Followers

Friday, February 23, 2007

WAHABI DAN TEXTUALISME (2)

Yang ini dari Ustadz Hakim, Hadits Jariyah (budak perempuan) ini bersama hadits-hadits yang lain yang sangat banyak dan berpuluh-puluh ayat Al-Qur'an dengan tegas dan terang menyatakan : "Sesungguhnya Pencipta kita Allah 'Azza wa Jalla di atas langit yakni di atas 'Arsy-Nya, yang sesuai dengan kebesaran dan keagungan-Nya". Maha Suci Allah dari menyerupai mahluk-Nya.!.
Dan Maha Suci Allah dari ta'wilnya kaum Jahmiyyah yang mengatakan Allah ada dimana-mana tempat !??.

Dapatlah kami simpulkan sebagai berikut :
1. Sesungguhnya bertanya dengan pertanyaan : "Dimana Allah ?, disyariatkan dan penanya telah mengikuti Rasulullah SAW.
2. Wajib menjawab : "Sesungguhnya Allah di atas langit atau di atas 'Arsy". Karena yang dimaksud di atas langit adalah di atas 'Arsy. Jawaban ini membuktikan keimanannya sebagai mu'min atau mu'minah. Sebagaimana Nabi SAW, telah menyatakan keimanan budak perempuan, karena jawabannya : Allah di atas langit !.
3. Wajib mengi'tiqadkan sesungguhnya Allah di atas langit, yakni di atas 'Arsy-Nya.
4. Barangsiapa yang mengingkari wujud Allah di atas langit, maka sesungguhnya ia telah kafir.
5. Barangsiapa yang tidak membolehkan bertanya : Dimana Allah ? maka sesungguhnya ia telah menjadikan dirinya lebih pandai dari Rasulullah SAW, bahkan lebih pandai dari Allah Subhanahu wa Ta'ala. Na'udzu billah.
6. Barangsiapa yang tidak menjawab : Sesungguhnya Allah di atas langit, maka bukanlah ia seorang mukmin atau mukminah.
7. Barangsiapa yang mempunyai iti'qad bahwa bertanya :"Dimana Allah ?" akan menyerupakan Allah dengan mahluk-nya, maka sesunguhnya ia telah menuduh Rasulullah SAW jahil/bodoh !. Na'udzu billah !
8. Barangsiapa yang mempunyai iti'qad bahwa Allah berada dimana-mana tempat, maka sesunguhnya ia telah kafir.
9. Barangsiapa yang tidak mengetahui dimana Tuhannya, maka bukankah ia penyembah Allah 'Azza wa Jalla, tetapi ia menyembah kepada "sesuatu yang tidak ada".
10. Ketahuilah ! Bahwa sesunguhnya Allah Subhanahu wa Ta'ala di atas langit, yakni di atas 'Arsy-Nya di atas sekalian mahluk-Nya, telah setuju dengan dalil naqli dan aqli serta fitrah manusia. Adapun dalil naqli, telah datang berpuluh ayat Al-Qur'an dan hadits yang mencapai derajat mutawatir. Demikian juga keterangan Imam-imam dan Ulama-ulama Islam, bahkan telah terjadi ijma' diantara mereka kecuali kaum ahlul bid'ah. Sedangkan dalil aqli yang sederhanapun akan menolak jika dikatakan bahwa Allah berada di segala tempat !. Adapun fitrah manusia, maka lihatlah jika manusia -baik muslim atau kafir- berdo'a khususnya apabila mereka terkena musibah, mereka angkat kepala-kepala mereka ke langit sambil mengucapkan 'Ya ... Tuhan..!. Manusia dengan fitrahnya mengetahui bahwa penciptanya berada di tempat yang tinggi, di atas sekalian mahluk-Nya yakni di atas 'Arsy-Nya. Bahkan fitrah ini terdapat juga pada hewan dan tidak ada yang mengingkari fitrah ini kecuali orang yang telah rusak fitrahnya.

Tambahan
Sebagian ikhwan telah bertanya kepada saya (Abdul Hakim bin Amir Abdat) tentang ayat :
Artinya :
"Dan Dia-lah Allah di langit dan di bumi, Dia mengetahui rahasia kamu dan yang kamu nyatakan, dan Dia mengetahui apa-apa yang kamu kerjakan ". (Al-An'am : 3)
Saya jawab : Ahli tafsir telah sepakat sebagaimana dinukil Imam Ibnu Katsir mengingkari kaum Jahmiyyah yang membawakan ayat ini untuk mengatakan :
"Innahu Fii Qulli Makaan"
"Sesungguhnya Ia (Allah) berada di tiap-tiap tempat !".
Maha Suci Allah dari perkataan kaum Jahmiyyah ini !

Adapun maksud ayat ini ialah :
1. Dialah yang dipanggil (diseru/disebut) Allah di langit dan di bumi.
2. Yakni : Dialah yang disembah dan ditauhidkan (diesakan) dan ditetapkan bagi-Nya Ilaahiyyah (Ketuhanan) oleh mahluk yang di langit dan mahluk yang di bumi, kecuali mereka yang kafir dari golongan Jin dan manusia.

Ayat tersebut seperti juga firman Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Artinya :
"Dan Dia-lah yang di langit (sebagai) Tuhan, dan di bumi (sebagai) Tuhan, dan Dia Maha Bijaksana (dan) Maha mengetahui". (Az-Zukhruf : 84)
Yakni : Dia-lah Allah Tuhan bagi mahluk yang di langit dan bagi mahluk yang di bumi dan Ia disembah oleh penghuni keduanya. (baca : Tafsir Ibnu Katsir Juz 2 hal 123 dan Juz 4 hal 136).
Bukanlah dua ayat di atas maksudnya : Allah ada di langit dan di bumi atau berada di segala tempat!. Sebagaimana ta'wilnya kaum Jahmiyyah dan yang sepaham dengan mereka. Atau perkataan orang-orang yang "diam" Tidak tahu Allah ada di mana !.

Mereka selain telah menyalahi ayat-ayat Al-Qur'an dan Hadits Nabi serta keterangan para sahabat dan Imam-imam Islam seluruhnya, juga bodoh terhadap bahasa Arab yang dengan bahasa Arab yang terang Al-Quran ini diturunkan Allah Subhanahu wa Ta'ala.

Imam Abu Abdillah Al-Muhasiby dalam keterangan ayat di atas (Az-Zukhruf : 84) menerangkan : "Yakni Tuhan bagi penduduk langit dan Tuhan bagi penduduk bumi. Dan yang demikian terdapat di dalam bahasa, (umpamanya ) engkau berkata : "Si Fulan penguasa di (negeri) Khirasan, dan di Balkh, dan di Samarqand", padahal ia berada di satu tempat". Yakni : Tidak berarti ia berada di tiga tempat meskipun ia menguasai ketiga negeri tersebut. Kalau dalam bahasa Indonesia, umpamanya kita berkata "Si Fulan penguasa di Jakarta, dan penguasa di Bogor, dan penguasa di Bandung". Sedangkan ia berada di satu tempat.

Bagi Allah ada perumpamaan/misal yang lebih tinggi (baca : Fatwa Hamawiyyah Kubra hal : 73).
Adapun orang yang "diam" (tawaqquf) dengan mengatakan : "Kami tidak tahu Dzat Allah di atas 'Arsy atau di bumi", mereka ini adalah orang-orang yang telah memelihara kebodohan !. Allah Rabbul 'Alamin telah sifatkan diri-Nya dengan sifat-sifat ini, yang salah satunya bahwa Ia istiwaa (bersemayam) di atas 'Arsy-Nya supaya kita mengetahui dan menetapkannya. Oleh karena itu "diam" darinya dengan ucapan "kita tidak tahu" nyata telah berpaling.-(Kami terangkan yang demikian itu) supaya ahli Kitab mengetahui bahwa mereka tiada mendapat sedikit pun akan karunia Allah (jika mereka tidak beriman kepada Muhammad), dan bahwasanya karunia itu adalah di tangan Allah. Dia berikan karunia itu kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah mempunyai karunia yang besar".
Q.S.57:29

Mereka berusaha membuktikan dengan cara yang sama bahwa orang Kaffir dan Ahli Kitab telah Syirik karena percaya hal-hal seperti ini. Orang Ahlu Sunnah telah jatuh kedalam kemusrikan karenanya.

Sayangnya dengan melakukan ini mereka menolak sama sekali dengan ayat ayat Quran yang lain dan Sunnah Rasulullah saww. Mari kita lihat ayat dibawah ini:

"Jika mereka sungguh-sungguh rida dengan apa yang diberikan Allah dan Rasul-Nya kepada mereka, dan berkata: "Cukuplah Allah bagi kami, Allah akan memberikan kepada kami sebahagian dari karunia-Nya dan demikian (pula) Rasul-Nya, sesungguhnya kami adalah orang-orang yang berharap kepada Allah", (tentulah yang demikian itu lebih baik bagi mereka)." (Q.S.9:59)

Apakah Allah telah syirik dengan mengatakan bahwa Rasulullah saww dapat memberikan karunia bersama dengan Dia.?

"Mereka (orang-orang munafik itu) bersumpah dengan (nama) Allah, bahwa mereka tidak mengatakan (sesuatu yang menyakitimu). Sesungguhnya mereka telah mengucapkan perkataan kekafiran, dan telah menjadi kafir sesudah Islam, dan mengingini apa yang mereka tidak dapat mencapainya; dan mereka tidak mencela (Allah dan Rasul-Nya), kecuali karena Allah dan Rasul-Nya telah melimpahkan karunia-Nya kepada mereka. Maka jika mereka bertobat, itu adalah lebih baik bagi mereka, dan jika mereka berpaling, niscaya Allah akan mengazab mereka dengan azab yang pedih di dunia dan di akhirat; dan mereka sekali-kali tidak mempunyai pelindung dan tidak (pula) penolong di muka bumi". (Q.S. 9:74)

Taktik dan Trik Orang salafi. Dikarenakan ayat ayat seperti ini bertentangan langsung dengan pengertian Shirik menurut mereka, mereka berusaha menolak dan mengenyampingkannya. Mereka menolak menyebutkan ayat ayat seperti karena takut orang orang akan menjadi shirik.

Kita sekarang berharap punya kemampuan yang lebih baik untuk memahami jahatnya pendekatan literal yang dipakai oleh mereka. Mari kita sekarang membahas tentang pertolongan datangnya dari Allah SWT.

Apakah hanya cukup Allah sendiri sebagai penolong?

Orang Salafi mengklaim bahwa cukup hanya Allah SWT sebagai penolong, kita orang Ahlu Sunnah setuju 100% dengan pernyataan ini.

Allah SWT berkata dalam Quran :
Q:S 4: 45, Dan Allah lebih mengetahui (daripada kamu) tentang musuh musuhmu. Dan cukuplah Allah menjadi Pelindung(bagimu). Dan cukuplah Allah menjadi penolong (bagimu).

Q.S. 33:17 Katakanlah: "Siapakah yang dapat melindungi kamu dari (takdir) Allah jika Dia menghendaki bencana atasmu atau menghendaki rahmat untuk dirimu?" Dan orang-orang munafik itu tidak memperoleh bagi mereka pelindung dan penolong selain Allah.

Sekarang setelah mengatakan bahwa kita setuju dengan orang salafi untuk point ini (Cukup hanya Allah sebagai penolong). Kita akan bertanya sama mereka apakah mereka juga setuju dengan kita untuk poin dibawah ini.

Bahwa pada saat Allah berkata bahwa cukup hanya Allah sebagai penolong pada saat yang sama Rasulullah saww, Jibril orang orang beriman dan malaikat sudah termasuk didalamnya.

Mari kita lihat ayat berikut ini:
Q.S. 66:4 "Jika kamu berdua bertobat kepada Allah, maka sesungguhnya hati kamu berdua telah condong (untuk menerima kebaikan); dan jika kamu berdua bantu-membantu menyusahkan Nabi, maka sesungguhnya Allah adalah Pelindungnya dan (begitu pula) Jibril dan orang-orang mukmin yang baik; dan selain dari itu malaikat-malaikat adalah penolongnya pula".

Apakah kita benar benar menyekutukan sesuatu kepada Allahketika kita percaya bahwa Jibril as, Orang beriman dan para malaikat yang juga bisa sebagai Maula kita (pelindung) dan Naseer(Penolong) bersama sama dengan Allah.

Jika kita tetap memakai pengertian Shirik menuruk pendapat mereka dan kita secara otomatis telah membuat Allah sendiri Musrik (Na udzubillah) dan begitu pula dengan orang orang yang percaya terhadap seluruh ayat Al-Quran.

Mari kita lihat ayat dibawah ini:
Q.S. 4:75 "Mengapa kamu tidak mau berperang di jalan Allah dan (membela) orang-orang yang lemah baik laki-laki, wanita-wanita maupun anak-anak yang semuanya berdoa: "Ya Tuhan kami, keluarkanlah kami dari negeri ini (Mekah) yang lalim penduduknya dan berilah kami pelindung (waliyan) dari sisi Engkau, dan berilah kami penolong (nasira) dari sisi Engkau!".


Manakala Allah sudah cukup sebagai Pelindung(waliyan) dan Penolong (Nasira), kemudian kenapa orang minta kepada Allah supaya orang lain menjadi pelindungnya dan penolongnya.

Dan pada saat Allah memberikan sifat Wali(perlindungan) dan Nusrat(pertolongan) kepada orang ini, kenapa mengklaim bahwa tidak ada selain Allah yang bisa memberi manfaat pada kita (baik perlindungan maupun pertolongan). Sebenarnya ada beberapa orang saleh yang dapat memberi pertolongan atau mendapatkan manfaat kepada kita dengan seijinNya.

Dan tidaklah menjadi shirik untuk juga mengambil para Awliya sebagai pelindung dan penolong bersama sama dengan Allah. Dan lawanya dari ini adalah syaitan beserta kawan kawannya dan jika minta perlindungan atau pertolongan mereka maka tentu saja kita telah shirik.

Q.S. 2:153 Hai orang-orang yang beriman, mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan (mengerjakan) salat, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.

Catatan: Masih terdapat banyak ayat al-Quran dan Hadits dimana mengatakan bahwa pertolongan dan manfaat bisa didapat (secara kiasan) dari selain Allah SWT. Dan orang tidak diperkenankan untuk mengartikan ayat ayat tersebut secara tektual, yang jika dilakukan akan menimbulkan kontradiksi .

Apakah Nabi Yusuf AS telah musrik ketika dia bilang Tuanku pada penguasa Mesir.

Dan jika orang salafi tidak siap untuk menerima penggunaan ungakapan secara kiasan , maka kita tantang mereka untuk menjawab kenapa Nabi Yusuf AS menggunakan kata Tuanku (Rabi) kepada penguasa Mesir.

Q.S. 12:23 "Dan wanita (Zulaikha) yang Yusuf tinggal di rumahnya menggoda Yusuf untuk menundukkan dirinya (kepadanya) dan dia menutup pintu-pintu, seraya berkata: "Marilah ke sini." Yusuf berkata: "Aku berlindung kepada Allah, sungguh tuanku telah memperlakukan aku dengan baik." Sesungguhnya orang-orang yang lalim tiada akan beruntung".

Perlukah kita mengomentari lebih jauh tentang ungkapan secara majazi dalam al-Quran.
( Bagi kita sudah jelas bahwa Nabi Yusuf AS telah menggunakan kata kata kiasan, sebagaimana dia telah tumbuh di rumah penguasa Mesir)

Maulana Maududi berusaha merubah arti dari ayat ayat diatas untuk disesuaikan dengan keyakinan Salafi.

Ayat diatas tentang nabi Yusuf adalah hantaman paling besar terhadap keyakinan Salafi dan mereka tidak sanggup mengadaptasinya.

Maulana Maududi adalah adalah seorang ulama beasr dari Pakistan dan karyanya "Tafhim ul Quran" dikenal sebagai salah satu Tafsir terbaik dianggap sebagai masterpiece oleh orang yang berpaham seperti Salafi. Ketika sampai pada ayat tersebut diatas dia tidak dapat mengadaptasi dan berusaha dengan keras untuk merubah arti ayat tersebut supaya sesuai dengan keyakinannya.
Let's see what he wrote:

" Normally the "Mufassireen" (have committed a mistake and) taken from it that Yusuf (as) used the word of "rabi" (lord) for his Egyptian Master that how could he fornicate with his wife, as this would contravene his loyalty. But it is not suitable for the Prophets to commit a sin for the sake of others, instead of for the sake of Allah. And in the Qur'an too, there is no example that any of Rasool ever used the word of "lord" for anyone except Allah."

Sebuah pernyataan yang sangat rendah dari seorang alim seperti maulana maududi. Quran telah jelas dalam masalah ini dan hampir tidak satupun Mufasir hingga abad ini yang memahami ayat diatas seprti Maulana Maududi menyarankannya.

