Wednesday, February 7, 2007
Zikir dalam Suasana Cahaya Redup & Gerakan Selama Berdzikir
Zikir dalam Suasana Cahaya Redup & Gerakan Selama Berdzikir
Mawlana Syaikh Hisyam Kabbani ar Rabbani
Bismillah hirrohman nirRohim
Allah swt berfirman kepada Rasulullah saw, Wa min al-layli fa tahajjad bihi
nafilatan laka (Dan pada sebagian malam hari, bertahajjudlah kamu sebagai suatu
ibadah tambahan bagimu (17:79) dan Dia berfirman, Sesungguhnya bangun di waktu
malam adalah lebih khusuk dan bacaan di waktu itu lebih berkesan” (73:6).
Keutamaan shalat di malam hari telah dikenal di seluruh buku hadits dan fiqih
karena pada saat itu tidak ada gangguan duniawi. Oleh sebab itu Imam Ghazali
menulis tentang topik ini, “Pikiran berakar dari mata… orang yang mempunyai
niat baik dan cita-cita yang tinggi tidak bisa dibelokkan dengan apa yang ada di
hadapannya, tetapi yang lemah akan terjebak olehnya. Pemecahannya adalah dengan
cara memutuskan hubungan dengan gangguan ini, yaitu dengan memejamkan mata,
shalat di tempat yang gelap, tidak membiarkan sesuatu berada di depannya yang
mungkin akan menarik perhatiannya dan tidak melakukan shalat di tempat yang
penuh dengan dekorasi. Oleh sebab itu para Awliya biasa beribadah di ruangan
yang gelap, sempit dan tidak banyak celah.” (Imam Ghazali, Ihya Ulum al-Din,
buku mengenai Shalat).
Gerakan selama Berzikir
Dalam rujukan terhadap hadits Muslim di mana Rasulullah saw memuji para
mufarridun, atau mereka yang berhati tunggal dalam mengingat Allah, Nawawi
berkata, “Riwayat yang lain adalah, ‘Mereka adalah orang-orang yang bergoyang
atau bergerak pada saat menyebut atau mengingat Allah (hum al-ladzina ihtazzu fi
zikir Allah), sehingga mereka menjadi sungguh-sungguh dalam berdoa dan hatinya
terikat kepada Allah.”
Imam Habib al-Haddad berkata, “Zikir kembali dari raut luar, yaitu lidah ke
raut dalam, yaitu hati, di mana dia mengakar dengan kuat dan dapat mengikat erat
anggota-anggota tubuhnya. Manisnya hal ini dapat dirasakan oleh orang-orang
yang berzikir dengan seluruh anggota tubuhnya sehingga hati dan kulitnya menjadi
lunak. Sebagaimana firman Allah, ‘Kemudian kulit dan hati mereka menjadi lunak
ketika mengingat Allah’ (39:23).” (Imam Habib al-Haddad, dalam Key to the
Garden, hal. 116).
“Pelunakan hati” terdiri atas sensitivitas dan perasaan takut yang ditimbulkan
dari kedekatan kepada Allah dan tajjali [manifestasi satu atau beberapa Atribut
Ilahi]. Cukup Allah saja yang menjadi Teman Dekat bagi seseorang!
Sedangkan untuk “pelunakan kulit”, ini adalah keadaan terekstasi dan bergoyang
dari satu sisi ke sisi yang lain akibat hubungan intim dan tajjali atau perasaan
takut dan takjub. Tak ada salahnya bagi orang yang mencapai keadaan ini dan
menyebabkan dia bergerak mengikuti irama, karena dalam penderitaan yang luar
biasa akan cinta dan hasrat yang menggebu, dia menemukan sesuatu yang
membangkitkan kerinduan yang paling dalam…
Desakan yang ditimbulkan oleh rasa takut dan takjub mengantarkan pada tangisan
dan memaksa orang menjadi gemetar dan rendah hati. Ini adalah keadaan yang
dialami oleh orang-orang beriman yang saleh (abrar), ketika mereka mendengar
Nama Allah diucapkan. “Hati mereka bergetar,” (39:23) kemudian hati mereka
menjadi lunak dan cenderung untuk menyukai zikir Allah karena mereka diliputi
ketenangan dan martabat, sehingga mereka tidak berlaku yg tidak baik, tidak
menganggap dirinya penting, berisik, atau menyombongkan dirinya. Allah
menggambarkan mereka sebagai orang yang akal sehatnya telah pergi, yang dengan
kelemah lembutan mereka menari dan melompat.
Wa min Allah at Tawfiq
Mawlana Syaikh Hisyam Kabbani ar Rabbani
Bismillah hirrohman nirRohim
Allah swt berfirman kepada Rasulullah saw, Wa min al-layli fa tahajjad bihi
nafilatan laka (Dan pada sebagian malam hari, bertahajjudlah kamu sebagai suatu
ibadah tambahan bagimu (17:79) dan Dia berfirman, Sesungguhnya bangun di waktu
malam adalah lebih khusuk dan bacaan di waktu itu lebih berkesan” (73:6).
Keutamaan shalat di malam hari telah dikenal di seluruh buku hadits dan fiqih
karena pada saat itu tidak ada gangguan duniawi. Oleh sebab itu Imam Ghazali
menulis tentang topik ini, “Pikiran berakar dari mata… orang yang mempunyai
niat baik dan cita-cita yang tinggi tidak bisa dibelokkan dengan apa yang ada di
hadapannya, tetapi yang lemah akan terjebak olehnya. Pemecahannya adalah dengan
cara memutuskan hubungan dengan gangguan ini, yaitu dengan memejamkan mata,
shalat di tempat yang gelap, tidak membiarkan sesuatu berada di depannya yang
mungkin akan menarik perhatiannya dan tidak melakukan shalat di tempat yang
penuh dengan dekorasi. Oleh sebab itu para Awliya biasa beribadah di ruangan
yang gelap, sempit dan tidak banyak celah.” (Imam Ghazali, Ihya Ulum al-Din,
buku mengenai Shalat).
Gerakan selama Berzikir
Dalam rujukan terhadap hadits Muslim di mana Rasulullah saw memuji para
mufarridun, atau mereka yang berhati tunggal dalam mengingat Allah, Nawawi
berkata, “Riwayat yang lain adalah, ‘Mereka adalah orang-orang yang bergoyang
atau bergerak pada saat menyebut atau mengingat Allah (hum al-ladzina ihtazzu fi
zikir Allah), sehingga mereka menjadi sungguh-sungguh dalam berdoa dan hatinya
terikat kepada Allah.”
Imam Habib al-Haddad berkata, “Zikir kembali dari raut luar, yaitu lidah ke
raut dalam, yaitu hati, di mana dia mengakar dengan kuat dan dapat mengikat erat
anggota-anggota tubuhnya. Manisnya hal ini dapat dirasakan oleh orang-orang
yang berzikir dengan seluruh anggota tubuhnya sehingga hati dan kulitnya menjadi
lunak. Sebagaimana firman Allah, ‘Kemudian kulit dan hati mereka menjadi lunak
ketika mengingat Allah’ (39:23).” (Imam Habib al-Haddad, dalam Key to the
Garden, hal. 116).
“Pelunakan hati” terdiri atas sensitivitas dan perasaan takut yang ditimbulkan
dari kedekatan kepada Allah dan tajjali [manifestasi satu atau beberapa Atribut
Ilahi]. Cukup Allah saja yang menjadi Teman Dekat bagi seseorang!
Sedangkan untuk “pelunakan kulit”, ini adalah keadaan terekstasi dan bergoyang
dari satu sisi ke sisi yang lain akibat hubungan intim dan tajjali atau perasaan
takut dan takjub. Tak ada salahnya bagi orang yang mencapai keadaan ini dan
menyebabkan dia bergerak mengikuti irama, karena dalam penderitaan yang luar
biasa akan cinta dan hasrat yang menggebu, dia menemukan sesuatu yang
membangkitkan kerinduan yang paling dalam…
Desakan yang ditimbulkan oleh rasa takut dan takjub mengantarkan pada tangisan
dan memaksa orang menjadi gemetar dan rendah hati. Ini adalah keadaan yang
dialami oleh orang-orang beriman yang saleh (abrar), ketika mereka mendengar
Nama Allah diucapkan. “Hati mereka bergetar,” (39:23) kemudian hati mereka
menjadi lunak dan cenderung untuk menyukai zikir Allah karena mereka diliputi
ketenangan dan martabat, sehingga mereka tidak berlaku yg tidak baik, tidak
menganggap dirinya penting, berisik, atau menyombongkan dirinya. Allah
menggambarkan mereka sebagai orang yang akal sehatnya telah pergi, yang dengan
kelemah lembutan mereka menari dan melompat.
Wa min Allah at Tawfiq
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment