dia rela menanggung penderitaan, tidak melakukan sesuatu yang menyakiti (orang lain), dan memohon ampunan dari setiap hal yang menyakitkan. Dia tidak membanggakan diri dan perbuatannya, karena bangga diri ('ujb) termasuk sifat-sifat setan. Pandanglah diri dengan mata kehinaan dan pandanglah orang-orang saleh dengan mata kemuliaan dan keagungan. Barangsiapa yang tidak mengenal kemuliaan orang-orang saleh, Allah mengharamkannya bergaul dengan mereka. Dan barangsiapa yang tidak mengenal mulianya ketaatan, dicabutlah manisnya ketaatan itu dari kalbunya.
Al-Fudhayl bin 'Iyadh ditanya, "Wahai Abu' Al-Fudhayl, kapan seseorang bisa dikatakan orang saleh?" Dia menjawab, "Apabila ada kesetiaan dalam niatnya, ada ketakutan dalam kalbunya, ada kebenaran pada lidahnya, dan ada amal saleh pada anggota tubuhnya."
Allah Swt. berfirman ketika Nabi Saw. melakukan mikraj, "Wahai Ahmad, jika engkau ingin menjadi orang yang paling wara, berlaku zuhudlah di dunia dan cintailah akhirat, "Nabi Saw. bertanya, "Wahai Tuhanku, bagaimana cara aku berlaku zuhud di dunia?" Allah menjawab, " Ambillah dari keduniaan itu sekadar memenuhi keperluan makan, minum, dan pakaian. Janganlah menyimpannya untuk hari esok dan biasakanlah berzikir kepada-Ku." Nabi SAW bertanya lagi, "Wahai Tuhanku, bagaimana cara aku membiasakan berzikir kepada-Mu?" Allah menjawab, "Dengan mengasingkan diri dari manusia. Gantilah tidurmu dengan shalat dan makanmu dengan lapar."
Nabi SAW bersabda, "Kezuhudan di dunia dapat menenangkan hati dan badan. Kecintaan kepadanya dapat memperbanyak tekad kuat dan kesedihan. Kecintaan kepada keduniaan merupakan induk setiap kesalahan, dan kezuhudan dari keduniaan merupakan induk setiap kebaikan dan ketaatan."
Seorang saleh melewati sekelompok orang. Tiba-tiba dia mendengar seorang dokter sedang menerangkan tentang penyakit dan obat-obatan. Dia bertanya, "Wahai penyembuh penyakit tubuh, dapatkah engkau mengobati penyakit hati?" Dokter itu menjawab, "Ya, sebutkan penyakitnya." Orang saleh itu berkata, "Dosa telah menghitamkannya sehingga menjadi keras dan kering. Apakah engkau dapat mengobatinya?" Dokter menjawab, "Obatnya adalah ketundukan, permohonan yang sungguh-sungguh, istigfar di tengah malam dan siang hari, bersegera menuju ketaatan kepada Zat Yang Mahamulia dan Maha Pemberi ampunan, dan permohonan maaf kepada Raja Yang Mahakuasa. Inilah obat penyakit hati dan penyembuhan dari Zat Yang Maha Mengetahui segala yang gaib." Lalu, orang saleh itu menjerit dan berlalu sambil menangis. Dia berkata, "Dokter yang baik, engkau telah mengobati penyakit hatiku." Dokter itu berkata, "Ini adalah penyembuhan penyakit hati orang yang bertaubat dan mengembalikan kalbunya kepada Zat Yang Mahabenar dan Maha Menerima taubat".
Dikisahkan bahwa seseorang membeli seorang budak. Lalu budak itu berkata, "Wahai tuanku, aku ingin mengajukan tiga syarat kepada Anda. Pertama, Anda tidak menghalangiku untuk menunaikan shalat wajib apabila tiba waktunya. Kedua, Anda boleh memerintahku sesuka Anda pada siang hari, namun tidak menyuruhku pada malam hari. Ketiga, Anda memberikan kepadaku sebuah kamar di rumah Anda yang tidak boleh dimasuki orang lain." Pembeli budak itu berkata, "Aku akan memenuhi syarat-syarat itu."
Selanjutnya dia berkata, "Lihatlah kamar-kamar itu." Budak itu pun berkeliling dan menemukan sebuah kamar yang sudah rusak, lalu berkata, "Aku mengambil kamar ini." Pembeli budak itu bertanya, "Wahai budak, mengapa engkau memilih kamar yang rusak?" Budak itu menjawab, "Wahai tuanku, tidakkah Anda tahu bahwa yang rusak itu di sisi Allah merupakan taman."
Budak itu melayani tuannya pada siang dan malamnya dia beribadah kepada Tuhannya. Hingga pada suatu malam, tuannya berkeliling di sekitar rumahnya, lalu sampai dikamar budak itu. Tiba-tiba dia melihat kamar itu bercahaya, sementara budak itu sedang bersujud dan di atas kepalanya ada pelita dari cahaya yang tergantung di antara langit dan bumi. Budak itu bermunajat dan merendahkan diri (kepada Allah): Dia berdoa, "Ya Allah, aku memenuhi hak tuanku dan melayaninya pada siang hari. Kalau tidak begitu, niscaya aku tidak akan melewatkan siang dan malamku selain untuk berkhidmat kepada-Mu maka ampunilah aku, wahai Tuhanku."
Tuannya menyaksikan hal itu hingga tiba waktu subuh. Pelita itu menghilang dan atap kamar itu pun menutup kembali. Lalu, dia kembali dan memberitahukan hal itu kepada istrinya. Ketika malam kedua tiba, dia mengajak istrinya dan mendatangi pintu kamar itu. Tiba-tiba mereka menemukan budak itu sedang bersujud dan ada pelita di atas kepalanya. Mereka pun berdiri di depan pintu kamar sambil memandangi budak itu dan menangis hingga tiba waktu subuh. Lalu, mereka memanggil budak itu dan berkata, "Engkau aku merdekakan karena Allah SWT sehingga engkau dapat mengisi siang dan malammu dengan beribadah kepada Zat yang engkau mohonkan maaf-Nya."
Kemudian, budak itu menadahkan tangannya ke langit dan berkata,
Wahai Pemilik segala rahasia
kini rahasia itu telah tampak
hidup ini tak lagi kuinginkan
setelah rahasia itu tersebar.
Lalu dia berdoa, "Ya Allah, aku memohon kematian kepada-Mu." Budak itu pun tersungkur dan lalu meninggal. Demikianlah keadaan orang-orang saleh, serta para pencinta dan pendamba.
Dalam Zahr al-Riyadh disebutkan bahwa Musa a.s. punya seorang karib yang sangat dekat. Pada suatu hari, karibnya berkata, "Wahai Musa, berdoalah kepada Allah agar aku dapat mengenal-Nya dengan makrifat yang sebenar-benarnya."
Musa a.s. berdoa, dan doanya dikabulkan. Kemudian, karibnya pergi ke puncak gunung bersama binatang-binatang buas. Musa pun kehilangan dia maka Musa berdoa, "Wahai Tuhanku, aku kehilangan saudara dan karibku." Tiba-tiba ada jawaban, "Wahai Musa, orang yang mengenal-Ku dengan makrifat yang sebenar-benarnya tidak bergaul dengan makhluk untuk selama-lamanya."
Dalam sebuah hadits disebutkan bahwa Yahya a.s. dan Isa a.s. sedang berjalan di pasar. Tiba-tiba seorang perempuan menabrak mereka. Yahya a.s. berkata, "Demi Allah, aku tidak merasakannya."
Lalu Isa a.s. bertanya, "Mahasuci Allah, badanmu ada bersamaku. tetapi kalbumu ada di mana!" Yahya a.s. menjawab, "Wahai anak bibiku, kalau kalbu merasa tenteram kepada selain Allah sekejap mata pun, niscaya engkau mengira aku tidak mengenal Allah."
Seorang ulama berkata, "Makrifat yang benar adalah menceraikan dunia dan akhirat, dan menyendiri untuk Maula. Dia mabuk karena tegukan mahabbah. Karena itu, dia tidak sadar kecuali ketika melihat Allah. Dia berada di atas cahaya dari Tuhannya."
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment