Followers

Friday, May 4, 2007

Risalah Al Muawwanah (risalah 10, 11, 12)

(Fasal 10)

dan wajib bagi kamu untuk berpegang teguh kepada Kitab Allah dan Sunnah Rasul dan bergantung kepada keduanya, karena keduanya adalah agama Allah yang kokoh dan jalanNya yang lurus. Barang siapa yang mengambil keduanya, maka ia akan selamat, dan akan mendapat petunjuk dan akan terjaga. Dan barang siapa yang mengabaikannya keduanya, maka akan tersesat dan menyesal dan mengalami kerusakan. Maka jadikanlah keduanya sebagai penunjuk jalan bagimu. Dan kembalilah kepada keduanya dalam segala hal urusanmu dengan niatan melaksanakan wasiyat Allah dan wasiyat rasulNya. Sebagaimana firman Allah Ta’ala, “Wahai orang-orang yang beriman, ta’atlah kepada Allah dan ta’atlah kepada Rasul dan pemerintah kamu sekalian. Maka apabila diantara kamu berselisih tentang sesuatu hal maka kembalikanlah urusannya kepada Allah dan kepada RasulNya- artinya kembalikan kepada Kitab dan Sunah. RasuluLlah SAW bersabda, “Aku berwasiat kepadamu dengan sesuatu yang apabila kamu semua berpegangan kepadanya niscaya tidak akan tersesat selamanya – KitabuLlah dan sunnahku. Jika dirimu ingin mendapat petujnuk kepada jalan yang lurus yang tidak ada keraguan di dalamnya, dan engkau menginginkan dirimu dalam keamanan, maka konsentrrasikan segala niatmu dan akhlakmu dan amalmu dan ucapanmu kepada Kitab Allah dan Sunah Nabi SAW. Maka ambilah apa yang sesuai dengan keduanya, dan tinggalkanlah apa yang bertentangan dari keduanya. Dan jalankanlah apa – apa yang ada di dalamnya dan ikutilah kebaikan untuk selamanya dan janganlah engkau mengada-adakan sesuatu di dalam hal agama (bid’ah) dan janganlah engkau mengikuti selain jalan orang mukmin maka engkau akan mengalamii kerugian di dunia maupun di akhirat. Danyang demikian itu adalah kerugian yang sanat nyata.. dan takutlah kmau sekalian akan mengada-adakan perkara agama padahal tidak disyariatkan oleh RasuluLlah SAW, maka sesungguhnya telah bersabda RasuuLLah SAW, “sesungguhnya sesuatu yang diada-adakan adalah bid;ah, dan setiap yang bid’ah adalah tersesat. Dan telah bersabda RasuuLLah SAW barang siapa yang mengada-ada tentang perkara kami, maka sedang kami tiada mengadakannya, maka di tolak . dan bid’ah itu ada tiga macam, bid’ah hasanah, yaitu apa yang disampaikan oleh orang yang bijaksana dari sesuatu yang bersesuaian dengan Kitab Allah dan sunah RasuuLLah SAW karena menginginkan memilih sesuatu yang lebih baik dan lebih bermanfaat . maka yang demikian ini contohnya seperti mengumpulkan Al-Qur’an ke dalam mushaf seperti Abu Bakr, dan salat tarawih dari Umar, dan menertibkan/menyusun mushaf dan dua adzan awwal yang dilakukan oleh sahabat Utsman RA. Yang ke dua adalah bid’ah yang tercela/madzmumah bagi sebagian orang yang zuhud dan qana’ah seperti seperti bermewah-mewahan dalam hal makan dan pakaian, dan rumah/tempat tinggal. Dan yang ketiga adalah bid’ah yang tercela secara mutlak, yaitu apa – apa yang berselisih dengan nash kitab Allah dan sunah RasuuLLah SAW atau berseberangan dengan ijma’ /kesepakatan para alim ulama. Oleh karena itu barang siapa yang belum bisa berpegangan dengan kitab Allah dan mengikuti sunnah RasuuLLah SAW kemudian ia mendakwakan dirinya bahwa ia telah memperoleh suatu kedudukan disisi Allah, maka janganlah mengikutinya meskipun ia memiliki kemampuan terbang di atas udara atau berjalan di atas air, dan dapat menembus batas tempat, dan dapat melakukan hal – hal yang istimewa (khariqul ‘adah), karena yang demikian itu kebanyakan terjadi sebagaimana yang dilakukan oleh syaitan, dan tukang sihir, dan tukang tenung dan ahli nujum danlain sebagainya dari perbuatan-perbuatan yang menyesatkan. Dan tidak lepas pula dari yang demikian ini suatu istidraj (cobaan) dari Allah.



Adapun orang yang memiliki ilmu dan akal kecerdasan dari orang-orang yang beriman, sungguh mereka mengetahui bahwasanya perbedaan derajad kedekatan seorang hamba kepada Tuhannya itu tergantung dari pada sejauh mana kesempurnaan dalam mengikuti sunah RasuuLLah SAW. Dan sesungguhnya manakala sempurna dalam hal itba’ sunnah RasuuLLah SAW, tentu semakin sempurnalah kedekatannya kepada Allah SWT.



Dan dalam sebuah riwayat diterangkan bahwasanya Abu Yazid Al-Bustami RA telah berniat untuk menziarahi seorang yang termasyhur pada saat itu dan mereka menganggap sebagai wali Allah. Dan beliau Syaikh Abu Yazid RA. duduk menanti orang itu untuk mengikuti salat berjama’ah. Maka ketika orang itu keluar dan dilihat oleh Syaikh Abu Yazib bahwa ia telah meludah di sudut masjid, maka beralulah Abu Yazid dan meninggalkan orang itu tidak jadi menemui orang tersebut. Kemudian ditanyakan kepada Syaikh Abu Yazid mengapa berbuat demikian, maka beliau menjawab, “Bagaimana seseorang yang percaya kepada Rahasia Allah padahal ia tidak menjaga adab yang baik dalam hal syari’at”.



Sahal bin AbdulLah RA berkata, “Tidak ada penolong kecuali Allah, tidak ada dalil/petunjuk kecuali RasuuLLah SAW, tidak ada bekal kecuali taqwa, tidak ada amal kecuali bersabar kepadanya / amal tersebut, dan ketahuilah bahwasanya tidak akan mampu bagi tiap-tiap orang untuk melaksanakan kitab Allah dan sunah RasuuLLah SAW secara lahir dan bathi dengan sempurna karena yang demikian ini hanya tertentu bagi para ulama yang sangat mencintai Allah dan RasuluLlah SAW. Oleh karena itu jika engkau merasa tidak mampu untuk memahami ataupun melaksanakan Kitab Allah dan sunah RasuluLlah SAW maka wajib bagi kamu untuk kembali / ruju’ kepada orang yang Allah memerintahkan kepadamu untuk kembali kepadanya, sebagaimana firman Allah Ta’ala, “Fas’aluu ahlajdzdzikri inkuntum laa ta’lamuun” yang artinya, ‘tanyakan kepada ahlinya jika kamu tidak mengetahui”. Dan yang dimaksudkan ahludzdzikri adalah ulama Billah wabidiinihi yang mengamalkan ilmunya karena mencari keridhaan Allah Ta’ala, yang zuhud terhadap dunia, yaitu ulama yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dunia daripada dzikirnya kepada Allah Ta’ala, mereka yang selalu mengajak manusia kepada Allah dengan pandangan hatinya yang terbuka hijabnya akan rahasia-rahasia Allah. Dan sungguh sulitlah didapati seseorang yang berperangai demikian di bumi yang luas ini sehingga para kabaair ulama sepuh menganggap bahwa mereka kehilangan darinya, padahal sesungguhnya yang benar adalah mereka tetap ada akan tetapi Allah Ta’ala telah menutupinya dengan selendang keagunganNya sehingga tidak ada orang yang mengetahuinya. Kebiasaan mereka menyembunyikan diri dari khalayak ramai bahkan orang ramai sama berpaling dari mereka. Maka barang siapa yang berkeras mencarinya (wali Allah tersebut) dengan niat yang benar dan bersungguh-sungguh maka tidak akan kesulitan untuk bertemu dengan salah satu dari mereka – Insya Allah-. Sesungguhnya kesungguhan dan ketekunan adalah pedang yang tiada ia diletakkan pada sesuatu pasti akan terputuslah sesuatu tersebut. Dan bumi Allah tidak akan sepi dan kekurangan dari orang yang menegakkan agama Allah denagn hujahnya. Sungguh telah bersabda RasuluLlah SAW ,”Tidak henti-hentinya diantara umatku yang selalu menegakkan kebenaran (haq) dan segala sesuatu tidak akan dapat membahayakan mereka sampai Allah meetapkan keputusanNya. Mereka itulah pelita dunia, dan pemegang amanah, dan pewaris para Nabi SAW. Mereka itulah tentara Allah (HizbuLlah) dan ketahuilah sesungguhnya tentara Allah adalah oraang-orang yang beruntung.




( Fasal 11)

dan wajib bagi kamu untuk selalu memperbaiki i’tiqadmu dan memperkokohnya atas golongan yang selamat yaitu yang dikenal diantara beberapa golongan Islamiyah seagai i’tiqad Ahlussunah wl Jama’ah. Dan mereka selalu berpegang teguh dengan apa yang datang dari RasuluLlah SAW dan para sahabat. Dan engkau apabila melihat mereka dengan sungguh-sungguh, dengan sepenuh hati didalam memperhatikan hukum-hukum Al Qur’anul Kariim, dan sunah Rasul yang mengandung ilmu-ilmu keimanan, dan golongan yang berjalan pada jalan ulama salaf dari para sahabat, tabi’in, maka engkau akan membenarkan bahwa kebenaran yang nyata adalah yang sebagaimana di sampaikan oleh golongan Asy’ariyah yang dinisbatkan kepada Syaikh Aby Hasan Al Asy’ary RA yang telah menyusun akidah ahlul haq/ ahli kebenaran yaitu aqidah yang telah disepakati oleh para sahabat dan orang-orang sesudah mereka dari golongan tabi’in. Akidah ini (ahlussunah wal jama’ah) adalah akidah ahli kebenaran dari setiap zaman dan tempat dan akidah yang dipakai oleh para ahli tasawwuf sebagaimana yang disampaikan oleh Syaikh Abul Qasim AL Qusyairy RA dalam permulaan risalahnya , “…Aqidah kami adalah akidah saudara kami dari orang-orang yang mulia yang terkenal dengan Al-Husiainiyyain, yang dikenal pula dengan Aly Aby Alawy dan juga akidah pendahulu kami, mulai dari RasuluLlah SAW hingga saai ini. Dan Imam AL Muhajir Sayyid Ahmad bi ‘Isa bin Muhammad bin Aly bin Al Imam Ja’far As-hadiq RA, ketika melihat timbulnya bid’ah dan banyaknya perseteruan dan ikhtilaf di Irak. Maka beliau hijrahlah beliau dari sana, dan berpindah-pindah tempat hingga sampailah di Hadramaut maka menetaplah beliau disana hingga wafatnya. Maka Allah telah memberikan berkah kepada beliau dan pengikut-pengikut beliau sesudahnya yang kemudian membentuk suatu komunitas yang sangat terkenal bagi perkembangan ilmu pengetahuan agama dan juga daalam hal ibadah dan kewalian dan ma’rifah. Dan dengan berkah beliau Al imam Ahmad bin Isa maka senantiasalah tegak akidah islam yang benar dari para Ahli bait Nabi yang senantiasa mereka menentang bid’ah. Semoga Allah memberikan pahala yang besar kepada beliau Sang Imam dan kemudian pula kepada kita semua. Demikian pula semoga Allah mengangkat derajat beliau beserta para pendahulu beliau yang teramat mulia ke tempat yang tinggi di sisiNya dan semoga Allah mempertemukan kita kepada mereka kelak di ahirat sesungguhnya Allah adalah Dzat yang Maha Pengasih lagi Penyayang. Dan golongan Maturidiyah seperti juga golongan Asy’ariyah/ahlusunnah wal jama’ah.

Dan seharusnya dilakukan oleh setiap orang mukmin untuk selalu memperbaiki i’tiqadnya dengan menjaga aqidah dari para imam yang telah disepakati kebesarannya dan kedalaman ilmunya, sebagaimana aqidah yang suci diuraikan oleh Imam Al-Ghazali RA, yang jauh dari kekeruhan yang telah disusun pada fashal pertama dari kitab qawaa’idul Aqaa’id dari kitab Ihya’ Ulumuddin. Maka wajib bagi kamu menelaah kitab tersebut. Jika kamu ingin yang lebih dari itu maka dapat mempelajari kitab Risalah Al-Qudsiyah yang disusun pada fashal ke tiga dari kitab tersebut. Dan janganlah engkau menyibukkan dirimu dengan ilmu kalam dan memperbanyak pembahasannya dengan harapan akan mencapai ma’rifah karena sesungguhnya engkau tidak akan mendapatkan hakikat ma’rifat melalui ilmu kalam tersebut. Akan tetapi jika engkau benar-benar menginginkan hakikat ma’rifah, maka wajiblah bagi kamu menempuh jalan (suluukuththariiq) yaitu melanggengkan taqwa secara lahir maupun bathin dan selalau berpegangan kepada ayat Al-Qur’an maupun sunah Nabi SAW. Dan lihatlah pada alam semesta di langit dan bumi dengan tujuan mengambil pelajaran dan memperbaiki akhlak diri sendiri dengan membaguskan riyadhah dan menjernihkan cermin hati dengan selalu berzikir dan tafakur dan berpaling dari segala sesuatu yang menyibukkan diri dari berkonsentrasi akan hal yang demikian. maka jalan yang demikianlah yang apabila ditempuh niscaya akan mendapatkan hasil yang baik dari apa yang diinginkan dan akan membuahkan kedekatan kepada Allah Insya Allah. dan golongan Shufi telah melakukan usaha yang kerasa / mujahadah bagi diri mereka sendiri dan juga riyadhah serta menghentikan kebiasaan kehidupan mereka sehari-hari karena mereka mengetahui hanya dengan jalan inilah mereka memperoleh ma’rifat yang sempurna. dan dengan kesempurnaan ma’rifah maka akan sempurna pula dalam menetapi amaqam ‘ubudiyah /penghambaan diri kepada Allah Ta’ala.



( Fasal 12)

Dan wajib bagi kamu untuk melaksanakan fardhu/ kewajiban serta menjauhi perbuatan yang haram dan wajib pula memperbanyak amalan sunah. Maka sesungguhnya engkau jika dapat melaksanakan hal yang demikian secara ikhlas liwajhiLlah, karena Allah Yang Maha Mulia maka engkau akan berhasil mencapai kedekatan yang sesungguhnya dengan Allah Ta’ala. Dan Allah pun akan memberikan kepada engkau pakaian mahabbah / cinta kepadaNya yang melingkupi dan mempengaruhi dari mahabbah tersebut akan segala tingkah laku gerak dan diammu semata-mata karena Allah dan dengan Allah (liLlah dan BiLlah). dan itulah mahkota kewalian dan mahkota kekhalifahan yang di isyaratkan oleh junjungan kita baginda RasuluLlah SAW dengan sabda beliau yang meriwayatkan dari Allah SubhanaHu wata’ala, “sesungguhnya Allah Ta’ala berifrman, Tiada sekali-kali hambaKu mendekatkan diri kepadaKu yang lebih Aku cintai daripada mereka yang mengerjakan apa yang Aku fardhukan kepada mereka. Dan tidak henti-hentinya hambaKu mendekatkan diri kepadaKu dengan mengerjakan amalan sunah sehingga Aku mencintainya. Apabila Aku telah mencintainya maka Aku menjadi pendengarannya ketika ia mendengar, dan menjadi penglihatannya ketika ia melihat, dan menjadi tangannya ketika ia memegang, dan menjadi kakinya ketika ia berjalan. Jika ia meminta kepadaKu niscaya Aku beri, jika ia meminta perlindungan kepadaKu niscaya Aku beri perlindungan…..

Oleh karena itu lihatlah…semoga Allah merahmatimu, akan beberapa rahasia / asrar dan beberapa pengetahuan yang tertuang dalam hadits Qudsi di atas, dan perhatikanlah dengan sungguh-sungguh secara mendetail apa yang termaktub di dalamnya tentang apa saja yang dapat menghantarkan seorang hamba untuk sampai kepada derajad yang sedemikian tinggi yaitu menjadi kekasih ALlah. Sehingga apa yang ia cintai adalah sesuatu yang dicintai Allah demikian pula apa yang ia benci adalah apa yang Allah benci, dan semua itu tidak tercapai kecuali dengan melaksanakan apa yang diperintahkan Allah dan memperbanyak amalan sunah yang dicintaiNya dengan mengharapkan kebahagiaan di sisiNya. Oleh karena itu bersegeralah jika memang engkau memiliki cita-cita untuk dapat sampai kepada derajat kesempurnaan dan jika pula engkau menginginkan sampai pada derajad rijal dimana telah jelas dan teranglah jalan untuk menuju kesana.

Dan ketahuilah sesungguhnya Allah Ta’ala dengan kemurahanNya dan ke baikanNya telah menjadikan amal sunnah sebagai penambal kekurangan dari amalan fardhu yang sesuai dengan yang sejenisnya, semisal Shalat fardhu dengan shalat sunah , puasa fardhu dengan puasa sunah. Dan Fardhu adalah pokok / dasar sedangkan sunah adalah cabang atau yang mengikuti amal fardhu. Dan orang-orang yang mengerjakan kewajiban fardhu, dan menjauhi perbuatan haram namun tidak melakukan ibadah sunah adalah lebih baik daripada orang yang bersungguh-sungguh melakukan ibadah sunah akan tetapi melalaikan ibadah fardhu.

Dan takutlah kamu untuk meninggalkan ibadah fardhu dan lebih mengutamakan ibadah sunah maka engkau akan berdosa dengan meninggalkan keutamaan ibadah fardhu dan Allah tidak akan menerima ibadah sunahmu. Hal yang demikian dapat terjadi seperti orang yang menyibukkan diri dengan ilmu tentang amalan sunah dan meninggalkan mempelajari ilmu tentang fardhu baik dalam dhahir maupun bathinnya.

Dan ketahuilah sesungguhnya engkau tidak akan sampai kepada melaksanakan kewajiban yang diperintahkan Allah kepadamu dari perbuatan ta’at, demikian pula menjauhi dalam hal enjauhi apa yang dilarangNya untukmu dari beberapa ma’siyat dan pula dari beberapa cara mengerjakan amalan sunah yang dapat mendekatkan dirimu kepadaNya kecuali dengan ilmu. Maka wajib bagimu mencari ilmu tersebut, dan telah bersabda RasuluLlah SAW ,”Mencari ilmu adalah wajib bagi setiap orang islam . Dan dengan ilmu engkau akan mengetahui hal yang wajib adalah wajib dan yang haram adalah haram, demikian pula yang sunah adalah sunah. dan pula engkau mengetahui bagaimana cara mengerjakan yang wajib dan sunah dan meninggalkan yang haram. oleh karena itu tidak boleh tidak engkau memiliki ilmu yang demikian. dan tidak ada alasan bagimu untuk tidak membutuhkan ilmu ini, dan mengamalkannya dan selalu mempelajarinya dimana dengan mengamalkannya maka engkau akan memperoleh kebahagiaan di dunia dan di akhirat.

Dan ketahuilah bahwasanya orang yang beribadah kepada Allah tanpa didasari ilmu yang benar, maka bahaya yang ditimibulkan akan kembali kepadanya