Mari kita lihat dua ayat sebelum ayat 12:23
Q.S. 12:21 Dan orang Mesir yang membelinya berkata kepada istrinya: "Berikanlah kepadanya tempat (dan layanan) yang baik, boleh jadi dia bermanfaat kepada kita atau kita pungut dia sebagai anak..dst

Q.S. 12:23 Dan wanita (Zulaikha) yang Yusuf tinggal di rumahnya menggoda Yusuf untuk menundukkan dirinya (kepadanya) dan dia menutup pintu-pintu, seraya berkata: "Marilah ke sini." Yusuf berkata: "Aku berlindung kepada Allah, sungguh tuanku telah memperlakukan aku dengan baik." Sesungguhnya orang-orang yang lalim tiada akan beruntung.

Jadi jelas surat 12:21 telah cukup untuk menerangkan kepada siapa kata "rabi" ditujukan oleh Nabi Yusuf as dalam surat 12:23. itulah sebabnya sampai sekarang semua Mufasirin mempunyai kesimpulan yang sama tentang ayat itu. Tapi karena ayat ini secara tidak langsung bertentangan dengan keyakinan yand dibuat oleh orang salafi mengenai Tauhid dan literalisme, Maulana Maududi berusaha sebisanya untuk memberi gambaran yang lain, untuk ,enyelarsakan dengan pandanagan mahzabnya dan teman teman Salafinya.

Setelah membaca "Komentar AlQuran" oleh Maulana Maududi, hal ini menjadi jelas bahkan dalam masalah tawasul dia lebih extreme dari pada oeang Salafi dari Saudi Arabia. Ini bisa kita lihat dalam beberapa tempat.

Sebagai contoh ayat 20:29 mengatakan bahwa ada berkah dalam debu yang telah dilewati Jibril as. Saudi menerbitkan Quran dalam bahasa Urdu yang menerima tentang barakah ini walaupun hal itu berlawanan dengan keyakinan mereka. Tapi Maulana Maududi berusaha dengan keras merubah arti ayat dan menolak untuk menerima tentang barakah dalam ayat ini.
Beberapa contoh tentang ungkapan secara kiasan di dalam Al-Quran.

Allah menggunakan kata Karim untuk mensifati diriNya.
Q.S. 27:40 Dan barang siapa yang bersyukur maka sesungguhnya dia bersyukur untuk (kebaikan) dirinya sendiri dan barang siapa yang ingkar, maka sesungguhnya Tuhanku Maha Kaya lagi Maha Mulia".

Juga Allah berkata dalam Quran tentang rasulNya.
Q.S.69:40 Sesungguhnya Al Qur'an itu adalah benar-benar wahyu (Allah yang diturunkan kepada) Rasul yang mulia,
Sesungguhnya kata Karim (Yang Mulia), ketika disifatkan kepada Allah itu maka itu merupakan arti literal atau arti sebenarnya. Dan ketika disfatkan kepada Rasulullah arti disana mengandung arti kiasan. Atau kita beranggapan Allah telah shirik karena Allah telah memberi kan sifat yang sama kepada selainNya.?
Qawi adalah sifat Allah, dan Al Quran juga mengatakan bahwa Rasulullah saww juga mempunyai sifat Qawi.

Allah berkata tentang diriNya di dalam al-Quran:
Q.S. 22:74 "..Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuat lagi Maha Perkasa"
Pada saat yang sama di dalam Al-Quran Allah berkata tentang rasulNya.

Q.S. 81:20 "yang mempunyai kekuatan, yang mempunyai kedudukan tinggi di sisi Allah yang mempunyai Arasy".

Apakah dalam hal ini Allah telah melakukan shirik dengan mensifati RasulNya dengan sifatNya.?

Faktanya, didalam beberapa kesempatan dalam al-Quran Allah memberikan anugerah kepada para Nabi dengan mensifatinya dengan sifatNya. Contohnya;

Alim ; adalah sifat Allah, yang mana nabi Ismail juga dikenal dengan sifat Alimnya.
Halim ; adalah sifat Allah yang mana Nabi Ibrahim dan Isamil dengan sifat Halimnya
Shakur ; adalah sifat Allah yang nabi Nuh dikenal dengan sifat Shakurnya.

Dan masih banyak lagi yang lainnya.

Kesimpulan.
Sifat sifat yang ada pada Allah juga telah digunakan oleh Allah buat para nabiNya. Tapi ini tidak berarti bahwa para Nabi telah menjadi pemilik sifat sifat yang ada pada Allah. Mereka bukanlah pemilik, tapi hanya sekedar diberi sebagian sifat sifatNya.-

No comments: