Followers

Wednesday, February 7, 2007

Zikir adalah kewajiban terbesar manusia

Zikir adalah Kewajiban Terbesar Manusia
dan Merupakan Perintah Ilahi
Mawlana Syaikh Hisyam kabbani ar-Rabbani


Bismillah hirRohman nirRohim

Zikir adalah tindakan seorang hamba yang paling sempurna, dan ditekankan
ratusan kali di dalam al-Quran. Itu merupakan praktik penyembahan untuk
mendapatkan ridha Allah, senjata yang paling ampuh untuk mengatasi musuh, dan
perbuatan yang patut mendapat ganjaran. Zikir merupakan bendera Islam, semir
hati, inti dari ilmu tentang Iman, imunisasi terhadap kemunafikan, ibadah
terpenting, dan kunci dari segala kesuksesan.

Tidak ada batasan yang menyangkut metode, frekwensi atau waktu untuk berzikir
atau apapun mengenainya. Beberapa batasan dalam metode berzikir menyinggung
kewajiban khusus tertentu yang tidak dibicarakan di sini, misalnya dalam shalat
yang telah ditentukan. Syari’ah sangat jelas dan setiap orang telah mengetahui
kewajiban ini. Rasulullah saw bersabda bahwa penghuni Surga hanya akan
menyesali satu hal, tidak cukup mengingat Allah swt di dunia ini!

Allah berfirman dalam al-Quran, “Wahai orang-orang yang beriman, perbanyaklah
zikir!” (33:41). Dia berfirman bahwa hamba-Nya adalah, “Mereka yang mengingat
Tuhannya dalam keadaan berdiri, duduk dan berbaring,” (3:191); dengan kata lain,
mereka yang mengingat Allah setiap saat baik siang maupun malam. Allah
berfirman, Penciptaan langit dan bumi dan pergantian malam dan siang adalah
tanda-tanda bagi orang yang mengerti, mereka yang mengingat (dan mengucapkan dan
menyebut) Allah dalam keadaan berdiri, duduk, dan berbaring (3:190-191)

Aisyah ra berkata, sebagaimana yang diceritakan oleh Muslim, bahwa Rasulullah
saw mengingat Allah setiap saat baik siang maupun malam. Rasulullah bersabda,
“Jika hati kalian selalu dalam keadaan mengingat Allah, para Malaikat akan
mendatangi kalian sampai ke titik di mana mereka akan memberi salam kepada
kalian di tengah perjalanannya.” (riwayat Muslim).

Imam Nawawi mengomentari hadits ini dengan mengatakan, “Panorama semacam ini
akan terlihat pada orang yang terus-menerus melakukan meditasi (muraqaba),
refleksi (fikr), dan antisipasi (iqbal) terhadap alam berikutnya.” (Nawawi,
Syarh sahih Muslim). Muadz bin Jabal berkata bahwa Rasulullah juga bersabda,
“Para penghuni surga tidak akan menyesal kecuali satu hal, waktu yang telah
dilewati mereka tanpa mengingat Allah.” (diriwayatkan oleh Bayhaqi dalam Syuab
al-iman (1:392 #512-513) dan oleh Tabarani). Haythami dalam Majma al-zawaid
(110:74) berkata bahwa semua naratornya dapat dipercaya (thiqat), sementara
Sayuti dalam Jami al-saghir (#7701) menyatakan bahwa hadits itu (hasan).

Allah menempatkan zikir mempunyai nilai yang lebih dari pada shalat dengan
menjadikan shalat sebagai cara atau alat dan zikir sebagai sasarannya. Dia
berfirman, Perhatikanlah! Shalat itu mencegah perbuatan keji dan munkar, tetapi
sesungguhnya, mengingat Allah lebih besar manfaatnya, dan lebih penting (29:45).
Beruntunglah orang yang mensucikan dirinya, dan mengingat nama Tuhannya, dan
mengerjakan shalat (87:14-15)
Maka dirikanlah shalat untuk mengingat-Ku (20:14)

Qadi Abu Bakar bin al-Arabi menerangkan bahwa tidak ada amal yang sah tanpa
mengingat Allah (zikir). Siapapun yang tidak mengingat Allah dalam hatinya
ketika memberi shadaqa atau berpuasa, contohnya, berarti amalnya tidak lengkap.
Oleh sebab itu zikir bisa dipandang sebagai amal yang paling baik (dinyatakan
oleh Ibnu Hajar dalam Fath al-bari (1989 ed. 11:251).

Zikir adalah sesuatu yang sangat penting. Abu Hurayra ra berkata bahwa
Rasulullah saw bersabda, “Bumi dan segala isinya dikutuk kecuali mereka yang
melakukan zikir, guru-guru dan semua muridnya.” (Tirmidzi menyatakan hadits ini
hasan, begitu pula Ibnu Majah, Bayhaqi dan lainnya. Suyuti menyebutkannya dalam
al-Jami al-saghir dari pernyataan al-Bazzar yang serupa dengan narasi Ibnu Masud
dan beliau mengatakan sahih. Tabarani juga menyatakannya dalam al-Awsat dari
Abu al-Darda).

Dengan menyebut kata “bumi dan segala isinya,” Rasulullah merujuk pada semua
yang menyatakan status atau eksistensinya terpisah dengan Allah, bukannya
menyatu dengan-Nya. Kenyataannya seluruh makhluk berzikir kepada Allah, karena
Allah berfirman bahwa semua ciptaan-Nya bertasbih kepada-Nya, dan tasbih adalah
salah satu jenis zikir. Allah berfirman mengenai Nabi Yunus as, ketika seekor
ikan paus menelannya, “Jika dia bukan termasuk orang-orang yang bertasbih
kepada-Ku (musabbihin), dia akan tinggal dalam perut paus itu hingga Hari
Pembalasan (37:143-144).

Hadits Rasulullah yang baru saja disebutkan juga menekankan pentingnya
mengikuti seorang guru yang mempunyai pengetahuan, karena tidak ada yang bisa
mencegah datangnya kutukan selain berkah. Inilah yang dimaksud oleh Abu Yazid
al-Bistami ketika beliau berkata, “Siapapun yang tidak memiliki Syaikh,
Syaikhnya adalah setan.” Hal ini diperkuat dengan dua hadits Rasulullah saw.

Abu Bakar ra berkata, “Aku mendengar Rasulullah saw bersabda, ‘Jadilah orang
yang terpelajar (alim) atau murid (mutaallim), atau pendengar (mustami) atau
seorang pecinta (muhibb), tetapi jangan menjadi orang kelima karena kalian akan
binasa. (al-Haythami berkata dalam Majma al-zawaid (1:22), “Tabarani menyatakan
dalam al-Mujam al-saghir (2:9), al-Mujam al-awsat, dan al-Mujam al-kabir, juga
al-Bazzar [dalam Musnad-nya], dan semua naratornya dianggap dapat dipercaya.”
Hal itu juga dinyatakan oleh Abu Nuaym dalam Hilyat al-awliya (7:237) dan
al-Khatib dalam Tarikh baghdad (12:295)).

Sakhawi berkata, “Ibnu Abd al-Barr berkata, ‘orang kelima adalah orang yang
memperlihatkan permusuhan kepada para ulama dan meremehkan mereka, dan siapapun
yang tidak mencintai mereka menunjukkan penghinaan kepada mereka atau dalam
tahap ingin menghina mereka, dan di sana terletak kehancuran.’ (Sakhawi,
al-Maqasid al-hasana (hal.88#134). Lihat buku Ibnu Abd al-Barr yang berjudul
Jami bayan al-ilm wa fadlih (1:30)).
Rasulullah bersabda, “Al-baraqa ma akabirikum,’ Berkah bersama yang lebih tua’
(riwayat Ibnu Hibban dalam sahih-nya, al-Hakim yang menyatakan bahwa hadits itu
sahih, dan Ibnu Daqiq al-Id juga memperkuatnya).

Riwayat lain menyatakan, “Ketika yang muda mengajar yang tua, maka berkah
telah dicabut.” (Lihat buku Sakhawi, al-Maqasid al-hasana hal. 155-159#290).
Orang yang melaksanakan zikir memiliki peringkat tertinggi di hadapan Allah.
Orang-orang yang menyebut nama Allah dengan konsentrasi telah disebutkan dalam
al-Quran. Efek terhadap hatinya juga telah dijelaskan dalam al-Quran,

Di dalam rumah yang Allah telah izinkan supaya dimuliakan dan untuk mengingat
Nama-Nya di rumah itu, Dia dipujikan siang dan malam oleh orang orang-orang yang
perniagaan dan jual-beli tidak dapat mengalihkan perhatiannya dari mengingat
nama-Nya (24:36-37).
Mereka yang beriman dan hati mereka tentram karena mengingat Allah ingatlah
sesungguhnya dengan mengingat Allah hati menjadi tentram (13:28)

Selama peristiwa Isra dan Mi’raj Rasulullah saw diangkat hingga ke titik di
mana beliau mendengar guratan Pena, yang menunjukkan tulisan Takdir Ilahi.
Beliau melihat seseorang yang lenyap ke dalam cahaya Singgasana Allah.
Rasulullah bertanya, “Siapa ini? Apakah ini seorang Malaikat? Dia berkata
kepadanya, “Bukan!” Rasulullah bertanya lagi, “Apakah ini Nabi?” Jawaban yang
didapat juga “Bukan!” Kalau begitu siapa dia?” Jawabannya adalah, “Ini adalah
orang yang lidahnya basah dengan mengingat Allah di dunia, hatinya terikat
kepada masjid, dan dia tidak pernah mencela Ayah dan Ibunya. ”(Syaikh Muhammad
Alawi al-Maliki menyatakannya dalam kumpulan teksnya yang berjudul al-Anwar
al-bahiyya min isra wa miraj khayr al-bariyya, yang berisi narasi lisan mengenai
topik tersebut.)

Dalam hadits lain dilaporkan, Seorang pria mendatangi Rasulullah saw dan
berkata, “Wahai Rasulullah, hukum dan persyaratan dalam Islam terlalu banyak
buatku. Katakanlah sesuatu yang dapat aku jaga selalu (yakni, khususnya sebagai
ganti dari banyaknya aturan dan persyaratan yang harus dilaksanakan secara
umum).” Dengan membaca hal itu pria tersebut berkata bahwa terlalu banyak
persyaratan yang harus dipenuhi, orang harus mengerti bahwa dia tidak yakin
kalau dia dapat menjaga semuanya. Dia menginginkan sesuatu yang dia yakin dapat
dijaganya. Rasulullah bersabda, “(Aku menasihatimu untuk melakukan satu hal)
Jagalah lidahmu agar selalu basah dengan zikir kepada Allah.
(Ahmad, Tirmidzi, Ibnu Majah dan Ibnu Hibban menyatakan bahwa hadits ini baik
(hasan).

Dalam Islam telah dikenal bahwa pekerjaan terbaik di jalan Allah adalah
berjihad. Tetapi Rasulullah tetap menempatkan zikir di atas jihad dalam hadits
yang autentik berikut ini.
Abu al-Darda ra meriwayatkan, “Suatu ketika Rasulullah saw bertanya kepada
sahabatnya, ‘Sudahkah Aku jelaskan kepada kalian tentang amal yang paling baik,
pekerjaan terbaik di mata Tuhanmu, yang akan mengangkat status kalian di Hari
Kemudian, dan membawa lebih banyak kebajikan daripada membelanjakan emas dan
perak sebagai pelayanan kepada Allah atau ikut serta dalam jihad dan membunuh
atau terbunuh di jalan Allah? Ia adalah zikir kepada Allah.’” (diriwayatkan
oleh Malik dalam Muwatta, juga Musnad-nya Ahmad, Sunan-nya Tirmidzi, Ibnu Majah,
dan Mustadrak-nya Hakim, al-Bayhaqi. Hakim dan yang lain menyatakan hadits itu
sahih).

Abu Saiid ra berkata, “Rasulullah saw ditanya, ‘Siapakah hamba Allah yang
mempunyai peringkat terbaik di hadapan-Nya pada Hari Kebangkitan?’ Beliau
menjawab, ‘Orang yang paling banyak mengingat Allah.’ Aku berkata, ‘Wahai
Rasulullah, bagaimana dengan seseorang yang berperang di jalan Allah?’ Beliau
menjawab, ‘Bahkan jika dia melawan orang-orang kafir dan musyrikin dengan
pedangnya hingga patah, dan menjadi merah dengan darah mereka, sesungguhnya
mereka yang berzikir lebih baik peringkatnya. (diriwayatkan oleh Ahmad, Tirmidzi
dan Bayhaqi).

Abd Allah bin Umar berkata bahwa Rasulullah saw bersabda, “Segala sesuatu
mempunyai semir atau pengkilap, dan semir untuk hati adalah zikir kepada Allah.
Tak ada yang lebih diperhitungkan untuk menyelamatkan diri dari azab Allah
selain zikir kepada Allah. Beliau pernah ditanya apakah ini juga tidak
diterapkan untuk jihad di jalan Allah, dan beliau menjawab, “Bahkan tidak untuk
seseorang yang harus menghujani pedangnya hingga patah.” (Bayhaqi
meriwayatkannya dalam Kitab al-daawat al-kabir begitu juga dalam Shuab al-iman
(1:396#522), juga al-Mundhiri dalam al-Targhib (2:396) dan Tabrizi
menyebutkannya dalam Mishkat al-masabih, pada bagian terakhir buku doa).

Wa min Allah at Tawfiq

No comments: